Selasa, 04 Maret 2025

Sejarah Marga Simanjuntak

SEJARAH MARGA SIMANJUNTAK

Simanjuntak adalah marga yang dipakai oleh keturunan Raja Marsundung (Simanjuntak) hingga saat ini.
Keturunan pertama Simanjuntak (Raja Marsundung Simanjuntak) yang lahir dari Boru Hasibuan adalah Raja Parsuratan Simanjuntak (parhorbo jolo) & SIMANJUNTAK Sitolu Sada Ina adalah 3 bersaudara yang lahir dari Sobosihon Boru Sihotang istri yang berikutnya Simanjuntak Sitolu Sada Ina yaitu 1) Raja Mardaup Simanjuntak 2) Raja Sitombuk Simanjuntak, 3) Raja Hutabulu Simanjuntak
1. SOMBA DEBATA SIAHAAN, menikah dengan Boru LUBIS.
2. RAJA MARSUNDUNG SIMANJUNTAK, menikah dengan Boru HASIBUAN, kemudian setelah duda menikah dengan SOBOSIHON Boru SIHOTANG.
3. TUAN MARRUJI HUTAGAOL, menikah dengan Boru PASARIBU
RAJA MARSUNDUNG menikah dengan Boru HASIBUAN lalu mereka menetap di Hutabulu (sekarang Parlumbanan). Mereka dikaruniai seorang putra bernama RAJA PARSURATAN dan seorang putri bernama SIPAREME.
Kehidupan mereka diberkati dengan banyak sekali ternak kerbau hingga orang sering menyebut RAJA MARSUNDUNG dengan sebutan ‘SIMANJUNTAK PARHORBO’.
Mautpun memisahkan sehingga RAJA MARSUNDUNG menjadi duda setengah umur. Suatu saat dia sakit parah bahkan dia tak sanggup untuk mengurus dirinya sendiri.
Menurut adat Batak Toba yang layak mengurus dia hanya Boru LUBIS yang merupakan istri abangnya (akang boru). Sedangkan kepada boru PASARIBU yang merupakan boru dari istri adiknya (anggi boru) pantang untuk saling bicara dengan dia begitu juga menantunya (parumaen) tidak boleh berbicara dengan dia sebab begitu adatnya. Sementara putrinya sendiri, SIPAREME segan mengurusnya sampai perkara yang sangat sensitif.
Setelah RAJA MARSUNDUNG pulih dari sakitnya , SOMBA DEBATA SIAHAAN pun menganjurkan padanya supaya ia menikah lagi agar ada yang mengurusnya kelak apabila dia sakit.
Hal itupun tidak disetujui RAJA PARSURATAN dan TUAN MARRUJI HUTAGAOL namun karena fakta dan pengalaman pahitnya, RAJA MARSUNDUNG akhirnya setuju untuk menikah lagi.
Pada masa itu ada istilah jika ingin mencari istri pengganti maka sebaiknya pergi menyeberangi danau Toba (versi asli: molo mangalului panoroni ba borhatma tu bariba ni tao Toba).
SOMBA DEBATA SIAHAAN dan RAJA MARSUNDUNG pun berangkat ke daerah Si Raja Oloan. Di sana ada seorang lelaki yang agak asing rupa fisiknya. Bentuk kepalanya besar dan dia dinamai RAJA SI GODANG ULU SIHOTANG. Keanehan ini juga tampak pada anak-anaknya sehingga terkadang mereka sering dikucilkan banyak orang sampai-sampai walaupun putrinya sendiri SOBOSIHON berumur banyak belum ada laki-laki yang mau melamarnya hingga RAJA MARSUNDUNG melamarnya.
Kedatangan RAJA MARSUNDUNG melamar SOBOSIHON sangat menggembirakan hati sang RAJA SI GODANG ULU meskipun yang melamar putrinya adalah seorang duda yang sudah memiliki anak. Namun hal itu bukanlah persoalan baginya dan pernikahan secara adat sepenuh (adat na gok) dilakukan.
Wali pengantin prianya adalah SOMBA DEBATA SIAHAAN. SOBOSIHON pun menjadi istri RAJA MARSUNDUNG. Mereka bermukim di Parlumbanan (saat narator berkunjung ke daerah Parlumbanan lokasi daerah ini merupakan persawahan).
Setelah tiba waktunya bagi SOBOSIHON untuk melahirkan, beberapa hari sebelumnya dia telah memberi kabar kepada ayahnya tentang keadaannya itu. Namun, perasaan sang calon ibu ini gelisah setelah mendapat mimpi ketika SOBOSIHON akan mandi di Aek Na Bolon, setelah dia membuka bajunya tiba-tiba petir menyambar buah dadanya sebelah. Mimpi ini juga diberitahukan kepada RAJA SI GODANG ULU.
Setelah mendengar kabar dan mimpi putrinya itu ia menyuruh menantu perempuannya (parumaen) berangkat menemui puterinya di Parlumbanan Balige. Padahal menantunya ini baru lima hari selesai melahirkan bayi perempuan namun, karena taat kepada mertuanya dia tetap bersedia pergi disertai tugas dan pesan khusus dari RAJA SI GODANG ULU.
Adapun tugas dan pesan itu ialah:
- Memberitahu SOBOSIHON bahwa akan ada bahaya yang mengancam bayinya setelah dia bersalin.
- Apabila bayi yang lahir laki-laki maka bayi itu harus ditukarkan dengan bayi perempuan menantunya ini dan bayi laki-laki itu harus dipangku dan disusui oleh menantu RAJA SI GODANG ULU ini sampai bahaya berlalu.
- Kelak apabila kedua bayi itu sudah dewasa maka mereka sebagai berpariban telah dipertunangkan sejak lahir (dipaorohon).
Sesampainya di Parlumbanan, menantu RAJA SI GODANG ULU atau yang disebut ‘Nantulang Na Burju’ oleh Parhorbo pudi ini, ia mendapati SOBOSIHON sedang bergumul dibantu dukun beranak (sibaso) untuk bersalin. Kemudian lahirlah bayi laki-laki dan setelah dimandikan sang bayi langsung ditukarkan sesuai pesan tadi.
Diadakanlah acara makan bersama (pangharoanion) untuk syukuran kelahiran bayi itu. Seluruh penduduk kampung pun diundang. Mendengar kabar bahwa adik tirinya adalah laki-laki maka RAJA PARSURATAN menjadi benci dan ingin membunuh adiknya itu sebab menurutnya kelak akan ada pewaris harta ayahnya selain dia.
RAJA PARSURATAN pun datang ke acara itu dan dia membawa pisau penyadap pohon enau di dalam sarung yang terselip di pinggangnya.
Kehadirannya membuat semua orang terharu sebab selama ini dia memusihi ibu tirinya, namun di saat kegembiraan dirasakan dan dirayakan ibu tirinya ia turut hadir di sana. itulah penilaian orang kebanyakan.
Padahal, sebenarnya RAJA PARSURATAN hendak memanfaatkan momen ini untuk membunuh sang adik tiri. Lalu ia meminta agar dirinya boleh memangku adiknya yang baru lahir itu. Dan bayi yang telah bertukar tadi pun dipangkunya hingga bayi itu basah atau kencing. RAJA PARSURATAN ingin mengganti kain popok adiknya.
Inilah kesempatan yang tepat bagi RAJA PARSURATAN untuk menyakiti adik tirinya itu. Ia berencana untuk menyelipkan pisau ketika mengganti kain popok adiknya. Ia pun meminta kain pengganti itu pada SOBOSIHON. Namun SOBOSIHON takut jika RAJA PARSURATAN tahu bahwa bayi yang dipangkunya bukanlah adiknya. Dia mengatakan pada RAJA PARSURATAN supaya ibunya saja yang mengganti kainnya.
Akan tetapi karena RAJA PARSURATAN tetap berkeras untuk mengganti kain adiknya maka orang banyak pun menyuruh SOBOSIHON agar menurutinya.
Saat membuka kain basah bayi yang dipangkunya RAJA PARSURATAN terperanjat karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki. Merasa niatnya sudah terbaca maka geramlah hatinya dan langsung melangkahi bayi itu kemudian berjalan menghampiri SOBOSIHON dan berkata; “Orang mengatakan bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki akan tetapi engkau menipuku dengan memberi anak perempuan orang lain untuk aku pangku, inilah bagianmu” RAJA PARSURATAN menghujamkan pisau tepat di dada dan memotong buah dada SOBOSIHON lalu setelah itu lari meninggalkan acara yang dalam keadaan kacau.
Tak berhasil menemukan dan membunuh adiknya tetapi buah dada SOBOSIHON ibu tirinya telah menjadi tumbalnya (daupna) maka bayi laki-laki itu diberi nama RAJA MARDAUP.
Demikianlah RAJA MARDAUP diselamatkan ‘Nantulang Na Burju’ yang rela menyeberangi danau Toba demi menyampaikan pesan RAJA SI GODANG ULU. Itulah sebabnya sampai sekarang semua keturunan SIMANJUNTAK dari SOBOSIHON sangat menghormati keturunan dari SI GODANG ULU yaitu marga SIHOTANG.
SOBOSIHON melahirkan bayi perempuan. Kabar ini terdengar ke seluruh penduduk daerah Si Bagot Ni Pohan. Namun hal ini tidak meresahkan hati RAJA PARSURATAN sebab dalam tradisi Batak anak perempuan tidak berhak dalam pembagian warisan. Jadi kelahiran adik tiri yang perempuan ini turut menggembirakan RAJA PARSURATAN. Sang bayi diberi nama SI BORU HAGOHAN NAINDO.
Selang beberapa tahun kemudian SOBOSIHON melahirkan lagi. Begini ceritanya sehingga sang bayi diberi nama RAJA SITOMBUK.
Tak henti-hentinya RAJA PARSURATAN mengamati kehidupan ibu tirinya yang dia anggap bisa mengurangi jatah harta warisan untuknya kelak. Dia bertanya kepada orang pintar apa jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan ibunya. Setelah mengetahui bahwa bayi laki-laki jawabannya, dia berusaha merancang kecelakaan agar bayi itu tidak bernyawa saat dilahirkan.
Saat ayah dan ibunya tidak berada di rumah, dia bekerja keras untuk memotong kayu penghalang papan yang ada tepat di sekeliling tiang tengah rumah (tiang siraraisan) dimana setiap ibu rumah tangga yang hendak bersalin akan menyandarkan badannya di tiang itu dan kain pegangan yang dipakai untuk bersalin juga digantungkan di situ.
Adapun maksud RAJA PARSURATAN agar saat ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh ketika diduduki setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit. Apa yang terjadi? Ternyata kayu itu patah sebelum sang bayi lahir dan tembuslah lantai rumah itu. Karena kaget setelah tergeletak di kolong rumah, seketika itu melahirkanlah SOBOSIHON dan bayinya selamat. Bayi itu diberi nama RAJA SITOMBUK. Tombus dalam bahasa Indonesia ‘tembus’. Papan lantai rumah telah tembus dan kejadian itu pulalah yang membuat bayi dilahirkan selamat walau tanpa bantuan dukun beranak.
Dengan bantuan dukun beranak lahirlah bayi perempuan yang kedua bagi SOBOSIHON lalu oleh RAJA MARSUNDUNG bayi itu diberi nama SI BORU NAOMPON. Sebelum proses persalinan RAJA PARSURATAN telah mengetahui dari orang pintar bahwa adiknya adalah perempuan. Hal ini tidak menjadi masalah baginya walau ketamakan akan harta warisan masih memenuhi hati dan pikirannya saat itu.
Rupanya kali ini RAJA PARSURATAN pergi lagi bertanya kepada orang pintar perihal jenis kelamin adik tirinya yang akan lahir. Jawaban dan pemberitahuan yang diterimanya bahwa adiknya adalah laki-laki. Dia teringat akan permintaan orang Batak perihal rumah; “Jabu sibaganding tua ima hatubuan ni anak dohot boru si boan tua”. Artinya “Rumah tempat berbagai macam tuah adalah tempat lahirnya putera dan puteri pembawa tuah”.
Kali ini RAJA PARSURATAN ingin memusnahkan rumah tempat tinggal ayahnya dan ibu tirinya. Dia sendiri telah mempunyai rumah setelah menikah dan pisah rumah dari orang tuanya (manjae). Dia hanya mempunyai seorang anak laki-laki dan dia merasa posisinya kelak terancam jika semakin banyak anak laki-laki yang dilahirkan ibu tirinya. Inilah yang membuat dirinya selalu ingin berbuat sesuatu untuk melenyapkan setiap bayi laki-laki dari ibu tirinya.
Waktunya tiba dan SOBOSIHON akan melahirkan bayinya. Para ibu bersama dukun beranak telah berkumpul dan memasuki rumah RAJA MARSUNDUNG. Dari kejauhan RAJA PARSURATAN mengamat-amati mereka. Setelah melihat mereka telah masuk ke rumah maka RAJA PARSURATAN membawa sulutan api. Dia membakar atap rumah dari bagian dapur. Api menyala dan semua ornag berhamburan keluar rumah termasuk SOBOSIHON. Dia panik sambil berteriak Api… api… api… api… Ia pun berpegangan pada batang bambu yang berada di pinggir pekarangan rumahnya.
Tidak lama kemudian, orang-orang berdatangan ke sana dan berusaha bergotong royong memadamkan api. Perhatian orang teruju pada rumah yang mulai terbakar dan pada saat itu pula di bawah pohon bambu lahirlah anak kelima dari SOBOSIHON yang kemudian diberi nama RAJA HUTABULU karena bayi itu dilahirkan di bawah pohon bambu di kampungnya. Meskipun selalu mendapat rintangan namun SOBOSIHON tetap tabah dalam setiap proses persalinannya karena RAJA MARSUNDUNG dan keluarga SOMBA DEBATA SIAHAAN terutama Boru LUBIS sangat memperhatikan dan mengasihinya.
Saat berusia kira-kira delapan puluh tahun, RAJA MARSUNDUNG pun meninggal dunia. Kepergian suaminya sangat membuat hati SOBOSIHON sedih sementara anak bungsu mereka masih menyusui dan keempat anaknya yang lain masih belum cukup dewasa.
Bagi suku Batak Toba anak tertua adalah pengganti ayah bagi adik-adiknya. Yang paling kehilangan sosok ayah hanya anak tertua. RAJA PARSURATAN menggantikan kedudukan ayahnya dalam segala hal penting terutama menjadi kepala keluarga. Situasi ini dimanfaatkan RAJA PARSURATAN untuk menguasai semua aspek kehidupan ibu tiri dan adik-adiknya sehari-hari. Dia selalu bersikap diktator terhadap adiknya terutama yang laki-laki. Namun SOBOSIHON selalu mengingatkan anak-anaknya agar selalu menghormati abang tirinya yang merupakan pengganti ayah.
Setelah beberapa tahun ayahnya meninggal RAJA PARSURATAN memanfaatkan tenaga keenam orang adiknya serta istrinya untuk mengurus semua kebun dan sawah peninggalan mendiang ayahnya dan dikelola seefektif mungkin. Perekonomian RAJA PARSURATAN pun meningkat. Ia kemudian membangun rumah ukir (ruma gorga).
Setelah bangunan induk selesai, proses berikutnya dalam pembangunan rumah ukir tersebut adalah pembuatan ukiran.
Untuk mengukir relif rumah pada masa itu lazim digunakan darah manusia sebagai campuran pewarna relif. Hal tersebut agar rumah itu mempunyai semangat atau ada keangkerannya.
Mengingat RAJA PARSURATAN bukanlah seorang yang kuat dalam berperang maka tidak mungkin baginya mendapatkan darah manusia dengan cara berperang melawan negeri lain.
Timbullah niat jahat RAJA PARSURATAN terhadap saudara tirinya. Pada suatu sore ia meliahat kedua adik perempuannya tampak akrab sebab memang SIPAREME sudah gadis dan HAGOHAN NAINDO mulai remaja.
RAJA PARSURATAN ingin membunuh adik tirinya untuk diambil darahnya sebagai campuran pewarna rumah ukirnya. Kedua adik perempuannnya ini sering sama-sama tidur dengan ibu mereka.
Hampir setiap malam keduanya menganyam tikar (mangaletek) dan bila sudah larut mereka tidur tanpa menyalakan lampu.
Sedangkan untuk menghindari gigitan nyamuk mereka menutup badannya dengan tikar (marbulusan). kebiasaan tidur marbulusan ini berlanjut sampai sekarang dan masih dapat kita jumpai di beberapa daerah di Tapanuli Utara. Demikianlah tiap malam cara kedua gadis ini menghabiskan waktu.
Tentang rencana jahat RAJA PARSURATAN, untuk membedakan yang mana yang harus dibunuh maka kepada SIPAREME diberikan sebuah gelang yang terbuat dari gading. Konon gelang itu merupakan pusaka pemberian dari mendiang Boru HASIBUAN, ibu kandungnya RAJA PARSURATAN. Lalu SIPAREME pun memakai gelang itu. Melihat gelang yang sangat putih dan menyala dalam gelap, HAGOHAN NAINDO tertarik akan gelang itu. Dia meminjam dan kemudian memakainya. Seperti biasanya mereka menganyam tikar setelah malam tiba mereka tidur marbulusan dan gelang tadi masih di tangan HAGOHAN NAINDO.
Malam itu menjelang subuh datanglah pembunuh bayaran ke rumah RAJA PARSURATAN dengan membawa pisau. RAJA PARSURATAN berpesan pada pembunuh itu bahwa sekarang ada dua gadis yang tidur di rumah ayahnya dan gadis yang tidak memakai gelanglah yang harus dibunuh. Pembunuh itupun melaksanakan tugasnya kemudian SIPAREME dibunuh lalu darahnya ditampung dan diberikan kepada RAJA PARSURATAN. Sementara mayat SIPAREME dibuang ke lembah yang tak dapat dituruni yaitu yang sekarang terletak di lembah Sipintu Pintu (perbatasan antara Balige dengan Siborong Borong). Matahahari pun terbit dengan air mata dan tangisan HAGOHAN NAINDO karena kakaknya telah hilang. Demikianlah rencana jahat RAJA PARSURATAN dimana dia hendak membunuh HAGOHAN NAINDO tetapi yang terbunuh adalah SIPAREME yaitu adik kandungnya satu – satunya.
Melihat tindak-tanduk anak tirinya SOBOSIHON selalu bersusah hati, apalagi setelah SIPAREME diketahui dibunuh dan darahnya dijadikan campuran pewarna ukiran rumah RAJA PARSURATAN. Hal ini membuat SOBOSIHON jatuh sakit hingga penyakitnya parah. Saat penyakitnya semakin memburuk, dia dikelilingi kelima anaknya, sedang RAJA PARSURATAN seperti biasanya pergi ke sawah.
Saat itu SOBOSIHON berpesan:
- Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu RAJA PARSURATAN akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya MULA JADI NA BOLON (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.
- RAJA PARSURATAN itu adalah abangmu sebagai ganti ayah bagimu, dimana dia duduk janganlah kamu menghampiri dan jika kamu sedang duduk di suatu tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah ganti ayah bagimu yang harus kamu hormati.
- Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila kamu sedang menyalakan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu asapnya terhembus angin ke rumahnya atau ke arah di mana abangmu berada padamkanlah apimu itu supaya dia tidak mengeluarkan air mata karena asap apimu walaupun kamu harus terlambat menyiapkan masakanmu.
- Jangan bertengkar dengan abangmu, sebab itu apabila tanamanmu ada yang condong tumbuh mengarah ke pekarangan rumahnya seumpama tanaman pisangmu sedang tumbuh dan berjantung maka lebih baik tebang saja itu dari pada setelah buahnya ada lalu diambil oleh anaknya dan kamu tidak bisa menahan emosimu dan bertengkar.
Setelah menyampaikan pesannya SOBOSIHON menghembuskan nafas terkahir. Pesan inilah yang sampai saat ini terus mewarnai pola hidup dari keturunan RAJA MARDAUP, RAJA SITOMBUK dan RAJA HUTABULU dan pesan-pesan tersebut sangat dihargai dan dituruti oleh seluruh keturunan SIMANJUNTAK SI TOLU SADA INA.



LINK VIDIO .
https://www.youtube.com/watch?v=XOO2GN9sDIA&t=141s


Minggu, 16 Februari 2025

Buku Ruhut ruhut Adat Batak Toba Marga marga yang ada di jakarta sekitar

 





 

 

KATA SAMBUTAN

KETUA UMUM DEWAN MANGARAJA LABB

 

Horas tondi madingin, pir tondi matogu.

Shalom.

Pertama-tama dan yang paling utama, marilah kita panjatkan puji syukur kepada

Tuhan yang maha esa atas perkenanNya

edisi revisi buku ruhutruhut paradaton ini dapat diterbitkan oleh DM LABB yang perbaikannya dilakukan oleh Tim Adhoc Penyempurnaan buku Ruhut ruhut Adat Batak Toba DM LABB.

Dewan Mangaraja sebagai lembaga tertinggi dalam ketatalembagaan Lokus Adat Budaya Batak (LABB) yang didirikan pada tanggal 5 Desember 2018, telah diakui oleh Negara/Pemerintah RI melalui Surat Keputusan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Nomor : AHU-384.0004692.AH.01.07.THN 2019 tanggal 24 April 2019.

Dalam Sidang Umum Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak yang diikuti oleh hampir dua ratusan Ketua Punguan Marga, Ketua Punguan Parsadaan Marga dan Aktivis Sosial Budaya Batak, Dewan mendapat amanat “Tri Embanan” untuk direalisasikan. Pertama, menghadirkan Buku Ruhutruhut Adat Batak di Jabodetabek. Kedua, menghadirkan Buku Pranata Hukum Adat Batak. Ketiga, memelihara dan mengembangkan Seni Budaya Batak. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya atas nama Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak, menyampaikan rasa bangga dan salut kepada seluruh anggota Dewan Mangaraja dan Tim atas terbitnya edisi kedua Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba di Jabodetabek. Memperhatikan isi dan revisi buku ini sudah layak dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan Adat Batak Toba di Jabodetabek, isinya implementatif, ringkas dan mudah dimengerti, harapan kami penerapan buku ini akan menghasilkan pelaksanaan adat Batak Toba yang sesuai dengan tuntutan perubahan jaman tanpa melupakan/menghilangkan esensi dari adat batak itu sendiri dan diharapkan harus dapat dilaksanakan oleh semua kalangan, baik kalangan ekonomi lemah maupun kalangan ekonomi mampu.

 

 

 

 

             Selaku     wadah     perkumpulan     marga-marga,     Dewan

Mangaraja memiliki tanggungjawab moril agar isi buku ini dapat tersosialisasikan dan dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan di lingkungan marga-marga batak toba khususnya Jabodetabek. 

 

Berkenaaan dengan tanggungjawab tersebut, maka kami mengihimbau agar seluruh anggota Dewan Mangaraja LABB dapat berperan aktif dalam pelaksanaannya, dan untuk menjaga kesinambungan pelaksanaannya secara khusus kami menugaskan Ketua Badan Bimbingan dan Penyuluhan Adat dan Seni Budaya Dewan Mangaraja LABB Ir. Nikolas Sinar Naibaho, MBA untuk memimpin tim yang ditugaskan dalam melakukan sosialisasi dan juga monitoring & evaluasi secara berkala.

Kami meyakini bahwa implementasi buku ruhutruhut adat  Batak toba ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh semua pihak yang berkepentingan, terutama para Ketua-ketua marga, Raja Parhata marga-marga dan para tokoh-tokoh batak/pemerhati adat batak toba.

Akhir kata atas nama LABB, saya selaku Ketua Umum Dewan Mangaraja LABB menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas perhatian dan dukungan dalam penerbitan dan implementasi buku ini, semoga buku ini mendapat perhatian yang baik dari para pembaca, dan kami sangat berharap mendapat kritik dan saran yang membangun dari para pihak yang berkepentingan.

 

Terima kasih

Jakarta, November 2024

 

 

 

 

 

 

    

KATA SAMBUTAN

KETUA UMUM DPP LABB

LOKUS ADAT BUDAYA BATAK

 

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan  karunia yang kita terima melalui tahun 2024 hingga kita memasuki tahun 2025 dalam sukacita yang luar biasa ditengah keluarga maupun didalam perkumpulan kita Lokus Adat Budaya Batak.

Pada kesempatan ini perkenankan kami atas nama DPP LABB (Lokus Adat Budaya Batak) untuk meyampaikan dukungan atas Sosialisasi Penyempurnaan Buku RuhutRuhut Adat Batak Toba seJabodetabek yang dilaksanakan oleh Tim Adhoc dari Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak (DM LABB) yang secara khusus ditugaskan kepada Ketua Badan Bimbingan dan Penyuluhan Adat dan Seni Budaya, DM LABB : Ir. Nikolas Sinar Naibaho, MBA untuk memimpin Tim ini dalam rangka pelaksanaan sosialisasi dan monitoring serta evaluasi secara berkala.

Harapan kami semoga Sosialisasi tersebut dapat menyempurnakan secara teknis Ruhut-Ruhut Adat Batak Toba di Jabodetabek yang kemudian dapat

direkomendasikan untuk dicetak sebagai pedoman margamarga BatakToba seJabodetabek.

Akhir kata atas nama DPP LABB kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak atas dukungan pelaksanaan sosialisasi dalam rangka penyempurnaan buku ini , semoga buku ini mendapat perhatian serta partisipasi dari pengurus marga marga Batak Toba Sejabodetabek 

 

Terima kasih

 

Jakarta, Januari 2025

 

 

 

 

Kepada Yth :

Amanta Raja 

Ketua Umum Punguan Marga Marga Batak Toba

Di Jabodetabek

 

Dengan hormat,

Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan PerlindunganNya kita sehat menjalani tahun 2025 ini.

Pada kesempatan ini sebagaimana amanah yang diterima Tim Adhoc dari Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak (DM LABB) melalui Surat Keputusan Nomor: 05/SK-DM LABB/I/2025 tertanggal 2 Januari 2025, 

Perihal : Penyempurnaan Buku Ruhut Ruhut Adat Batak Toba seJabodetabek, maka dengan ini kami sampaikan materi bahan sosialisasi tentang penyempurnaan buku tersebut dalam bentuk PDF.

Adapun buku dalam bentuk PDF tersebut terdiri dari 7 (Tujuh) BAB namun dalam konteks ini yang perlu dibahas adalah Bab III s/d VI yang antara lain:

Bab III: Acara Pesta Pernikahan (Ulaon Unjuk)

Bab IV: Pernikahan Campuran (Antar Suku / Etnis)

Bab V: Acara Doa (Ucapan Syukur / Ulaon Partangiangan)

Bab VI: Acara Adat Kematian (Marujung Ngolu)

Dalam hal ini perlu kita prioritaskan bahwa dari keseluruhan bab tersebut , kita sepakat bahwa BAB III tentang Acara Adat Pesta Pernikahan (Ulaon unjuk), karena hal tersebut dalam pengamatan kami dibeberapa "ulaon adat" perkawinan , terkadang ada yang belum klop / sepakat antar kedua pihak suhut / parhata secara teknis , dikarenakan adanya istilah perbedaan "solup" dari marga-marga yang berbeda.

Berkenaan dengan kasus yang banyak kita alami seperti disebut diatas, maka tanpa mengurangi rasa hormat kami dari Tim Adhoc yang ditugaskan DM LABB, mohon kiranya Amanta Raja Ketua marga-marga  dan Amanta Raja Parhata marga-marga (yang diutus oleh Punguan Marga Marga Batak Toba) bersedia untuk hadir pada waktu dan tempat  yang kita sepakati bersama melalui undangan yang akan kami sampaikan pada waktu yang akan datang.

Namun sebelum acara  pertemuan tatap muka secara formal , terlampir kami kirim bahan yang sudah update khusus BAB III Buku Ruhut-Ruhut Adat Batak Toba seJabodetabek dengan maksud untuk dipelajari bersama . 

Untuk sosialisasi kami akan mengundang ketua umum marga marga yang didampingi bidang adat dari marga tersebut , dan untuk update data pengurus marga marga , mohon di WA ke Sekretariat Tim Adhoc pada nomor : 081311218877 dengan Sdr. Aron Jonathan Naibaho , S.H. Demikianlah kami sampaikan materi beserta rencana pertemuan yang akan datang. Atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terimakasih.

 

Salam dan Hormat Kami ,

Tim Adhoc Penyempurnaan Buku Ruhut Ruhut  Adat Batak Sejabodetabek .

 

 

Tembusan:

1.  Ketum DM LABB

2.  Ketua Dewan Penasehat DM LABB

3.  Ketua Badan Pengawas DPP LABB

4.  Ketum DPP LABB

5.  Arsip 

 

DAFTAR ISI

SK TIM ADHOC ………………………………………………………  1

KATA SAMBUTAN

KETUA UMUM DEWAN MANGARAJA LABB……………..………… 3

KETUA UMUM DPP LABB  ………………………………………  7

UNDANGAN TIM ADHOC PENYEMPURNAAN BUKU 

RUHUT RUHUT ADAT BATAK …………………..………………….. 9

DAFTAR ISI……………………………………………………………. 12

SEKAPUR SIRIH DARI TIM ADHOC ………………………………..13

BAB III : ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)……...15 A. HORI HORI DINDING DAN PATUA HATA SERTA

MARHUSIP ……………………………………………………….15

B. ULAON MARTUMPOL, MARHATA SINAMOT dan MARRIA

RAJA (3 M) …………………………………………………........ 17 C. ACARA PADA HARI PERNIKAHAN ( UNJUK ) DI

JABODETABEK ………………………………………………….21

D. ACARA DI GEDUNG……………….…………………………    23

BAB IV : ADAT PERNIKAHAN CAMPURAN ……………………… 35

                   TATA CARA PELAKSANAAN PERNIKAHAN CAMPURAN …..…….. 35

BAB V : ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN) ……………. 38

BAB VI : ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU) …… 46

 

BUKU RUHUT RUHUT ADAT BATAK TOBA 

SEJABODETABEK TERBIT TAHUN 2019  …………………..…    62

 

 

SEKAPUR SIRIH 

 

Sekapur sirih dari Tim Adhoc tentang : Acara pesta pernikahan (ulaon unjuk) di Jabodetabek .

Untuk alasan EFEKTIF dan EFISIEN , pelaksanaan acara

PERNIKAHAN BATAK , mayoritas menggabungkan ACARA ADAT BATAK TOBA dan ACARA RESEPSI / NASIONAL .

Dimana dalam dua acara tersebut dilaksanakan di TEMPAT YANG SAMA dan JAM YANG SAMA .

Digabungnya dua acara ini di Tempat dan Jam yang sama , tentu menimbulkan teknis yang berbeda , sehingga ada yang berpendapat bahwa acara resepsi seolah lebih dominan dari acara adat , atau sebaliknya .

Dengan digabungnya dua acara ini di tempat dan jam yang sama , maka sudah ada teknis acara resepsi yang bertentangan dengan ESENSIAL dari ACARA ADAT  BATAK TOBA .

 

Sebagai contoh di kota Medan , Dihari dan tempat yang sama , acara resepsi dan acara adat , dipisah ruangan dan teknisnya , sehingga acara resepsi tidak terlalu mengganggu ESENSIAL acara adat  . 

Sedangkan di Jabodetabek untuk saat ini , acara adat dan resepsi digabung menjadi satu tempat dan di jam yang sama

.

Bagi mayoritas generasi muda / milenial yang umumnya lebih condong ke acara resepsi , tentu menjadi dilema . Bagi mayoritas orang tua / natuatua yang umumnya lebih condong ke acara adat batak , tentu menjadi dilema juga . Dengan segala kekurangan dan kelebihannya , melalui DMLABB ( Perkumpulan Ketum marga marga ) , sudah perlu kita sepakati teknis untuk win win solution dengan kondisi gedung yang ada di Jabodetabek saat ini .

 

Dan mengingat perkembangan lingkungan dan kemajuan zaman yang sangat cepat yang mempengaruhi  masyarakat Batak Toba, khususnya generasi milenial, sangatlah perlu kita lakukan penyesuaian terhadap Tata Laksana Paradaton menuju 3E ( Esensial, Efektif dan Efisien) .

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

BAB III

ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)

 

A.  HORI HORI DINDING DAN PATUA HATA SERTA

MARHUSIP

a)      Dilaksanakan di rumah / tempat parboru .

b)      Sebelum dilaksanakan ulaon patua hata, terlebih dahulu dilaksanakan horihori dinding oleh boru dari kedua hasuhuton yang bertindak sebagai domudomu. 

 Akan tetapi apabila kedua calon pengantin dan hasuhuton Paranak (laki-laki) dan Parboru (Perempuan) sudah saling mengenal, ditambah dengan canggihnya alat komunikasi pada masa kini, maka pembicaraan dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui domudomu.

c)      Patua Hata dalam adat Batak artinya meningkatkan hata ni naposo (rencana pemuda / pemudi)  menjadi hata ni natuatua, dimana  pihak paranak (laki-laki) berkunjung ke rumah / tempat parboru (perempuan).

d)      Kedua hasuhuton paranak dan parboru masingmasing, yang hadir cukup hanya suhut dan kakak adik kandung.

e)      Untuk patua hata ini tidak wajib ada tudu tudu sipanganon dan dengke .

f)        Paranak yang berkunjung ketempat parboru  , agar membawa buah tangan , berupa makanan untuk dimakan bersama di rumah / tempat parboru .

g)      Pada acara berkunjung Pihak paranak melaksanakan patua hata , dengan menyampaikan rencana anak dan calon menantunya kepada orang tua si wanita , agar rencana ini tidak berhenti hanya di calon pengantin .

h)      Setelah pihak parboru menerima patua hata dari pihak paranak, pihak paranak memohon untuk menyampaikan konsepnya ( marhusip ) tentang rencana kedepan .

i)         Pada acara marhusip ini , Pihak paranak dan parboru  mendiskusikan   berbagai hal  menyangkut tanggung jawab adat masing-masing , dimana hal yang perlu dibicarakan seperti :

1)         Ise do bolahan amak ( Rumang ni ulaon : Alap jual atau taruhon jual)  

                                    Catatan : 

                                    Alap jual : Tempat pesta dihalaman Parboru  dan

Taruhon jual : Tempat pesta dialaman Paranak 2) Balga ni sinamot 3) Godang ni ulos. 

4)         Parjuhutna.

5)         Parjambaron.

6)         Inganan dohot tingki di na marhata sinamot.

7)         Inganan dohot tingki Martumpol (kalau ada)

8)         Inganan dohot tingki Pesta unjuk  

9)         Godang ni undangan  

10)    Dohot na asing / Dan lain lain .

 

 

B.  ULAON MARTUMPOL, MARHATA SINAMOT dan

MARRIA RAJA ( 3 M )

a)      Ulaon martumpol , marhata sinamot , marria raja dipatupa di bagasan sadari i.

b)      Pelaksanaan ketiga ulaon ini praktisnya dirangkaikan dengan ulaon mangain (kalau ada)

 

1)         MARTUMPOL

a)    Ulaon martumpol adalah acara gerejawi, bukan bagian dari acara adat, dilaksanakan di gereja ni parboru atau di gereja lain yang lebih dekat ke tempat ulaon  marhata sinamot.

b)    Tata Laksana Martumpol adalah :

1.   Paranak dan  parboru mengundang kehadiran  hulahula , tulang ,  dongan tubu, boru / bere, raja parhata, dongan sahuta dohot aleale.

2.   Persiapan saksi dari pihak paranak dan parboru. 3. Perlengkapan untuk acara tukar cincin ( note :

tergantung tatib gereja )

4.   Acara Gereja (Pangula ni Huria).

5.   Diakhir acara martumpol, mandok hata paidua ni suhut pihak paranak dan parboru ( hata mauliate dan mengundang acara berikutnya) 

6.   Parboru paradehon makanan ringan dohot minuman ( lampet, snack ).

   

 

2.   MARHATA SINAMOT

a)    Ulaon marhata sinamot dilaksanakan di tempat parboru atau digelar di dekat gereja tempat martumpol, misal : di gedung pertemuan atau di ruang serbaguna gereja ni parboru atau paranak.

b)    Peserta dari paranak dan parboru : Dongan tubu, boru / bere, hulahula dohot dongan sahuta.

c)    Calon pengantin ikut pada acara marhata sinamot

d)    Paranak paradehon sipanganon nalaho ulaon marhata sinamot

e)    Paranak membawa tudu tudu sipanganon , parboru menyediakan dengke

f)      Tata Laksana Marhata Sinamot : 

a.       Paranak  dohot  parboru  mengundang  keluarga  yang mewakili dongan tubu, boru / bere, hulahula, dohot dongan sahuta.

b.       Sebelum makan bersama Paranak  pasahat tudutuduni   sipanganon tu parboru dan parboru pasahathon dengke tu paranak .

c.       Doa makan oleh paranak

d.       Pembagian parjambaron seperti ulaon unjuk yang sudah biasa dilakukan di Jabodetabek  

e.       Parboru dan paranak masisisean  .

f.         Saat marsisean dinamarhata sinamot belum dijalankan pinggan panungkunan dan akan dijalankan saat acara unjuk  .

g.       Saat marsisean , pihak parboru manise paranak tentang makanan dan lain lainnya

h.       Yang akan disepakati adalah seperti :

1)   Ise do bolahan amak ( Rumangni ulaon : Alap jual atau taruhon jual).

2)   Inganan dohot tingki ulaon unjuk

3)   Tingki / Inganan Marsibuha buhai (sarapan)

4)   Inganan tarpasu pasu  

5)   Balga ni sinamot

6)   Parjuhutna

7)   Parjambaron 8) Godang ni ulos. 

9)      Godang ni undangan  

10) Dohot na asing

i)        Saat marsisean , Pihak paranak dan Parboru meminta pendapat dongan tubu ,  boru , dongan sahuta dan hula hula .

j)        Paranak pasahat patujolo / bohini  sinamot tu suhut  parboru .

k)      Suhi ampang na opat dohot todoan na mangihut, dipasahat paranak tu parboru tingki ulaon unjuk.

l)        Tingki ulaon unjuk , Marsinangkoki tangga ni balatuk na be

m)   Diakhir acara marhata sinamot , Mardalan ingot  ingot disaksikan oleh pengantin .

Catatan :

Karena kondisi tempat , waktu dan lain lain , Marhata sinamot dapat dilakukan setelah ataupun sebelum martumpol.

   

 

3.   MARRIA RAJA

a.   Ulaon marria raja dilakukan sebagai persiapan dalam melaksanakan pemberkatan pernikahan dan pesta unjuk.

b.   Tata Laksana Marria Raja adalah :

1)   Diikuti oleh perwakilan dongan tubu, boru, pengurus punguan dan dongan sahuta.

2)   Penunjukan Protokol.

3)   Penunjukan Raja Parhata.

4)   Pendistribusian undangan.

5)   dll

Catatan : 

Hasuhuton mempersiapkan sipanganon, tanpa namargoar (tudutudu ni  sipanganon).

 

 

 

   

 

C. ACARA PADA HARI PERNIKAHAN ( UNJUK ) DI

JABODETABEK

 

1. SIBUHABUHAI / MAMBUHAI ULAON (SARAPAN PAGI)

Pada dasarnya ulaon sibuhabuhai pada acara  di alap jual, dilaksanakan  di rumah suhut parboru . 

Suhut paranak dan parboru, didampingi  dongan tubu / keluarga dekat dengan boru. 

a.   DI ULAON ALAP JUAL ( MARSIBUHABUHAI )

1). Di rumah / tempat parboru

                                            2). Paranak    membawa    makanan     namargoar

(tudutudu ni sipanganon),  3). Parboru menyiapkan dengke.

4). Parboru siapkan dengke untuk mangupa-upa calon pengantin

 

b.   DI ULAON TARUHON JUAL  ( MAMBUHAI ULAON

/ SARAPAN PAGI) 

1). Di rumah / tempat paranak

                                            2). Paranak      tidak      menyiapkan      namargoar

(tudutudu ni sipanganon), 

3). Parboru tidak menyiapkan dengke.

4). Parboru siapkan dengke untuk mangupa-upa calon pengantin

 

c.    Di pintu masuk, calon pengantin perempuan menyambut kedatangan calon pengantin laki-laki dan menyematkan bunga dada (Corsage).

Selanjutnya calon pengantin laki-laki menyerahkan bunga tangan  (hand bouqet) kepada calon pengantin perempuan.

 

d.   Setelah doa makan oleh pihak paranak, parboru mangupaupa boruna / calon pengantin perempuan.

 

e.   Pihak parboru menutup doa makan, selanjutnya rombongan kedua hasuhuton berangkat ke gereja.

 

 

2. ACARA PEMBERKATAN        PERNIKAHAN (PAMASUMASUON)

Acara pemberkatan pernikahan dapat dilaksanakan di gereja ni parboru untuk dialap  jual, di gereja ni paranak untuk di taruhon jual atau meminjam gereja lain yang lebih dekat ke gedung pesta. 

a.    Setelah acara pemberkatan, suhut paranak mandok hata/ucapan terimakasih  kepada majelis jemaat dan mengundang hadirin ke gedung pesta.

b.    Demikian juga suhut parboru, mandok hata /  ucapan terima kasih kepada Majelis Jemaat dan mengundang hadirin ke gedung pesta. 

c.    Catatan Sipil dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan gereja yang bersangkutan.

 

 

 

 

D.  ACARA DI GEDUNG

1. Ulaon Dialap Jual (Alaman Ni Parboru)

A.     Prosesi Parmasuk ni Pengantin ulaon  Dialap

Jual .

1)      Parboru dohot Dongan tubu, boru/ bere, dongan sahuta dohot aleale , nunga dibagas gedung, di inganan naung ditontuhon.

2)      Paranak dohot Dongan tubu, boru/ bere, dongan sahuta dohot aleale , nunga dibagas gedung, di inganan naung ditontuhon.

3)      Parboru manjalo hula hula dohot uduran na di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).

4)      Paranak manjalo hula hula dohot uduran na di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).

5)      Suhut paranak dohot suhut parboru rap masuk  tu gedung mangiringi pengantin.

 

B.     Ulaon Dialap Jual: Parboru Parjolo Manjalo

Horong ni Hulahula dohot uduranna

a.   Sisahali manjalo ma suhut parboru diharoro ni uduran ni hulahula dohot tulang.

b.   Di tingki na manjalo uduran ni hulahula dohot tulang, hot ma nasida (parboru) di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).

c.   Holan hulahula dohot tulang ni parboru ma manghunti tandok boras napir dohot mamboan dengke, horong ni hulahula dohot tulang na asing i, unang pola mamboan dengke , holan boras na pir ma

 

Catatan :

1)   Andorang so masuk hulahula/ tulang tu bagas gedung, jolo dipatangkas protokol ma urutan ni panjouonna, ima: a. Hulahula.

b.   Tulang Suhut.

c.   Tulang bao/Tulang rorobot.

d.   Bona tulang.

e.   Hula hula namarhaha anggi

f.     Hulahula naposo / hulahula anak manjae

2)   Disamping dengke Jual dari suhut parboru, dengke siuk yang disiapkan jumlahnya hanya 2 nampan (1 nampan dengke dari hulahula dan 1 nampan dengke dari tulang suhut ).

   

2. Ulaon Taruhon Jual ( Alaman Ni Paranak )

                                   A. Prosesi     Parmasuk     ni     Pengantin     ulaon 

Ditaruhon Jual ( Alaman ni Paranak )

1)         Paranak dohot Dongan tubu, boru/ bere, dongan sahuta dohot aleale , nunga dibagas gedung, di inganan naung ditontuhon.

2)         Suhut paranak manjalo suhut parboru masuk  tu bagas gedung, mamboan jualna .  

Unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).

3)         Paranak manjalo hula hula dohot uduran na di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).

4)         Parboru manjalo hula hula dohot uduran na di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).

5)         Suhut paranak dohot suhut parboru rap masuk  tu gedung mangiringi pengantin.

  

B. Ulaon Taruhon jual : Paranak Parjolo  Manjalo Horong ni Hulahula dohot Tulang . 

a.   Sisahali manjalo ma suhut paranak diharoro ni hulahula dohot uduranna.

b.   Di tingki na manjalo hulahula dohot uduranna, hot ma paranak di Pogu ni Alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).

 

c.   Holan hulahula dohot tulang ni paranak ma manghunti tandok boras napir dohot mamboan dengke, horong ni hulahula dohot tulang na asing i, unang pola mamboan dengke , holan boras na pir .

 

Catatan :

1)   Andorang so masuk hulahula/ tulang tu bagas gedung, jolo dipatangkas protokol ma urutan ni panjouonna, ima: a. Hulahula.

b.   Tulang Suhut.

c.   Tulang bao/Tulang rorobot.

d.   Bona tulang.

e.   Hula hula namarhaha anggi

f.     Hulahula naposo/ hulahula anak manjae

2)   Disamping dengke Jual dari suhut parboru, dengke siuk yang disiapkan jumlahnya hanya 2 nampan (1 nampan dengke dari hulahula dan 1 nampan dengke dari tulang suhut).

 

3. Pasahat tudutudu ni sipanganon / pasahat  dengke Dung sude raja na niontang tipak di hundulanna be, andorang so marsipanganon : 

a.   Paranak didampingi sisolhot pasahat namargoar ( tudutudu ni sipanganon ).

b.   Parboru pasahat dengke.

 

 

 

4. Tangiang/Marsipanganon

a.   Tangiang marsipanganon sian paranak.

b.   Paranak pasahat sulangsulang na tabo tu horong ni suhut parboru dohot  hulahula/tulang.

c.   Kedua hasuhuton borhat patamahon na ni ontang songon na pasangaphon.

 

5. Marbagi Jambar (Sidapot solup do na ro) 

a.   Dung hirahira satonga manang tolu paropat marsipanganon, di ulahonma na marbagi jambar. 

b.   Parboru manise paranak taringot tu partording ni tudutudu sipanganon.

c.    Di na marbagi jambar, berpedoman pada prinsip sidapot solup do na ro.  

d.   Dituliskan di kertas, nama nama penerima jambar

e.   Agar tidak berbenturan dengan musik, nama nama penerima jambar segera diumumkan oleh protokol parboru dan paranak.

f.      Paranak minta waktu ke parboru untuk manjalo tumpak  

g.   Saat paranak manjalo tumpak kedua belah pihak dapat membagi jambar tidak lagi memakai mic ( pengeras suara) cukup hanya dengan membawa

kertas pengumuman nama nama penerima jambar  

 

6. Manjalo Tumpak

a.   Dung taripar parjambaron, paranak mangido tingki manjalo tumpak pangurupion sian boru / bere, dongan tubu, dongan sahuta dohot ale-ale. 

b.   Semua tamu yang akan memberi ucapan selamat atau yang akan memberi tumpak , sama sama berdiri dan yang memberi kata sambutan tentang tumpak dari punguan marga  / Parsahutaon , Ale ale , cukup diwakili oleh  Ketua Umum punguan marga yang berpesta .

c.    Suhut agar menyampaikan daftar nama undangan dari Punguan / Perkumpulan  / ale ale / dongan sahuta , ke Protokol / kordinator acara untuk dibacakan oleh ketua umum punguan punguan marga ni suhut paranak .   

d.   Saat Ketua umum Punguan marga (Pengurus yang ditunjuk) memberikan kata sambutan agar dibacakan nama nama punguan / perkumpulan yang akan memberikan tumpak / kado . Pada saat penyerahan tumpak / kado , seluruh hadirin sekaligus berbaris menyampaikan dalam satu  barisan dan satu musik  

e.   Punguan marga / punguan parsadaan marga , dohot sude undangan na naeng pasahat tumpak, ndang  pola adong  na marende manang markoor, langsung pasahat tumpak sauduran dohot sude rombongan napasahat tumpak .

f.      Suhut paranak pasahaton hata hamauliateon

g.   Suhut paranak pasigathon tumpak tu parumaen.

 

7. Masisiean

a.   Mardalanma pinggan panukkunan .

b.   Parboru dan paranak masisisean  .

c.    Pihak parboru manise paranak tentang makanan dan lain lainnya

d.   Raja Parhata paranak memberi penjelasan terkait  pembicaraan sebelumnya bahwa pada saat Ulaon Marhata Sinamot, telah disampaikan Bohini sinamot  / Patujolo ni Sinamot.

e.   Acara   berikutnya   akan  di pandu  oleh raja  parhata kedua belah pihak hasuhuton.

 

8. Paranak Pasahat Panggohi ni Sinamot

a.   Suhut Paranak pasahathon Panggohi ni Sinamot tu suhut parboru, sebagai kelanjutan dari     pemberian Patujolo ni Sinamot pada saat acara Marhata Sinamot.

b.   Sebelum panggohi ni sinamot sampai di suhut parboru, akan diperiksa oleh raja parhata paranak dan raja parhata parboru, selanjutnya diserahkan kepada suhut parboru.

 

9. Paranak Pasahat Todoan tu Suhi Ni Ampang Naopat dohot Panandaion

a.   Paranak pasahat todoan tu suhi ni Ampang :

1)      Sijalo bara. 2) Simolohon.

3)  Upa Pariban.

4)  Tulang ni boru muli (upa tulang).

b.   Paranak   pasahat Panandaion dan pinggan panganan

1)      Penyerahan kelompok kelompok panandaion disesuaikan atau sama dengan jumlah  ulos namarhadohoan maksimal 17 hali panjouon.

2)      Jumlah dan detail penerima panandaion  ditentukan oleh suhut parboru (untuk penghematan waktu, dibatasi jumlahnya). 

Catatan : 

a)   Suhut Parboru memberikan upa tulang bersama dengan suhut paranak.

b)   Pada saat memberikan upa tulang, parboru sekalian  menyampaikan pinggan panganan kepada hulahula / tulang dan rombongannya.

 

10. Parboru Pasahat Pinggan Panganan tu uduranna

a.   Pinggan panganan  disampaikan paranak ke dongan tubu  berupa uang di dalam amplop. 

b.   Penyiapannya sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton “masinakkohi  tangga ni balatukna be”, artinya paranak dan parboru menyiapkan sesuai undangan masing-masing.

 

11. Parboru Pasahat Tintin Marangkup dohot  Pinggan Panganan

Pada saat memberikan tintin marangkup, paranak  sekalian  menyampaikan pinggan panganan kepada hulahula / tulang dan rombongannya.

 

12. Parboru Pasahat Ulos na Marhadohoan Si jalo ulos herbang na marhadohoan dibatasi maksimal 17 (sampulu pitu) bulung, ima : 

a.Ulos pansamot kepada orang tua pengantin lakilaki.

b.Ulos hela kepada pengantin.  

c. Pamarai kepada bapatua/bapauda pengantin.

d.Simanggokhon kepada abang/adiknya.

e.Sihunti ampang kepada Ibotona.  

f.   Ulos selebihnya   diserahkan  kepada  suhut  paranak   untuk   pengaturannya. 

g.Parsadaan Marga.  

Catatan :

Pengantin tidak menyerahkan  parcel buah atau  bunga tangan ke hulahula ni paranak dan atau ke hulahula ni parboru.  

 

13. Parboru Pasahat Ulos Holong tu Pengantin

a.   Ulos holong sipasahaton ni parboru tu pengantin maksimum 17 bulung.

b.   Molo tung pe sitorop partubu namarsiulaon i diaturhon ma di tingki tonggo raja, angka ise ma napasahathon ulos holong.

c.   Napasahat ulos naparjolo ima hasuhuton, laos ihutma paiduana, dungi angka  dongan tubu napasahat sikkat ni ulos,  jala naparpudi ma ulos sian punguan na niuluhon ni Ketua Umum.

 

14.  Parboru Pasahat Ulos Tinonun Sadari

a.   Ulos tinonun sadari  disampaikan paranak ke dongan tubu  berupa uang di dalam amplop. 

b.   Penyiapannya sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton “masinakkohi  tangga ni balatukna be”, artinya paranak dan parboru menyiapkan ke undangan masing-masing.

 

Catatan : 

Molo adong kelompok sihalsihal (dongan sahuta / ale ale) naeng pasahathon ulos holong, diganti ma dohot ulos tinonun sadari, jala dipasahat ma di tingki acara manjalo tumpak.

 

15. Hulahula dohot Tulang ni Parboru Pasahat Ulos Holong

a.   Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5 bulung.

b.   Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao dohot  bona tulang masing-masing maksimum 3 bulung.

c.   Hulahula na marhahamaranggi masing-masing 1 bulung;

d.   Hulahula anak manjae (hulahula naposo) masingmasing 1 bulung;

e.   Angka uduran ni hulahula dohot tulang pasahathon singkat ni ulos (amplop).

 

16. Hulahula dohot Tulang ni Paranak Pasahat Ulos Holong

a.   Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5 bulung.

b.   Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao dohot  bona tulang masing-masing maksimum 3 bulung.

c.   Hulahula na marhahamaranggi masing-masing 1 bulung.

d.   Hulahula anak manjae (hulahula naposo) masingmasing 1 bulung.

e.   Angka uduran ni hula-hula dohot tulang pasahathon singkat ni ulos (uang dalam amplop).

Catatan :

1.   Sude rombongan Hula hula anak manjae , asa rap  maju , masing masing mandok hata  jala si sada gondang

2.   Sude rombongan Hulahula na marhahamaranggi , asa rap  maju , masing masing mandok hata jala si sada gondang

3.   Di ulaon ditaruhon jual dohot dialap jual ndang di pamasa manogu / panangkokhon pengantin tu panggung.

 

17. Parboru Manauri

a.    Hata Sigabegabe, nasehat, ucapan terima kasih disampaikan oleh orang tua (natoras) ni parboru.  

b.    Manauri bisa diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton, bila orangtua (natoras) ni pengantin perempuan berhalangan (hurang malo marhata Batak).

 

18. Paranak Mangampu

a.Mangampu (ucapan terimakasih) dari suhut paranak hanya 1 orang saja, dapat diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton kalau hasuhuton berhalangan (hurang malo marhata Batak).

b.Pengantin mangampu

c. Ulaon sadari (paulak une dan maningkir tangga) tidak dilaksanakan bersamaan dengan  pesta unjuk, tetapi  dilakukan kedua hasuhuton sesudah selesai pesta unjuk yang waktunya sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

 

19. Patupa Olopolop

a.    Olopolop adalah acara terakhir pada acara pesta pernikahan adat Batak.

b.    Acara ini menunjukkan kepada khalayak, bahwa pesta pernikahan (ulaon unjuk)  berjalan dengan baik, tidak kurang sesuatu apa (hot diparadaton na/adat gok). 

c.Kedua hasuhuton masing-masing meyiapkan piring berisi beras (boras na pir), uang (ringgit) ditambahkan 1 induk.

d.    Sebelum dibagikan, raja parhata menjelaskan pinggan olopolop dan seluruh  hadirin meneriak-kan olopolop 3 kali.

 

20. Marende / Tangiang Panutup Sian parboru ma tangiang panutup.

 

 

         

 

BAB IV 

ADAT PERNIKAHAN CAMPURAN

 

             Pernikahan campuran adalah pernikahan suku Batak dengan suku lain non Batak bermarga antara lain suku Manado, Ambon, Toraja, Cina dan suku yang tidak bermarga antara lain suku Jawa, Sunda, Padang. 

  Sesuai perkembangan jaman, tidak dapat dipungkiri bahwa di kalangan masyarakat Batak akan terjadi pernikahan campuran atau pernikahan antar suku bermarga atau tidak bermarga.

 Dalam situasi yang demikian adat Batak sudah mempunyai perangkat aturan adat yang dapat memfasilitasi pernikahan  campuran tersebut, sehingga dapat terlaksana sesuai dengan adat Batak Toba sebagaimana laiknya pernikahan di antara sesama suku Batak Toba.

 

Tata cara pelaksanaan pernikahan campuran 

A.   Perempuan Batak menikah dengan laki-laki Suku Non Batak

1.  Sebelum menikah secara adat dengan perempuan Batak, calon menantu laki-laki bila berkenan dapat diberikan marga disebut  mangampu marga. 

Catatan :

Namboru pengantin perempuan hanya mangampu.

 

2.  Namun bila yang bersangkutan tidak berkenan, acara pernikahan secara adat Batak  tetap dapat dilakukan, yaitu melalui keluarga pendamping keluarga iboto dari ayah perempuan (namboru) calon pengantin perempuan.

 

3.  Calon menantu dalam menentukan pilihan mangampu marga atau tidak mangampu marga, sangat tergantung kepada kemampuan dan kesadarannya untuk menyelenggarakan acara adat tersebut.

 

4.  Pelaksanaan acara mangampu marga tidak terlalu mudah dan gampang dilaksanakan (apalagi  ada pilihan berkenan atau tidak berkenan), karena yang bersangkutan akan punya nomor di marganya dan masuk dalam silsilah/tarombo marga.

 

B.   Laki-laki Batak Menikah dengan Perempuan Suku Non  

 Batak

1. Calon pengantin perempuan suku non Batak yang akan melakukan pernikahan secara adat Batak, harus terlebih dahulu dilakukan acara mangain. 

Calon pengantin perempuan tidak boleh menggunakan keluarga pendamping, dengan alasan calon pengantin laki-laki sudah mempunyai tulang/paman. 

Mangain mempunyai 2 makna filosofis yang harus dianut, yaitu :

a.    Mangain seperti manghadang ulos, dimana  selesai acara, ulos dilepas. Artinya dengan selesainya acara pesta pernikahan, marga tidak dipakai terus dan tidak terlalu di perhatikan hubungan kekerabatan.

b.    Mangain seperti ulos na so ra buruk yaitu setelah diain dia seterusnya memakai marga dan terikat hubungan kekerabatan antara anak dan orang tua/antara yang diain dan yang mangain.

c.     Tata cara dohot natalup mangulahon Mangampu marga.

1)     Ia ulaon mangampu marga ima ulaon internal marga yang bersangkutan. Tata cara pelaksanaannya sesuai ketentuan marga.

2)     Natalup mangulahon ima :

a) Ingkon lengkap ma ama dohot ina (dang nababalu / janda/ duda).

b) Naung marumah tangga dibagasan adat na gok.

c)  Unang ma naung manjalo sulang sulang hariapan / surungsurung.

 

 

 

     

 

BAB V

ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN)

 

Pada dasarnya tidak semua acara yang dilakukan dengan ulaon partangiangan menjadi acara adat Batak (Dalihan na Tolu), walaupun acara itu dihadiri hulahula. Sering terjadi pada acara partangiangan diselipkan acara adat,hulahula mangulosi misalnya. 

A. Jenis Ulaon Partangiangan 

1.  Tuju bulanan (pasahat ulos mula gabe/mangirdak/ pabosurhon).

2.  Anak lahir (pasahat ulos parompa).

3.  Anak tardidi (Baptis).

4.  Manghatindangkon haporseaon/Sidi.

5.  Ulang tahun.

6.  Mangupaupa.

7.  Memasuki rumah baru (mamongoti jabu naimbaru).

 

B. Pelaksanaan (Partording) ni Ulaon.

1. Tujuh bulanan (pasahat ulos mula gabe/angirdak/ pabosurhon). 

a.    Ulaon pasahat ulos mula gabe sering  juga disebut ulaon mangirdak atau ulaon pabosurhon boru yang sedang hamil 7 bulan.

b.    Pihak parboru/mertua beserta keluarga dekat termasuk boru, berangkat ke rumah hela/boru, boras na pir, dengke, membawa ulos, serta makanan kesukaan (hasoloman) ni boruna.

c.    Pihak paranak manjalo haroro ni hulahula dohot tulang.

d.    Andorang so marsipanganon, hulahula mambahen tangiang marsipanganon, diuduti manulangi boru dohot hela, mangalehon dengke, minum aek sitiotio dungi  pasahat ulos mula gabe, naparpudi manjomput boras na pir tu simanujung ni boru/hela

e.    Tangiang/Marsipanganon.

f.      Dung sidung marsipanganon, andorang so mangampu, borhat hela pasahat  pasi tuak na tonggi tu hulahula dohot tulang.

g.    Ulaon Pasahat Mula Gabe/Mangirdak/ Pabosurhon, hanya dilaksanakan untuk anak pertama(buha baju), sedangkan anak berikut-nya tidak perlu dilakukan.

Catatan :

1)     Di pigapiga luat/marga ndang pola  dipatupa/ dipasahat ulos, dengke dohot tudutudu ni sipanganon.

2)     Cukup ma diboan/dipasahat Parbue na pir dohot sipanganon kesukaan (hasoloman) ni boru na managam haroan, jala holan rombongan ni ina do na ro tu ulaon i.

 

 

 

 

 

 

 

2. Anak Lahir (Pasahat Parompa)

Pasahat parompa hanya dilaksanakan kepada anak sulung (buha baju, dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

a.    Dung marumur pahompu 2 (dua) manang 3 (tolu) bulan, borhat ma parboru manopot hela na, diboan ma boras na pir, dengke dohot parompa.

1)     Paranak,  keluarga dekat dohot dongan sahuta manjalo haroro ni parboru jala paradehon tudutudu ni sipanganon.

2)     Andorang so marsipanganon, hula-hula parboru pasahathon parompa.

3)     Parompa holan sada ma, molo tung adong angka tulang na asing dipasahat ma hepeng singkat ni parompa.Parompa I ulos mangiring ma unang ulos bintang maratur.

4)     Dung sae marsipanganon dohot marhata horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.

b.    Keluarga hela datang  (mebatebat) ke rumah mertua, membawa anak pertama (buha baju).

1)     Molo dung marumur pahompu 2 (dua) tu 3 (tolu) bulan, keluarga hela datang ke rumah mertua,  mebatebat membawa anaknya yang baru lahir.

2)     Hela dan dongan tubu keluarga dekat termasuk  boru, datang ke rumah mertua membawa makanan tudu-tudu sipanganon (namargoar).

3)     Mertua dan dongan tubu  keluarga   dekat,   boru  dan  dongan sahuta  menerima kedatangan pihak menantu/hela dengan menyiapkan ikan (dengke).

4)     Andorang   so    marsipanganon, hulahula       pasahat parompa bintang maratur unang ulos mangiring.

5)     Holan sada  ma  parompa  sipasahaton,      molo  adong  nanaeng  pasahathon   marhite hite hepeng ma (ganti ni  parompa).

6)     Dung sidung marsipanganon dohot marhata horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.

7)     Sebelum pulang, pihak hulahula memberikan boras na pir kepada hela/ boru.

                                                   Catatan :

     Sebelum   acara     pasahat parompa, dilaksanakan acara Kebaktian diuluhon ni Pangula ni Huria.

 

3.  Anak Tardidi (Anak Dibaptis)

a.    Acara partangiangan  anak dibaptis (tardidi)  pada prinsipnya  adalah acara gerejawi (ulaon huria), sakramen. 

b.    Paranak menyiapkan namargoar hanya untuk anak pertama/ buha baju (mangangkat goar, ama ni aha), untuk anak kedua, ketiga  dan seterusnya aturan tersebut di atas tidak diterapkan. Namargoar tidak diserahkan secara langsung kepada  parboru (hulahula), tapi hanya disajikan di meja.

c.    Setelah selesai makan,  pihak parboru (hulahula) menyampaikan pasupasu, nasehat dan ucapan selamat kepada pahompu dan kepada orang tuanya (hela dan boru). 

d.    Semua  hadirin dapat menyampaikan uang/ amplop kepada pahompu yang tardidi.

e.    Setelah acara selesai, paranak menyerahkan   namargoar kepada  pihak hulahula, pariban, dongan sahuta dan rombongannya, sesuai adat yang berlaku di lingkungan tersebut.

 

4. Manghatindangkon Haporseaon/Sidi 

a.    Acara partangiangan untuk anak yang baru manghatindangkon haporseaon/sidi   sepenuh-nya adalah acara gerejawi/ulaon huria. 

b.    Dalam acara ini, paranak (orang tua dari yang sidi) tidak menyiapkan makanan   namargoar.

c.    Setelah selesai makan, parboru (hulahula) menyampaikan hata pasupasu, petuah, nasehat dan ucapan selamat khususnya kepada yang baru lepas sidi. 

d.    Semua yang hadir dapat memberikan uang kepada anak yang sidi (manghatindangkon haporseaon),  untuk keperluan pendidikannya.

 

 

 

 

5.      Ulang Tahun

a.    Acara partangiangan ulang tahun, perkembangan sosial dalam interaksi dengan suku bangsa lainnya.

b.    Acara kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.

c.    Dalam  acara ini, keluarga  yang berulang tahun  tidak menyiapkan   namargoar. 

d.    Marsipanganon, diawali dengan tangiang makan.

e.    Setelah   selesai   makan,   parboru (hulahula) menyampaikan hata pasupasu dan ucapan selamat kepada yang berulang tahun. 

f.      Semua yang hadir dapat menyampaikan uang  atau

kado kepada yang berulang tahun.

6.      Mangupaupa

a.    Acara partangiangan mangupa adalah ungkapan syukur dari  seseorang yang baru terkena musibah.

b.    Pihak hulahula dan rombongan datang  dengan membawa boras na pir, ikan (dengke) sibahut panampar dan lauk lainnya.

c.    Acara kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.

d.    Makan bersama, diawali dengan hulahula menyampaikan ikan (dengke) sibahut panampar dan nasi kepada yang diupa. 

e.    Hulahula menyampaikan hata pasupasu dan rasa syukur atas terlepasnya yang diupa  dari musibah serta memohon kepada Tuhan diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala cobaan.

f.      Acara ditutup dengan doa dari pihak hulahula.

Catatan :

Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila hulahula berkehendak pasahat ulos, diberi kesempatan (hanya 1 bulung), yang lainnya memberikan uang pangurupion. 

 

7.      Memasuki Rumah Baru

Partangiangan dalam rangka memasuki rumah baru tidak identik dengan mangompoi jabu di bona pasogit. Mangompoi Jabu hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup dan rumah tersebut tidak boleh diperjualbelikan.  

Di parserahan on, acara memasuki rumah baru bisa dilakukan berkali-kali dan rumah tersebut dapat diperjualbelikan. Keluarga yang baru menikah dan baru memiliki  rumah baru tipe-21 misalnya, memasuki rumah baru. Keluarga ini mengadakan  acara partangiangan. Selanjutnya sesudah ekonomi keluarga tersebut berkembang, dibangun rumah tipe60 dan rumah yang pertama dijual, tetap dilakukan partangiangan. Dan seterusnya  apabila yang bersangkutan bertambah kaya dan berhasil 

mendirikan rumah baru di daerah elit, tetap dilakukan partangiangan. 

a.   Hulahula beserta keluarga dekat dan boru, datang membawa beras (parbue na pir).

b.   Acara kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.

c.   Makan bersama.

d.   Bila disediakan   sipanganon  namargoar, hanya diletakkan di atas meja sebagai tanda bukan daging rambingan dan tidak diserahkan kepada hulahula.  

e.   Setelah selesai makan dilanjutkan dengan hata sigabegabe dari hulahula dan tulang.

f.     Mangampu dari kelompok boru/hela.

g.   Sebelum hulahula dan tulang kembali, hasuhut-on mambagi panjambaron sesuai dengan adat yang berlaku di lingkungannya.  

h.   Tangiang penutup.

Catatan :

Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila ada isyarat dari hulahula diberi kesempatan (hanya 1 bulung), yang lainnya memberikan uang pangurupion.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU)

 

A.     Jenis Kematian pada Adat Batak

1.     Pelaksanaan adat kematian Suku Batak, disesuaikan dengan usia dan status seseorang pada saat yang bersangkutan  meninggal dunia. 

2.     Jenis kematian dikelompokkan menjadi :

1.    Meninggal (Mate) Tilaha.

2.    Meninggal (Mate) Mangkar.

3.    Meninggal (Monding) Sari Matua.

4.    Meninggal (Monding) Saur Matua.

5.    Meninggal (Monding) Saur Matua Mauli Bulung.

 

B.     Pelaksanaan (Partording) dari Acara/Ulaon

1.     Meninggal (Mate) Tilaha 

 Mate tilaha dikelompokkan menjadi : 

a. Meninggal dunia di kandungan ibu dan atau anak  yang baru lahir tapi belum tardidi.

1)   Anak yang meninggal, langsung dimakamkan  oleh keluarga, tidak perlu menunggu  dan me-libatkan unsur Dalihan Na Tolu. 

2)   Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang tuanya.

b. Meninggal anak-anak sudah tardidi sampai dengan usia sudah dewasa, akan tetapi belum menikah.

2.    Termasuk disini Mate Posoposo (0-1,5 tahun), Mate Dakdanak (1,5-12 tahun), Mate Bulung 12-17 tahun).

3.    Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang tuanya, tanpa  acara Dalihan Na Tolu.

4.    Acara pemakaman oleh Gereja (Pangula ni Huria). Catatan : 

Dibeberapa luat/marga, masa do tulang pasahathon ulos saput (Sidapot solup do na ro).

2.  Meninggal (Mate) Mangkar

a.    Disebut Mate Mangkar apabila seseorang meninggal berstatus sudah menikah, akan tetapi belum mempunyai anak/keturunan (Mate Pupur).

b.    Seseorang   sudah menikah  dan mempunyai  anak, akan   tetapi   anak   keturunannya belum ada yang menkah.

c.    Atau seseorang sudah menikah dan anak keturunannya sudah ada yang menikah, akan tetapi belum punya cucu dari anak tersebut. 

d.    Pemberian   ulos  saput   dan  ulos   tujung,  sesuai dengan adat yang berlaku di luat/marga  setempat  (Sidapot solup do na ro). 

 

 

Catatan :

1)     Acara mangungkap tujung dilakukan setelah peti mati dimasukkan ke dalam ambulans.

2)     Setelah ungkap tujung, dilanjutkan dengan acara mangupa (marsuap, minum aek sitiotio, mangan indahan dan ikan, manjomput boras na pir tu simanjujung ni namabalu).

3.  Meninggal (Monding) Sari Matua

a.    Disebut Monding Sari Matua, apabila  seseorang yang meninggal belum mendapat berkat duniawi secara lengkap salah satu  atau keseluruhan dari hagabeon (keturunan).

b.    Seseorang yang meninggal sudah mempunyai anak yang kawin dan punya cucu, akan tetapi masih ada anaknya yang belum kawin. 

c.    Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).  

d.    Pemberian Ulos Saput dan Ulos Tujung Sari Matua (Jenis ulos dan siapa yang menyerahkan,  Sidapot solup do na ro).   

e.    Pemberian Ulos Holong dari horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

f.      Pisopiso   diserahkan   dengan    tangan tertutup atau dalam amplop dan diberikan hanya kepada hulahula tangkas, tidak termasuk kepada rombongan/ uduranna.

g.    Pelaksanaan Pangarapoton (Sidapot solup do na  ro). 

h.    Boanna Pinahan Lobu dan atau setinggi-tingginya  Lombu na Tinutungan.

                            Catatan :     

Di beberapa luat/marga ada yang melaksanakan dondon tua pada ulaon sari matua, akan tetapi dibanyak marga tidak melaksanakan, mengingat yang meninggal belum mendapat berkat duniawi hagabeon.  

4.  Meninggal (Monding) Saur Matua

a.    Seseorang  disebut Monding Saur Matua apabila  yang meninggal sudah menerima berkat duniawi dari Tuhan secara lengkap pada akhir hayatnya  seperti hagabeon.  

b.    Semua anaknya sudah kawin dan sudah mempunyai cucu baik dari anak perempuan maupun dari anak lakilaki. 

c.    Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).  

d.    Pemberian Ulos Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro). 

e.    Pemberian Ulos Holong dari  horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

f.      Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan pisopiso tanpa amplop (tangan terbuka). 

g.    Pelaksanaan Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).  

h.    Pelaksanaan Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).

i.      Boanna Sigagat Duhut, serendah-rendahnya Lombu

Sitio.

5.  Meninggal (Monding) Saur Matua Mauli Bulung

a.    Seseorang disebut Monding Saur Matua Mauli Bulung apabila  meninggal dunia dalam kesempurnaan duniawi dan akhir hayatnya telah mendapat berkat dari

Tuhan seperti  hagabeon, hamoraon dan hasangapon. 

b.    Semua anaknya sudah kawin,  punya cucu,  nini dan nono, serta tidak  ada anak, boru dan cucu panggoaran yang meninggal mendahuluinya. 

c.    Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro). 

d.    Pemberian  Ulos Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan Sidapot solup do na ro). 

e.    Pemberian Ulos Holong dari  horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

f.      Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan tanpa amplop (tangan terbuka).  

g.    Pelaksanaan Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).

h.    Pelaksanaan Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).

i.      Boanna  serendah-rendahnya Horbo (Gaja Toba).

Catatan :

1)    Sanggul Marata (Sijagaron) adalah suatu simbol yang menunjukkan  hagabeon dohot hajolmaon ni na mondingi (sudah punya cucu), tu sude si tuan natorop (Lampiran-6 : Gambar Sanggul

Marata/Sijagaron).

2)    Di beberapa luat/marga sijagaron tidak dipatupa  lagi, akan tetapi di luat/marga  lainnya masih tetap dipertahankan. 

 

C. Martonggo Raja (Mate Mangkar, Ulaon Sari Matua, Saur Matua dan Saur Matua Mauli Bulung)

1. Pasada Tahi.

Setelah orang tua meninggal dunia, keluarga hasuhuton mengadakan ulaon pasada tahi, untuk membicarakan berbagai hal terkait dengan :  a. Rumah Duka.

b.  Tempat Pemakaman.

c.  Peti Mati.

d.  Ambulans.

e.  Boan na.

f.    Katering.

g.  Daftar ni hulahula dan tulang.

h.  Waktu martonggo raja.

i.    Waktu pemakaman.

j.    Konsep riwayat hidup singkat.

Catatan :

1). Acara pasada tahi sangat penting dilakukan oleh hasuhuton (keluarga dekat), apalagi bila  anak keturunan almarhum kurang mengerti masalah adat kematian Batak.

2). Percakapan   harus    terbuka    dan   transparan, khususnya menyangkut biaya (sibaenon, boanna dan lain-lain).

 

2. Marria Raja

Untuk memantapkan ulaon pasada tahi,  dilanjutkan dengan acara marria raja dengan dongan tubu, boru dan dongan sahuta untuk  menyempurnakan hasil pembicaraan sebelumnya. 

 

3. Martonggo Raja

Ulaon martonggo raja dihadiri oleh dongan tubu, boru, dongan sahuta dan hulahula/tulang. 

Kegiatan pada acara martonggo raja, meliputi :

a.  Kata pembukaan (hata huhuasi) dan pembacaan riwayat hidup singkat. 

1)   Penyampaian kata pembukaan (hata huhuasi) dari paidua ni suhut, sekaligus  mengecek kehadiran dari hulahula dan tulang.

2)   Apabila  hulahula dan tulang sudah hadir di tempat,   acara dapat dimulai. 

3)   Raja parhata   diserahkan kepada yang telah disepakati sebelumnya. 

4)   Pembacaan jujur ngolu (riwayat hidup singkat) diserahkan kepada paidua ni hasuhuton. 

b.  Pasahathon Konsep Acara.

Raja parhata menyampaikan konsep acara yang akan dilakukan pada acara partuatna esok harinya.

c.  Tanggapan, saran dan masukan dari  hulahula dan tulang.

Semua kelompok hulahula dan tulang memberikan panuturion khususnya   menyangkut goar ni ulaon, ulos saput, ulos tujung, ulos holong, parjambaran dan waktu dimulainya acara manjalo haroro ni hulahula dan tulang besok paginya. 

 

4.  Memasukkan Jenazah ke Peti Mati (Mompo) 

a.    Setelah ada kesepakatan hasuhuthon dengan horong ni hulahula, tulang dan  dongan sahuta, dilanjutkan dengan memasukkan jenazah  ke dalam peti jenazah manang tu jabu naso pinungka ni tanganna (mompo). 

b.    Hulahula dohot tulang menyampaikan hata sigabegabe dan mengakhiri acara mompo dengan doa.

 

5. Doa (Tangiang) Marsipanganon

Doa makan malam, dipimpin oleh hasuhuton.

 

6. Acara Penghiburan.

a.    Setiap kelompok Dalihan Na Tolu paopat Sihalsihal yang mengadakan  acara penghiburan, diatur oleh Protokol secara bergiliran.

b.    Perlu pengaturan dan pembatasan acara penghiburan malam   hari,       agar       tidak       mengganggu lingkungan/tetangga.

 

D.  Acara Partuatna (Ulaon Manogot)

1. Acara Keluarga

a.    Paidua ni suhut ma na manguluhon acara on,  unang nian marganjangganjang jala ndang manimbil sian maksudna (contoh songon na mangkatai mangido maaf tu na monding).

b.    Inti ni acara on ima asa “ma si aminaminan songon lampak ni gaol,  marsitungkoltungkolan songon suhat di robean” sude keluarga, di parborhat ni natuatua na mondingi.

2. Menerima Hula-Hula dan Tulang (Pasahat Ulos Saput dan Ulos Tujung)

a.    Pemberian ulos saput (jenis ulos dan  siapa yang menyerahkan,  sidapot solup do na ro). 

b.    Pemberian ulos tujung sarimatua dan atau  ulos sampe tua (jenis ulos dan siapa yang menyerahkan,  Sidapot solup do na ro). 

c.    Pemberian ulos holong dari  horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

d.    Hasuhuton memberikan pisopiso di dalam amplop, diserahkan  dengan tangan terbuka, termasuk kepada rombongan/uduranna.

e.    Acara Menerima Tulang dan Hulahula lainnya,  di pandu oleh Protokol dan urutannya sesuai dengan kesepakatan pada acara martonggo raja.

Catatan : 

1)   Di beberapa luat/marga ada yang menerima ulos holong dan di  luat/marga lain tidak menerima (Sidapot solup do na ro).

2)   Dalam hal diterima ulos holong, dibatasi sebanyakbanyaknya sama dengan yang diberikan oleh hulahula.

3. Doa (Martangiang) Marsipanganon Tangiang mangan sian paidua ni hasuhuton.

4. Mambagi Jambar

a.    Parjambaran di ulaon sari matua, ima jambar mangihut tu horong ni hulahula dohot tulang, jala dipasahat mai dung sidung manjalo/mangadopi horong ni hulahula dohot tulang di ulaon manogot.

b.    Parjambaran di ulaon saur matua dohot saur Matua mauli bulung, digorahonma i dung sidung marsipanganon.

c.    Di na marbagi jambar, berpedoman pada prinsip sidapot solup do na ro.  

5. Manjalo Tumpak

a.    Manjalo tumpak pangurupion sian boru, bere, dongan tubu, dongan sahuta  dohot aleale. 

b.    Punguan      marga        merupakan       kelompok      terakhir yang memberikan tumpak dan sebelum tumpak diserahkan lebih dahulu   menyampaikan sambutan, diwakili oleh Ketua Umum punguan marga.

6.  Acara Pangarapoton

a.    Kalau meninggal orang tua yang sudah punya cucu (marpahompu) dilakukanlah acara pangarapoton.

b.    Natalup mangulahon pangarapoton ima :

1)   Orang tua yang sudah punya pahompu (cucu).

2)   Tarombo/nomor diatas yang meninggal.

3)   Unang ma namabalu.

4)   Unang natuatua nanung manjalo sulangsulang hariapan.

Catatan : 

Di beberapa luat/marga acara ini sudah tidak dilaksanakan lagi (sama dengan patupahon sijagaron),   akan tetapi dibanyak luat/marga acara ini masih tetap dipertahankan (Sidapot solup do na ro).

 

 

E. Acara Maralaman

1.  Marende/Tangiang.

Marende dohot tangiang pamuhai sian suhut paranak

2.  Kata Pembukaan (Hata Huhuasi) dan Pembacaan Riwayat Hidup (Jujur Ngolu).

Kata pembukaan (hata huhuasi) dohot manjaha riwayat hidup (jujur ngolu) dipasahat paidua ni hasuhuton, rap jongjong ma nasida.

3. Mandok Hata 

a.Dongan tubu.

b.Simatua ni boru muli.

c.Raja ni dongan sahuta.

d.Aleale/rekan sekerja. 

e.Pemerintah setempat (RT/RW).

4. Marende

5. Mandok Hata Hulahula dohot Tulang :

a.    Hulahula anak manjae.

b.    Hulahula namarhahamaranggi.

c.    Bona tulang.

d.    Tulang rorobot.

e.    Tulang.

f.      Hulahula.

Catatan :

1)   Di tingki acara on ma simatua boru muli pasahat tumpak ni nasida.

2)   Somalna sesuai pangkataion di na martonggo raja, dipasada ma na mandok hata sian horong ni hulahula dohot tulang ima hulahula.

6. Mangampu Hasuhuton

Hasuhuton pasahat hata pangampuon (ucapan terima kasih) kepada hadirin (situan natorop), diawali oleh boru.  

7. Mardondon Tua (Sidapot solup do na ro)

a.    Mardondon tua adalah simbol yang menunjukkan berkat Tuhan melalui hata ni raja natorop tu bona jabu ni hasuhuton.

b.    Pangitua marga/paidua ni  hasuhuton meletakkan ampang yang berisi sijagaron ke simanjujung ni parumaen siangkangan. 

c.     Di barisan paling depan cucu laki-laki membawa foto yang meninggal.

d.    Barisan mengelilingi jasad minimal 3 (tiga) kali, sambil menyanyikan Buku Ende No. 119 Buku Logu No. 9 “Martua do Dohonon” berirama semakin cepat, selanjutnya ampang namarisi sijagaron dibawa ke dalam rumah.

Catatan :

1)   Di beberapa luat/marga acara mardondon tua sudah tidak dilaksanakan lagi, akan tetapi di luat/marga lainnya masih tetap dipertahankan (Sidapot solup do na ro).

2)   Acara mardondon tua umumnya dilaksanakan pada ulaon monding saur matua dan saur matua mauli bulung, sedang pada ulaon monding sari matua masih banyak perdebatan.  

3)   Di beberapa luat/marga ada marga yang melaksanakan dondon tua pada ulaon sari matua, akan tetapi dibanyak marga tidak melaksanakan, mengingat yang meninggal belum mendapat berkat duniawi secara lengkap hagabeon,  hamoraon dan hasangapon.

8. Acara Gereja (Pangula ni Huria)

9. Pemberangkatan ke Pemakaman (Parbandaan)

 

 

 

F. Acara di Tempat Pemakaman

1.   Acara Gereja (Pangula ni Huria).

 

2.   Manuan raja ni duhutduhut.

Manuan raja ni duhutduhut ima ulaon ni keluarga, jala dipatupa langsung disadari i di acara partuatna.

Catatan :

a.    Di beberapa luat/marga acara ini sudah tidak dilaksanakan lagi (terkait dengan sijagaron), akan tetapi di luat/marga lain masih tetap dipertahankan.

b.    Acara ini dilaksanakan oleh luat/marga yang menyiapkan sijagaron, walaupun bersifat simbolik, mengingat aturan Dinas Pertamanan dan pemakaman setempat.

 

3. Ungkap Hombung/Daon Sihol

a.  Ungkap Hombung adalah manigati (membuka) harta peninggalan yang meninggal, biasanya diserahkan kepada paraman yang meninggal.

b.  Acara ini diselenggarakan di rumah, setelah acara penguburan dan menanam ompuompu, sebelum acara dimulai, hulahula dipersilahkan masuk (dipanakkok) ke rumah.

 

 

 

 

Catatan :

 Di beberapa luat/marga di perantauan mengingat waktu     dan hasil       pembicaraan        suhut     dan hulahula/tulang, acara ungkap hombung dilaksanakan pada acara manogot (manjalo haroro ni hulahula dohot tulang).

4. Hata Pasu Gabe sian Hulahula dohot Tulang.

 

5. Kata Penutup (Hata Mauliate).

Kata Penutup (hata hamauliatean) disampaikan oleh paidua ni hasuhuton


 

 


RUHUT RUHUT ADAT BATAK TOBA

DI

JABODETABEK

 PENYUSUN

 

Ketua

F. Jadisman Hutapea

Wakil Ketua

R. Hutagalung

Sekretaris

St. Abidan Simanjuntak, S.E

 

Narasumber

Prof. DR. Payaman Simanjunak, APU

Anggota

Hotman Marojahan Lumban Gaol

Sarman Simanjuntak

Maringan Baringbing

 

 

  Penerbit :

  Lokus Adat Budaya Batak

                                             

Jakarta, November 2019

RUHUTRUHUT ADAT BATAK TOBA

DI

JABODETABEK

Penyelaras 

 

Ketua

F. Jadisman Hutapea

Wakil Ketua

Hasan Batubara

Sekretaris

St. Lentang B. Sibarani

 

Narasumber

Drs. Bangarna Sianipar

 

Anggota

 St. Timbul Siahaan.

 Maringan  Baringbing

 Ramli Hutajulu, S.E

St. Abidan Simajuntak, S.E

 

  Penerbit :

  Lokus Adat Budaya Batak  

                                             

Jakarta, November 2019

RUHUTRUHUT ADAT BATAK TOBA DI JABODETAK

   

            Penyusun                : F. Jadisman Hutapea dkk

            Penerbit                   : Lokus Adat Budaya Batak (LABB)

            Bekerjasama           : Universitas Mpu Tantular

 

© Hak cipta yang dilindungi undang-undang

All rights reserved

 

            Pengolah sampul     : Brigjen TNI (Purn) Berlin Hutajulu

                            

            Penata letak            : Ir. Santiamer Haloho

 

            Pencetak                 : Rembo Printing

 

            Editor                       : Prof. Dr. Payaman Simanjuntak, APU

                                  Drs. Jerry Rudolf Sirait

                                  Drs. Beatus Sinaga, MBA.,M.M                                   Asdon Hutajulu, S.H.        

 

Edisi Pertama. Cetakan pertama, Nopember 2019 ISBN

 Sanksi Pelanggaran Pasal 44 

 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-Undang  Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta.

1.               Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak  suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta

 rupiah).

2.               Barangsiapa  dengan  sengaja  menyiarkan,  memamerkan,  mengedarkan atau   menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta  sebagaimana dimaksud dalam lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling -(lima puluh juta  rupiah).

DEWAN PENGURUS NASIONAL BATAK CENTER

 

SAMBUTAN

KETUA UMUM 

    Horas, Mejuah-juah, Njuah-juah

BATAK  CENTER sebagai organisasi masyarakat (Ormas) yang didirikan pada tanggal 18  Agustus 2018 di Jakarta oleh  138 orang tokoh-tokoh masyarakat Batak dari semua puak, bertujuan antara lain agar Budaya Batak  dapat berkonstribusi mengaktualisasikan nilainilai habatakon dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 Adat adalah salah satu unsur dari kebudayaan (sistem kemasyarakatan/sistem kekerabatan, sistem hukum, mata pencaharian dan sistem ekonomi, perlengkapan dan peralatan hidup manusia mencakup pakaian, perumahan,  dan alat produksi, religi, ilmu, bahasa dan seni budaya).

Adat Batak Toba tersebut sudah tertata baik melalui

Dalihan Na Tolu Paopathon Sihalsihal” dengan uraian sebagai berikut :

1.  Manat Mardongan Tubu (mawas diri terhadap saudara satu marga/sesama marga yang sama).

2.  Elek Marboru (bermurah hati kepada anak perempuan/menantu).

3.  Somba Marhulahula (hormat kepada kelompok mertua dan tulang).

4.  Denggan Mardongan Sahuta (rukun dan damai dengan tetangga).

Tidak kalah penting haruslah setia kepada  Negara/ Pemerintah RI dan taat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Terkait dengan hal tersebut, kami menyambut baik diterbitkannya buku Ruhutruhut Adat Batak Toba se- Jabodetabek dan mengapresiasi kesungguhan Lokus Adat Budaya Batak (LABB) menerbitkannya.

 Dengan hadirnya buku ini di tengah-tengah kita, kami berharap semua  masyaraka Batak Toba di Jabodetabek   dapat     menerimanya       dan kemudian  menerapkan isinya secara sukarela (volunteer)  dalam setiap perhelatan pesta maupun acara dukacita.

Sejalan dengan tujuan BATAK CENTER untuk melestarikan budaya Batak di seluruh kalangan masyarakat Batak lintas generasi, diharapkan pula buku Ruhutruhut Adat Batak Toba akan memberi perspektif baru di kalangan milenial, bahwa maradat itu tidak identik dengan pesta besar, berbiaya mahal, rumit,  dan berlama-lama.

Akhir kata, kami menyampaikan selamat membaca dan mempraktekkan isi buku Ruhutruhut Adat Batak Toba dengan penuh kegembiraan.

Jakarta, 7 Oktober 2019

 

                                           Ir. Sintong M.Tampubolon DEWAN PENGURUS PUSAT

 LOKUS ADAT BUDAYA BATAK (DPP LABB)

 

SAMBUTAN

KETUA UMUM DEWAN PENGURUS PUSAT 

 

 

 

Marilah kita sampaikan puji  syukur  kepada  Tuhan

Yang Maha Kuasa, atas kuasa  pengasihanNya  Tim Penyusun dan Penyelaras berhasil merampungkan dan menerbitkan Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba ini.

 Buku ini berisikan tata cara pelaksanaan adat Batak Toba yang esensial, efektif dan efisien. Pada tahap permulaan, ia dikhususkan bagi masyarakat Batak yang bermukim di wilayah Jabodetabek. Kemudian diharapkan  dapat dipakai sebagai referensi oleh masyarakat Batak Toba di manapun mereka berdomisili.

Kehadiran Lokus Adat Budaya Batak (LABB) sebagai wadah perjuangan semua ketua punguan marga/ketua punguan parsadaan marga dan aktivis sosial budaya Batak guna mewujudkan Batak yang

Bersatu, Beriman, Cerdas, Sejahtera, Beradat, Beradab dan Beridentitas mengamanatkan agar Dewan Pengurus Pusat LABB mampu menghadirkan buku penuntun tata laksana adat Batak Toba yang esensial, efektif dan efisien. Setelah itu, disusul menghadirkan  buku Pranata Hukum Adat Batak Toba. 

Amanat tersebut dilatarbelakangi  kenyataan, bahwa akhir-akhir ini kecenderungan pelaksanaan adat Batak Toba sudah berkembang menjauh dari nilai-nilai adat Batak yang sesungguhnya : Berbiaya mahal, rumit, dan berlama-lama.  Jika keadaan ini dibiarkan terus berlangsung, maka sangat berpotensi memunculkan keacuhan generasi milenial terhadap adat Batak. Bukan tidak mungkin suatu saat kelak, adat Batak akan menjadi cerita pajangan di museum sejarah.

 Dalam suasana batin yang merisaukan itulah, saya sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat Lokus Adat Budaya Batak (DPP LABB) mendukung sepenuhnya upaya-upaya ketua  DPP LABB Bidang Kebudayaan untuk menyusun dan menerbitkan suatu buku penuntun tatalaksana adat Batak Toba yang esensial, efektif dan efisien.

 Saya menyadari sepenuhnya, bahwa pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan cepat saji. Mengapa? Karena seperti kita ketahui dan bukan rahasia umum lagi, bahwa pepatah yang mengatakan : “Lain lubuk lain ikannya, lain luat lain  adatnya”  berlaku juga bagi masyarakat Batak. Pelaksanaan adat di Silindung pastilah berbeda dengan pelaksanaan adat di Sigumpar, berlainan pula dengan di Samosir. Oleh karena itu, untuk berhasil menyusun suatu buku Ruhutruhut adat Batak Toba yang dapat diterima oleh semua masyarakat Batak di Jabodetabek tidak boleh tidak haruslah  menerapkan prinsip “sidapot solup do na ro” Kemudian meletakkan landasannya pada aspek yang berlaku universal, yaitu pelaksanaan adat tersebut haruslah esensial, efektif dan efisien. Jika tidak demikian pastilah  penyusunan buku ini gagal.

  Terminologi Esensial, Efektif, dan Efisien perlu juga diperkenalkan untuk disepakati di awal penyusunan dan penyelarasannya. Esensial artinya hakikat atau makna asali adat itu tidak boleh hilang walaupun wujud pelaksanaannya kelihatan dan atau memang berbeda.

Efektif, artinya bahwa pelaksanaan adat itu hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang selektif seturut esensinya. Dan akhirnya Efisien artinya, pelaksanaan adat tersebut betul-betul berfokus pada esensinya dan efektif sehingga tidak harus mahal, runit, dan berlamalama. 

Pelaksanaan adat yang mahal akan membuat orang apriori terhadap adat itu sendiri. Pelaksanaan yang berlama-lama akan  membuat orang bosan dan merasa membuang-buang waktu yang seharusnya tidak perlu. Pelaksanaan adat yang esensial, efektif, dan efisien haruslah bermuara pada kebahagiaan dan kedamaian semua pihak yang terlibat dalam acara adat, karena dilaksanakan dalam suasana kegembiraan dan kewajaran (proporsional).

Walaupun di sepanjang isi buku ini banyak ditemukan istilah-istilah bahkan kalimat-kalimat dalam bahasa Batak, namun secara keseluruhannya masih dapat diterima, utamanya untuk mempertajam pengertian yang dimaksud oleh penyusun, editor dan penyelaras.

Akhir kata saya mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini dan selamat membaca sekaligus Horas menerapkannya.

          

 

Jakarta, 15 Oktober 2019              

                                                                      Ketua Umum

                                                          

Budi P. Sinambela, BBA 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DEWAN MANGARAJA

LOKUS ADAT BUDAYA BATAK (DM LABB)

 

KATA SAMBUTAN

KETUA UMUM DEWAN MANGARAJA 

 

 

 

 

 

Horas, 

Dewan Mangaraja sebagai  lembaga tertinggi dalam ketatalembagaan Lokus Adat Budaya Batak (LABB) yang didirikan pada tanggal 5 Desember 2018,  telah diakui oleh Negara/Pemerintah RI melalui Surat

Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : AHU-

384.0004692.AH.01.07.THN 2019 tanggal 24 April 2019.  Dalam Sidang Umum  Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak yang diikuti oleh hampir dua ratusan Ketua Punguan Marga, Ketua Punguan Parsadaan Marga dan Aktivis Sosial Budaya Batak, Dewan mendapat amanat “Tri Embanan” untuk direalisasikan. Pertama, menghadirkan Buku Ruhutruhut Adat Batak di Jabodetabek. Kedua, menghadirkan Buku Pranata Hukum Adat Batak. Ketiga, memelihara dan mengembangkan  Seni Budaya Batak. 

Pada kesempatan ini saya atas nama Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak, menyambut baik dan gembira hadirnya  Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba di Jabodetabek. 

Menurut saya buku ini layak dijadikan sebagai  pedoman dalam pelaksanaan Adat Batak Toba di Jabodetabek, karena isinya bernas, ringkas dan mudah dimengerti. Dalam penerapannya akan tercapai dasar pelaksanaan adat Batak Toba yang esensial, efektif, efisien, menarik, tertib, lancar, damai, dan penuh kegembiraan. 

Dewan Mangaraja memiliki tanggungjawab moril agar isi buku ini tersosialisasikan dan terlaksana sesuai maksud dan tujuannya, yaitu dapat diterima dan diterapkan oleh seluruh punguan Batak Toba di Jabodetabek. Untuk itu Dewan Mangaraja memberi tugas khusus kepada Ketua dewan Mangaraja bidang Adat dan

Seni Budaya, bapak Ir. Nikolas Sinar Naibaho, MBA sebagai ketua tim sosialisasi, monitoring dan evaluasi penerapannya. 

Secara khusus, saya mengharapkan agar kita senantiasa mengingat dan mengamini pesan bijak nenek moyang (Sijolojolo Tubu), yaitu :

 

1.          Aek godang tu aek laut, dos ni roha do sibahen na saut.

 

2.          Sidapot solup do na ro.

 

3.          Aek Siurukuruk tu Silanlan aek Toba, na metmet ndang marungut-ungut na mangodang luhut marlas ni roha.

 

Kita berharap dengan ketiga prinsip tersebut di atas, segala perbedaan yang timbul di internal maupun eksternal marga dapat diselesaikan  dengan  baik dan pada akhirnya  seluruh Batak merasa gembira dan sejahtera dalam melaksanakan adatnya.

 

 

 

Terima Kasih.

 

 

 

 

 

 

PENGANTAR

 

 

 

 Tim Penyelaras dibentuk oleh Dewan Pengurus Pusat Lokus Adat Budaya Batak (DPP LABB) yang bertugas menyelaraskan isi buku Ruhutruhut Ni Paradaton Masyarakat Dalihan Na Tolu yang dihasilkan oleh Komisi Adat Panitia Seminar Perhelatan Budaya Dalihan Na Tolu di Universitas Mpu Tantular pada tanggal 5 Desember 2018.

 Tujuan penyelarasan bukanlah untuk memaksakan keseragaman tatalaksana adat Batak Toba  atau menihilkan adat yang telah diterima dan biasa diterapkan di satu luat. Penyelarasan dilakukan berlandaskan pada aspek esensi, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan adat itu sendiri. Oleh karena itu, di dalam  buku ini sering dijumpai istilah “sidapot solup do na ro.” Artinya, ada fleksibilitas dalam pelaksanaan adat Batak Toba tanpa harus meninggalkan makna filosofis adat itu sendiri.

Tanpa harus menimbulkan benturan-benturan adat kebiasaan dari luat yang berbeda.

 Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba se-Jabodetabek  ini semula berjudul Ruhutruhut Ni Paradaton Masyarakat Dalihan Na Tolu yang telah diseleraskan. Buku ini menggunakan bahasa campuran. Bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba. Hal tersebut terjadi karena Komisi Adat, Editor dan Penyelaras  kesulitan menemukan katakata yang pas untuk menerjemahkan bahasa Batak ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Batak. 

Tim Penyelaras bekerja sejak Agustus hingga minggu kedua Oktober tahun 2019. Selama proses penyelarasan berlangsung, tidak jarang anggota tim terlibat dalam perdebatan seru karena  mempertahankan pendapatnya masing-masing. Sungguhpun perdebatan diwarnai suara keras dan bersitegang urat leher, kenyataannya tidak seorangpun dari anggota tim menyimpan amarah dan sakit hati, sehingga penyelarasan dapat diselesaikan pada waktunya.

Oleh karena itu patutlah kita panjatkan pujian syukur dan hormat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kemujaraban doa permohonan yang disampaikan oleh tim penyelaras setiap sesi diskusi akan dimulai dan berakhir sungguh-sungguh dapat dirasakan.

Penyelarasan ini dimungkinkan berjalan lancar berkat membaranya semangat kebersamaan dan tekad tim, agar masyarakat Batak lintas generasi di perantauan atau bahkan di bona pasogit tidak terperangkap dalam pemikiran yang salah, yaitu bahwa pelaksanaan adat yang beradat haruslah  berbiaya mahal, rumit, dan berlama-lama. Penyajian dalam buku ini ternyata telah mampu menepis pemikiran salah tersebut. 

Dalam hubungan itulah, kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas semangat dan tekad yang luar biasa dari tim penyelaras menyelesaikan buku ini. 

Apresiasi yang sama dan rasa terimakasih sebesarbesarnya juga disampaikan kepada :

1.  Ketua Yayasan Budi Murni Jakarta sekaligus sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat LABB, Bapak Budi P. Sinambela, BBA yang telah menyediakan  tempat dan fasilitas pendukung lainnya sehingga  tim penyelaras dapat bekerja dengan  baik.

 

2.  Ketua Umum Dewan Mangaraja LABB, Bapak

Brigjen TNI (Purn) Berlin Hutajulu yang senantiasa memberi dorongan dan semangat kepada tim penyelaras agar jangan kendor dan tetap bekerja sebaik-baiknya.

 

3.  Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat LABB, Bapak Ir. Santiamer Haloho yang rajin menghubungi setiap anggota tim untuk menghadiri rapat dan setia mencatat setiap kesepakatan tim penyelaras.

 

4.  Bapak Drs. Bangarna Sianipar yang senantiasa bersemangat dibarengi sikap seorang ayah mengarahkan dan menengahi setiap perdebatanperdebatan di antara anggota tim, sehingga tidak kehilangan arah dan fokus diskusi.

 

5.  Editor yang dipimpin oleh Bapak. Prof. Dr. Payaman Simanjuntak, APU beserta anggota : Drs. Jerry Rudolf Sirait; Drs. Beatus Sinaga, MBA.,M.M; Asdon Hutajulu, yang telah bekerja keras melakukan pengeditan atas buku ini sehingga enak dibaca.

 

6.  Tim Penyusun yang tergabung dalam Komisi Adat Panitia Seminar Adat Dalihan Natolu yang telah menyusun buku Ruhutruhut Ni Paradaton

Masyarakat Dalihan Na Tolu. Isi buku inilah yang menjadi bahan utama dari buku Ruhutruhut Adat Batak Toba di Jabodetabek.

 

7.  Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu, namun telah memberi dukungan  baik langsung maupun tidak langsung sehingga tim penyelaras senantiasa dapat bekerja dalam suasana kebersamaan dan kedamaian.

Pembaca yang budiman mungkin bertanya, mengapa sistematika buku ini tidak selaras dengan siklus kehidupan manusia : lahir-dewasa-menikahmeninggal?

Memang kami sebagai penyusun dan penyelaras memulainya dari Penikahan. Kami berpendapat, pada masa pernikahanlah puncak peralihan status kehidupan seseorang dari  kanak-kanak yang kurang dibebani tanggungjawab kepada status kehidupan yang penuh tanggungjawab, kehidupan yang matang (mature). Itulah sebabnya kami menempatkannya sebelum pelaksanaan acara doa (tangiang) ketika akan dan sudah lahir dan sebelum acara adat kematian (marujung ngolu)

Kami menyadari sepenuhnya, bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna dan memenuhi keinginan semua pihak. Walaupun demikian, menurut hemat kami, buku ini sudah cukup memadai dan layak dipergunakan sebagai buku penuntun tatalaksana Adat Batak Toba yang esensial, efektif dan efisien. 

Mengingat adat itu sendiri tidaklah statis, ia berkembang seiring dengan kemajuan peradaban bangso Batak, maka Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak akan membentuk tim sosialisasi dan pemantau pelaksanaannya di setiap pesta pernikahan dan acara kedukaan masyarakat Batak di Jabodetabek. Tim Sosialisasi dan Pemantau dipimpin oleh Ketua

Dewan Mangaraja LABB Bidang Adat dan Seni Budaya

Batak, yaitu Bapak Ir. Nikolas Sinar Naibaho, MBA.  Hasil sosialisasi dan pantauan tersebut akan didiskusikan dan dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan buku ini pada edisi berikutnya.

Harapan dan doa kami, kiranya buku ini dapat bermanfaat bagi semua bangso Batak lintas generasi dan lintas luat. Horas dan selamat membaca serta menerapkannya.

                                                                Jakarta, 30 Oktober 2019

                                                     Ketua         Tim         Penyusun/

Penyelaras

 

 

 

 

                                                                 F. Jadisman Hutapea

DAFTAR  ISI

 

 

 

KATA SAMBUTAN

Ketua Umum Pengurus Nasional Batak Center ................. i

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat LABB ................... iv

Ketua Umum Dewan Mangaraja LABB ............................ ix

    KATA PENGANTAR............................................................................................... xiii

    DAFTAR ISI……………………………………………….…….   xxi

 

BAB I  PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang ................................................................. 5

1.  Diaspora Masyarakat Batak Toba ............................... 5

2.  Pengaruh Ekonomi ..................................................... 6

3.  Pengaruh Agama ........................................................ 7

4.  Pengaruh Komunikasi dan Transportasi ................................... 9

5.  DM LABB .................................................................... 9

B.   Maksud dan Tujuan  ...................................................... 10

C.  Ruang Lingkup .............................................................. 12

 

BAB II SAPAAN UMPAMA DAN UMPASA BATAK

A.  Sapaan Kekerabatan ..................................................... 13

1.  Tutur Sapa (Partuturon)  na Mardongan Tubu ........... 14

2.  Tutur Sapa (Partuturon) kepada Boru ........................ 15

3.  Tutur Sapa (Partuturon) kepada Hulahula ................. 16

B.  Peristilahan, Ungkapan (Umpama) dan Peribahasa   

       (Umpasa) .................................................................... 18

1.  Peristilahan ................................................................ 18

2.  Ungkapan (Umpama) ................................................. 31

3.  Peribahasa (Umpasa) ................................................ 32

BAB III ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)

A.     Acara Patua Hata, dan Marhusip .................................. 37

1.        Patua Hata ................................................................ 37 

2.        Marhusip ................................................................... 39

B.     Acara Martumpol, Marhata Sinamot dohot

     Marria Raja .................................................................... 41

1.        Martumpol .................................................................. 41

2.        Marhata Sinamot ........................................................ 42

3.        Marria Raja ................................................................. 43

C.    Acara Pada Hari Pernikahan. ....................................... 44

1.        Sibuhabuhai/Mambuhai Ulaon .................................. 44

2.        Acara Pemberkatan (Pamasumasuon) ..................... 46

D.    Acara di Gedung ............................................................ 46

1.        ProsesiParmasuk ni Pengantin  ................................ 46

2.        Paranak Parjolo Manjalo Horong ni Hulahula dohot

Tulang  (di Taruhon Jual) .......................................... 47

3.        Parboru Parjolo Manjalo Horong ni Hulahula dohot

Tulang (Dialap Jual) .................................................. 48

4.        Pasahat Tudutudu ni 

Sipanganon/Pasahat Dengke ................................... 49

5.        Tangiang/Marsipanganon ......................................... 50

6.        Marbagi Jambar (Sidapot Solup do na ro) ................ 50

7.        Manjalo Tumpak ....................................................... 51

8.        Masisisean ................................................................ 52

9.        Paranak Pasahat Panggohi ni Sinamot .................... 52

10.    Paranak Pasahat Todoan tu Suhi ni Ampang Na Opat

dohot Panandaion .............................................. 53

11.    Parboru Pasahat Pinggan Panganan ....................... 54

12.    Parboru Pasahat Tintin Marangkup dohot

Pinggan Panganan ................................................ 54

13.    Parboru Pasahat Ulos na Marhadohoan  ............... 55

14.    Parboru Pasahat Ulos Holong ............................... 56

15.    Parboru Pasahat Ulos na Tinonun Sadari  ............ 56

16.    Hulahula dohot Tulang ni Parboru Pasahat 

Ulos Holong ........................................................... 57

17.    Hulahula dohot Tulang ni Paranak Pasahat Ulos

Holong .................................................................... 58

18.    Parboru Manauri .................................................... 58

19.    Paranak Mangampu  .............................................. 59

20.    Patupa Olop-olop ................................................... 60

21.    Marende/Tangiang Panutup .................................. 60

BAB IV PERNIKAHAN CAMPURAN

A.  Perempuan Batak Menikah dengan Laki-laki  

Non-Batak.  ................................................................... 62

B.  Laki-laki Batak Menikah dengan Perempuan 

Non-Batak.  ................................................................... 63

BAB V ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN)

A.   Jenis Ulaon Partangiangan ........................................... 65

B.   Pelaksanaan (Partording) ni Ulaon  .............................. 66

1.  Tuju Bulanan (Pasahat Ulos Mula Gabe/ Mangirdak/

Pabosurhon)…….. .................................................... 66

2.  Anak Lahir (Pasahat Ulos Parompa) ........................ 67 3. Anak Dibaptis (Anak Tardidi) .................................... 70 4. Manghatindanghon Haporseaon/Sidi ........................ 71

5.  Ulang Tahun ............................................................. 72

6.  Mangupaupa ............................................................. 72

7.  Memasuki Rumah Baru  ....................................................................... 74 

BAB VI ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU)

A.  Jenis Kematian .............................................................. 76

B.  Pelaksanaan (Partording) ni Ulaon  ............................... 76

1.    Meninggal (Mate) Tilaha .......................................... 76

2.    Meninggal (Mate) Mangkar ....................................... 78

3.    Monding Sari Matua .................................................................................. 79

4.    Monding Saur Matua ................................................. 80

5.    Monding Saur Matua Mauli Bulung ........................... 81

C.  Martonggo Raja  ............................................................ 83

1. Pasada Tahi.  ............................................................ 83 2. Marria Raja.  ............................................................. 84

3.  Martonggo Raja.  ...................................................... 85

4.  Memasukkan Jasad ke Peti Jenazah (Mompo). ............. 86

5.  Tangiang/Marsipanganon.  ....................................... 86

6.  Acara Penghiburan ................................................... 87

D.  Acara Partuatna (Acara Manogot).  ............................... 87

1.  Acara Keluarga ......................................................... 87

2.  Menerima Hulahula dan Tulang (Pasahat Ulos 

Saput dan Ulos Tujung) ......................................................................... 88

3.  Doa (Martangiang) Marsipanganon ............................................ 89 4. Mambagi Jambar ...................................................... 89

5.  Manjalo Tumpak……………………………………….. 89

6.  Acara Pangarapoton ................................................. 90

E.   Acara Maralaman .............................................................................................. 91

1.  Marende/Tangiang ..................................................... 91

2.  Kata Pembukaan (Huhuasi) dan 

Pembacaan Riwayat Hidup Singkat(Jujur Ngolu)  ......... 91

3.  Mandok Hata (Dongan Tubu, Simatua ni Boru

Muli,Dongan Sahuta, Aleale/Rekan Sekerja, 

Pemerintah Setempat) .............................................. 91

4.  Marende .................................................................... 92

5.  Mandok Hata Hulahula dohot Tulang ....................... 92

6.  Mangampu Hasuhuton .............................................. 92

7.  Mardondon Tua ......................................................... 93

8.  Acara Gereja (Pangula ni Huria) ............................... 94

9.  Pemberangkatan ke Pemakaman (Parbandaan) ...... 94

F.   Acara di Tempat Pemakaman ...................................... 94

1.  Acara Gereja (Huria) ................................................. 94

2.  Manuan Raja Ni Duhut-duhut.................................... 94

3.  Ungkap Hombung/Daon Sihol .................................. 95

4.  Hata Pasu Gabe sian Hulahula dohot

Tulang…………..96

5.  Kata Penutup/Hata Mauliate ..................................... 96

 

BAB VII

PENUTUP………………………………….………...….97 LAMPIRAN

:………………………………………………….…..99

 

Lampiran-1 

: Peta Kawasan Danau Toba.  ............. 101

Lampiran-2 

: Pohon Keluarga Bangso Batak .......... 102

Lampiran-3 

: Gambar Parpeak ni Namonding.  ...... 103

Lampiran-4

: Gambar Parjambaran 

Pinahanlobu (Na Marmiakmiak)  ....... 104

Lampiran-5 

: Gambar Parjambaran 

Sigagat Duhut (Gaja Toba)  ........................ 105

Lampiran-6 

: Gambar ni Sijagaron 

(Sanggul Marata)  .............................. 106

Lampiran-7 

: Susunan Dewan Mangaraja LABB  

Periode 2019-2022.  .......................... 107

Lampiran-8 

: Susunan Dewan Pengurus Pusat  

LABB Periode 2019-2022 .................. 109

Lampiran-9

 : Gambar Martonggo Raja ................... 111

 

                        

DAFTAR BACAAN …………………………………………...

.113

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

 

Adat Batak sebagai bagian integral dari budaya nasional memiliki ciri-ciri khas  yang membuatnya unik dan menonjol, bila dibandingkan dengan adat suku-suku lainnya. Bagi sebagian orang, adat Batak itu sering dipandang sebagai sesuatu yang ritual, budaya yang sulit berubah, terlalu mahal, memakan waktu dan rumit. Akan tetapi falsafah Batak yang menyebutkan ”rundut ni eme do mambaen tu gabena”, kerumitan dan keruwetan itu dapat membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi warga Batak yang melaksanakan adatnya. 

Sudah pada waktunya pemuka adat Batak dan para orangtua mencermati sikap sebagian kaum milenial yang kurang berkenan dengan kemahalan, kerumitan, dan panjangnya waktu praktik adat Batak. Selanjutnya, pada yang waktu bersamaan membuka hati mendengar dan   mengakomodir aspirasi mereka yang mendambakan adanya penyesuaian.

Beranjak dari pencermatan tata laksana adat Batak selama ini yang cenderung mahal, rumit, dan berlamalama, maka Lokus Adat Budaya Batak (LABB) mencoba menata ulang  tata laksana adat Batak yang esensial, efektif dan efisien melalui penerbitan   Buku Ruhutruhut  Adat Batak Toba se Jabodetabek.

  Esensial, artinya hakikat atau makna asali adat itu tidak boleh hilang walaupun wujud pelaksanaannya kelihatan dan atau memang berbeda. Efektif, artinya bahwa pelaksanaan adat itu hanya melakukan ritualritual yang selektif seturut esensinya. Dan akhirnya efisien artinya, pelaksanaan adat tersebut betul-betul berfokus pada esensinya dan efektif sehingga tidak harus mahal, rumit dan berlama-lama.  

Buku ini terdiri dari  tujuh bab. Bab Pertama, menjelaskan secara ringkas latar belakang perubahan tata laksana praktik adat Batak dikaitkan dengan kemajuan ekonomi, keagamaan dan kelancaran transportasi masyarakat Batak di perantauan. Selanjutnya dijelaskan pula maksud dan tujuan pengadaan buku ini serta ruang lingkup penerapannya.

Bab Kedua, menjelaskan tentang sapaan, umpama dan umpasa Batak. Sapaan adalah panggilan kepada seseorang dalam sistem kekerabatan Batak. Umpama atau ungkapan adalah nasihat (poda) atau aturan. Berbeda dengan umpama, umpasa selain mengandung arti sebagai poda na tur dan aturan juga merupakan doa (tangiang). Baik umpama maupun umpasa  biasa disampaikan ketika acara adat Batak berlangsung. 

Bab Ketiga, mengulas tentang Acara Pesta Pernikahan (Unjuk). Tahapan dimulai dari acara patua hata dohot marhusip, ulaon martumpol, marhata sinamot hingga acara di gedung. Acara di gedung meliputi prosesi parmasuk ni Pengantin hingga bernyanyi/doa penutup (marende/tangiang panutup).

a.        Sian hulahula manang parboru do tangiang panutup.

b.        Dipasahat ma tu Sintua manang Pangula ni Huria  mambaen ende dohot tangiang/pasupasu.

Bab Keempat, membahas tentang adat pernikahan campuran. Pernikahan campuran adalah pernikahan suku Batak dengan suku  non Batak baik yang bermarga maupun tidak bermarga. Bagian ini memberi bimbingan bagaimana menyelenggarakan adat Batak Toba terkait dengan pernikahan campuran. 

 Bab Kelima, mengulas tentang acara doa (ulaon partangiangan). Bagi masyarakat Batak Toba, ada tujuh jenis partangiangan. Bagaimana pelaksanaan

(partording ni) ketujuh partangiangan tersebut dibahas tuntas pada bagian ini.

 Bab Keenam, mengulas tentang acara adat yang berhubungan dengan kematian  (marujung ngolu). Pada bagian ini dijelaskan jenis-jenis marujung ngolu. Pelaksanaan adat marujung ngolu mulai dari tonggo raja hingga acara di tempat pemakaman dibahas tuntas pada bagian ini. 

Kemudian Bab Ketujuh, adalah sebagai Bab

Penutup yang berisi harapan dari penulis buku ini bagi seluruh masyarakat Batak Toba  di Jabodetabek dan dimana saja berada.

 Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa isi buku ini tidak dimaksudkan untuk menyeragamkan pelaksanaan adat Batak Toba. Tidak juga bermaksud menihilkan adat  yang sudah biasa dilaksanakan oleh masyarakat Batak Toba menurut masing-masing luat. 

Walaupun Ruhutruhut adat Batak Toba ini bersifat volunteer, namun sangatlah bermanfaat apabila diterapkan dalam setiap acara adat Batak Toba. Karena selain esensial, efektif dan efisien juga memberi daya tarik tersendiri bagi generasi milenial Bangso Batak. Kiranya buku ini menjadi kemuliaan dan kebesaran nama Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

A. Latar Belakang.

1. Diaspora Masyarakat Batak Toba.

Masyarakat Batak Toba (Par-Silindung, ParHumbang, Par-Samosir, Par-Toba, Par-Uluan)  sudah bermigrasi dan bermukim di Ibukota Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) jauh sebelum Indonesia merdeka. 

Pada umumnya mereka bergabung dalam kelompok/paguyuban (punguan marga dan /atau punguan parsadaan marga) dan melaksanakan adat Batak Toba. Bagi warga Batak yang berumur lebih dari 40 tahun, lahir dan  merasakan hidup di kampung halaman (Bona Pasogit) pelaksanaan adat tampaknya masih monoton dan berperilaku petani/agraris.  

Warga Batak yang berumur kurang dari 40 tahun dan   lahir  di Jabodetabek, sudah sangat berbeda sifat dan perilakunya.  Mereka  sangat dinamis dan tidak menyukai acara adat yang mahal, rumit dan berlama-lama. 

Tata Laksana paradaton Batak Toba di

Jabodetabek sangat dipengaruhi oleh sifat, perilaku, mental dan latar belakang sebelumnya. 

 

2.    Pengaruh Ekonomi.

  Masyarakat Batak Toba yang bermukim di Jabodetabek  mempunyai mata pencaharian yang beragam, seperti Aparatur Negara Sipil (ANS), anggota TNI dan Polri, pegawai swasta,  pengusaha/ wiraswasta, buruh dan lain-lain. Kita tidak memungkiri bahwa banyak dari para perantau Batak yang berhasil dan sukses dalam karirnya.  

Kehidupan perkotaan dan keberhasilannya dalam karir, sangat berpengaruh kepada kebiasaan sehari-hari, termasuk dalam praktek paradaton. Banyak tata laksana adat yang dipaksakan dan dibuat-buat seperti uang rongit,  pemberian krans bunga/buah dari pengantin kepada tulang, diadakan rombongan penari (penyambutan), kedua hasuhuton menyiapkan dengke, pemberian tumpak dibarengi hata pasupasu, ulaon sadari dan sebagainya.

 

3.    Pengaruh Agama

Masyarakat Batak Toba Jabodetabek yang pada umumnya menganut agama Kristinani ( Katolik dan Protestan ) dapat dibagi menjadi 3 (tiga)  bagian : a. Beragama dan Beradat

Kelompok ini  berupaya agar semua yang dilakukan berkenan di hadapan Tuhan dan menerapkan adat Batak yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Bagi mereka, ulos misalnya tidak berkekuatan magis, hanya   instrumen dan simbol yang perlu dilestarikan. Kelompok ini merupakan  mayoritas Batak yang pemahaman  agamanya sudah benar.

 

b. Beradat dan Beragama

Kelompok ini lebih takut disebut orang yang tidak beradat dari pada  orang yang tidak beragama. Bagi mereka ulos dari hulahula dan tulang misalnya mempunyai kekuatan magis dan dapat mendatangkan berkat bagi penerimanya, sehingga mereka selalu  mendambakan ulos pada acara adat. Kelompok ini jumlahnya tidak terlalu banyak dan pemahaman ajaran agamanya terasakan “masih dangkal”

 

c.  Beragama dan Fanatik

Kelompok ini pada umumnya penganut agama Kristen yang sangat liberal dan fanatik. Mereka beranggapan praktek paradaton Batak adalah ajaran animisme yang sangat berlawanan dengan ajaran agama Kristiani. Pada dasarnya mereka tidak menyukai adat Batak. Mereka menganggap  perlengkapan yang berkaitan dengan adat Batak seperti ulos adalah berhala, karena itu harus dimusnahkan.

 

4.    Pengaruh Komunikasi dan Transportasi Sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi  yang tersedia di Jabodetabek saat ini,  semakin memudahkan  interaksi di antara sesama warga Batak yang berdomisili di Jabodetabek. Kondisi ini memberikan akses dan kemudahan bagi warga Batak untuk melaksanakan adat Batak, baik sebagai pemangku adat maupun sebagai pengikut (undangan).

 

5.    Dewan Mangaraja Lokus  Adat Budaya Batak (DM LABB)

Sidang Umum DM LABB yang dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2018, diikuti oleh seluruh Ketua Punguan Marga, Ketua Punguan Parsadaan Marga dan Aktifis Seni Budaya Batak se Jabodetabek.

Mereka sepakat dan  telah berhasil mendeklarasikan salah satu Tri Embanan Lokus Adat Budaya Batak adalah penyederhanaan tata laksana paradaton Batak Toba (esensial, efektif dan efisien (3E) di Wilayah Jabodetabek. 

 

B.   Maksud dan Tujuan

 Buku Ruhutruhut Adat Batak  Toba se-Jabodetabek Edisi pertama, cetakan pertama, diterbitkan dengan maksud memperbaiki dan  menambah

(menyelaraskan) substansi Buku Ruhutruhut Ni Paradaton Masyarakat Dalihan Natolu (Buku Warna Kuning),  agar pelaksanaan adat Batak Toba di Jabodetabek lebih baik dan tetap mempertahankan prinsip 3E, yaitu esensial, efektif dan efisien dari segi esensi dan implementasi. hakikat, biaya, waktu, dan tenaga.

Tujuannya adalah :

1.  Generasi muda/milenial Batak di Jabodetabek lebih memahami, mencintai dan dan merasa memiliki  adat Batak Toba. 

2.  Pengeluaran biaya tidak harus mahal tetapi proporsional dan perlu.

3.  Pelaksanaan ruhutruhut paradaton Batak Toba tidak rumit dan berlama-lama.

4.  Pelaksanaan acara adat Batak Toba dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat (selesai pada pukul 17.00 Wib).

5.  Pada akhir pesta semua orang merasa bahagia dan sejahtera  sesuai hata ni na tuatua namandok :

a.  Asa marsinemnem urukuruk, marsilanlan aek toba,

dakdanak dang marungutungut, namagodang dohot natuatua sude marlas ni roha.

b.  Si rambe na bolak, si rambe anakanak, na magodang marolopolop, marsuraksurak nang dakdanak.

C.  Ruang Lingkup.

Buku ini meliputi Ulaon  adat  pernikahan (unjuk), acara partangiangan dan acara adat meninggal dunia. Ruhutruhut Adat Batak Toba mengenai yang lainnya   akan diterbitkan pada edisi berikutnya.

BAB II

SAPAAN  UMPAMA DAN UMPASA  BATAK

 

 

A. Sapaan Kekerabatan.

Dalam sistem masyarakat Dalihan Na Tolu,  sapaan dalam hubungan kekerabatan (partuturon)  yang menggambarkan relasi antar pribadi suku bangso  Batak, cukup kaya dan beragam.  Kepada  saudara yang lebih tua dipanggil dengan angkang/haha doli (kepada isterinya dipanggil angkang boru), sedangkan kepada  yang lebih muda dipanggil anggi doli (kepada isterinya dipanggil anggi boru). Disamping panggilan (panjouon), setiap marga Batak juga mempunyai nomor marga yang disusun  berdasarkan silsilah masing-masing marga. Seseorang yang mempunyai nomor lebih tinggi  (No.13), akan dipanggil bapak oleh yang nomornya lebih rendah  (No.14), sebaliknya  nomor yang  lebih rendah    (No.14) akan dipanggil anak oleh yang nomornya  lebih tinggi (No.13). 

Sapaan dalam hubungan kekerabatan yang digunakan di lingkungan masyarakat Batak Dalihan Na Tolu, meliputi :

1. Tutur Sapa (Partuturon) kepada Namardongan Tubu

 

a.    Ompung mangulahi = Ompung dari ompung.

b.    Amang mangulahi = Ompung dari ayah.                              

c.    Ompung doli (ompung suhut) = Orangtua laki-laki dari ayah. 

d.    Ompung boru (ompung suhut) = Orangtua perempuan dari ayah.

e.    Ompung suhut = Orangtua dari ayah.

f.      Amang/Among = Orangtua laki-laki. 

g.    Amang tua = Abang dari ayah.

h.    Amang uda = Adik laki-laki dari ayah.

i.      Inang/Inong = Orang tua perempuan.                                  

j.      Inang tua  = Isteri dari abangnya ayah.

k.    Inang uda = Isteri dari adik laki-laki ayah.

l.      Haha/Angkang = Abang kandung atau anak dari amang tua.

m. Angkang  boru = Isteri dari haha/angkang.

n.    Anggi = Adik kandung atau anak dari amanguda.

o.    Anggi boru = Isteri dari adik laki-laki.

p.    Amang = Isteri kita memanggil  mertua laki-laki dan kepada hahadoli dari suami.                                         

q.    Inang parumaen = Sapaan terhadap menantu perempuan.              

r.     Pahompu = Anak dari anak laki-laki atau perempuan kita.   

s.    Nini = Anak dari cucu laki-laki.

t.      Nono = Anak dari cucu boru.

u.    Ontokontok = Cucunya cucu laki-laki.

v.    Ondokondok = Cucunya cucu perempuan.

 

2.  Tutur Sapa (Partuturon) kepada Boru  

a.    Boru = Anak perempuan.

b.    Hela = Suami dari putri/boru kita.

c.    Iboto = Sapaan antara laki-laki dan perempuan  satu marga dan puteri dari namboru.      

d.    Lae = Sapaan terhadap sesama laki-laki beda marga, anak laki-laki namboru, suami dari ito, ayah dari hela.                                                            

e.    Namboru = Saudara perempuan ayah.

f.      Amangboru = Suami dari namboru.

g.    Ito mangulahi = Namboru dari ayah.

h.    Lae mangulahi = Suami dari ito mangulahi.

i.      Boru tangkas = Boru dari haha anggi.

j.      Boru suhut = Boru kandung.

k.    Bere = Semua     anak  laki-laki dari saudara kita  perempuan (ito). 

l.      Ibebere = Semua anak perempuan dan hela dari  saudara kita. 

m. Boru naposo = Bere   yang    menikah  tidak semarga dengan ibu. 

n.    Boru natuatua = Bere yang  menikah tidak

semarga dengan nenek. 

 

3.  Tutur Sapa (Partuturon) kepada Hulahula 

a.    Horong ni hulahula/tulang = Saudara laki-laki semarga dari isteri, ibu dan saudara semarga dari nenek dan saudara semarga dengan isteri dari abang/adik (haha/anggi) kita.                                               

b.    Hulahula = Saudara semarga dari isteri atau isteri dari abang/adik kita.

c.    Hulahula naposo = Mertua dari anak sendiri.

d.    Amang simatua = Ayah dari isteri.

e.    Inang simatua = Ibu dari isteri.

f.      Ompung Bao = Orang tuanya ibu.

g.    Tunggane = Saudara laki-laki dari isteri.

h.    Lae = Suami dari ito kita.

i.      Inang bao = Isteri dari lae/tunggane kita.

j.      Paraman = Anak laki-laki dari tunggane kita.

k.    Maen = Anak perempuan dari tunggane.      

l.      Tulang = Saudara laki-laki dari ibu.

m. Tulang naposo = Sebutan untuk paraman yang sudah menikah.

n.    Eda = Isteri dari ito.

o.    Tulang bao/Tulang rorobot = Tulang dari isteri atau saudara laki-laki ibu dari isteri kita.

p.    Bona tulang = Saudara laki-laki dari ompung suhut boru.

q.    Tulang rorobot = Saudara laki-laki dari nenek  (ompung suhut).

r.     Bona ni ari = Saudara laki-laki dari inang mangulahi dan hulahula ni ompung suhut boru mangulahi.

s.    Pariban = Boru ni tulang dan kakak/adik perempuan dari isteri kita.

t.      Amangtua/uda = Suami dari kakak/adik.

 

B. Peristilahan, Ungkapan (Umpama) dan Peribahasa

(Umpasa)

1. Peristilahan.

a. Marsolup di Hundulan 

Kedudukan sebagai hulahula, boru dan  dongan tubu, bergantung pada acara adat yang sedang dilaksanakan.

 

b. Sidapot Solup Do Na Ro 

Orang yang datang haruslah menggunakan liter

(solup) setempat, jelasnya  orang yang datang dari kampung (luat), seharusnya menyesuaikan dengan adat setempat (yang didatangi). 

 

c. Raja Parhata

Raja Parhata adalah juru bicara yang mewakili kelompok marga.

 

d. Tudutudu ni Sipanganon

Hidangan lauk (ternak yang disembelih), disajikan secara khusus. Lauk yang disajikan tdak dibeli secara kiloan (rambingan), akan tetapi seekor ternak yang utuh (dapat dilihat wujud dan besarnya).

 

e. Horihori Dinding

Mengadakan penjajakan dengan calon besan.

 

f.   Patua Hata

Acara menjadikan hubungan cinta muda-mudi ke orang tua (kurang lebih proses melamar).

 

g. Marhusip

                                  Suatu     acara     dalam     adat     Batak     untuk

membicarakan mas kawin pihak pengantin lakilaki yang diserahkan kepada pihak pengantin perempuan, juga membahas prosesi adat yang akan dilakukan (ditaruhon atau dialap jual). Acara ini tidak diikuti oleh pihak tulang dari kedua belah pihak hasuhuton.

 

h. Marhata Sinamot

Acara untuk membicarakan mas kawin yang akan diserahkan pihak pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan. Acara ini diikuti oleh Dalihan Na Tolu  (sekurang-kurangnya tulang dari pihak calon pengantin laki-laki dan pengantin perempuan).

 

i. Sitombol/Rambu Pinudun

Sitombol/rambu pinudun adalah sinamot untuk ulaon  dialap jual yang artinya bahwa besaran sinamot yang diserahkan ke parboru sudah mencakup suhi ni ampang na opat dan seluruh biaya yang berkaitan dengan pesta perkawinan (unjuk).

 

j. Tonggo Raja

Mengundang raja atau pemuka adat perwakilan marga sesuai dengan unsur Dalihan Na Tolu yang bersangkutan (hulahula, boru, dongan tubu)  bermusyawarah menghadapi ulaon adat.

 

k. Ria Raja

 Keluarga semarga pihak paranak dan boru berkumpul untuk menyiapkan segala sesuatu dalam menghadapi suatu pesta adat. 

 

l.  Pisopiso

Pemberian pihak boru kepada hulahula berupa uang, ketika hulahula memberikan ulos pada acara saurmatua dan lain-lain. 

 

 

m. Pasi tuak Natonggi

Uang yang diberikan sebagai ungkapan/ucapan terima kasih kepada kelompok hulahula/tulang.

 

n. Sibuhabuhai

Acara pembukaan pada pesta pernikahan (acara dialap jual) yang dihadiri kerabat dekat dari kedua belah pihak yang dilakukan di rumah orang tua pengantin perempuan. Pihak pengantin laki-laki datang membawa makanan namargoar dan keluarga pengantin perempuan menyediakan dengke. Setelah selesai makan, dilanjutkan berdoa dan kedua hasuhuton berangkat ke gereja untuk menghadiri acara gerejawi pemberkatan nikah.

 

o. Sarapan/Mambuhai Ulaon

Acara pembukaan pesta pernikahan (untuk dialap jual dan ditaruhon jual) yang dihadiri dari kedua belah pihak di gedung pertemuan   untuk makan bersama sebelum pemberkatan. Makanan disediakan oleh pihak laki-laki (paranak) dan pada acara ini tidak disediakan tudutudu ni sipanganon dari pihak paranak dan dengke dari pihak parboru.  Setelah selesai makan, dilanjutkan dengan berdoa dan kedua hasuhuton berangkat ke gereja untuk menghadiri acara gerejawi pemberkatan nikah.

 

p. Paulak Une (Mebat)

Acara kunjungan pertama ke rumah orang tua pengantin perempuan setelah pesta perkawinan (ditaruhon jual), biasanya dilakukan satu atau dua minggu  setelah pesta pernikahan. Pihak keluarga laki-laki membawa sulangsulang na tabo (lomoklomok namargota lengkap dengan namargoar).

 

q. Maningkir Tangga

Acara yang dilakukan oleh keluarga pengantin perempuan bersama keluarga  dekat berkunjung ke rumah menantu. Acara ini  dilakukan satu atau dua minggu setelah acara pesta pernikahan (dialap jual). Tujuannya untuk melihat tempat tinggal menantu/puterinya, sekaligus untuk mempererat hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak keluarga paranak/parboru. 

Orang tua perempuan membawa dengke, sedangkan keluarga laki-laki menyiapkan  namarmiak-miak dan pasi tuak na tonggi kepada  hulahula dan rombongan.

 

r. Pansamot

 Pihak yang memberikan sinamot, sekaligus penerima ulos pansamot (orang tua pengantin laki-laki) dari orang tua pengantin perempuan. 

 

s.      Pamarai/Sijalobara

Abang atau adiknya orang tua perempuan.

 

t.       Simanggokkon

Abang atau amang uda pengantin perempuan.

 

 

u.     Simolohon

Abang atau amang uda pengantin laki-laki.

 

v.      Pamarai

Abang atau adik orang tua pengantin laki-laki.

 

w.    Upa Pariban

Untuk kakak atau namboru pengantin perempuan.

 

x.      Parorot

Namboru dari pengantin perempuan.

 

y. Suhi ni Ampang Naopat

Lambang empat fungsional penerima mas kawin pada acara menikahkan puteri atau menikahkan      (pangolihon) anak.

 

z. Pahuta Boru

1)       Sijalobara  = Bapatua/uda kandung dari dari   pengantin wanita).

2)       Simolohon = Saudara laki-laki yang sudah menikah dari pengantin perempuan.

3)       Upa parorot = Namboru dari pengantin perempuan.

4)       Upa tulang = Tulang dari pengantin perempuan.

 

aa. Pangolihon Anak 

Sijalo Ulos tu Suhi Ni Ampang Na Opat :

a)      Pansamot = Orang tua pengantin laki-laki 

b)      Pamarai = Bapa tua/uda dari pengantin lakilaki. 

c)      Simanggokkon = Abang/adik dari pengantin laki-laki  yang sudah menikah secara adat. 

d)      Sihunti Ampang = Iboto ni pengantin laki-laki, sudah menikah secara adat. 

 

bb. Ulos Hela 

Ulos yang diberikan orang tua perempuan  kepada kedua pengantin (menantu atau helanya dan puterinya). 

Catatan :

Orang tua yang belum diadati (belum menerima ulos hela), tidak berhak manguloshon ulos hela.

 

cc. Ulos Herbang 

Ulos yang diberikan secara langsung dengan digelar       untuk     diuloskan      kepada   yang menerimanya.

Catatan :

Tidak perlu ada ulos na lompit karena pihak yang menerimanya tidak hadir.

 

dd. Ulos Tinonun Sadari 

Ulos yang diganti berupa uang yang dimasukkan kedalam amplop.

 

ee. Ulos “Mula Gabe” 

Ulos yang diberikan seorang orang tua kepada borunya yang sedang hamil tua (hanya untuk anak pertama). 

Pemberian ulos ini, adalah sebagai lambang dan harapan, agar anak perempuannya/borunya yang sedang mengandung dan bayi yang dikandungnya sehat walafiat.

 

 

ff. Ulos Parompa 

Ulos yang diberikan orang tua perempuan kepada borunya sebagai penggendong cucunya. Pemberian ulos parompa ini adalah lambang harapan agar cucu yang baru lahir hangat tubuh dan jiwanya , horas turkis  (hanya diberikan kepada  cucu pertama).

 

gg. Paebathon Buhabaju tu Ompungna 

Acara kunjungan pertama pihak menantu/isteri,  keluarga dekat dan cucu pertama yang baru lahir (berumur 2  atau 3 bulan) dan keluarga dekat ke rumah ompungnya (ompung bao). 

 

 

hh. Ulos Saput 

Ulos parsirangan yang digunakan untuk menutup jenazah dan ikut dibawa ke dalam liang lahat. Ulos ini diberikan oleh yang berhak sesuai adat yang bersangkutan (sidapot solup do na ro).

 

 

Catatan :

1) Di beberapa luat/marga, bila suami meninggal dunia, pemberi ulos saput adalah tulang (tulang suhut). 

2) Di beberapa luat/marga, bila suami meninggal dunia, pemberi ulos saput adalah hulahula (marga dari hulahula).

 

ii. Ulos Tujung

Ulos yang diberikan (diuloshon)  kepada seorang yang isteri atau suaminya  meninggal. Ulos diberikan oleh yang berhak sesuai adat yang bersangkutan (sidapot solup do na ro). 

Catatan :

1) Di beberapa luat/marga bila isteri meninggal, ulos tujung diberikan oleh tulang (tulang suhut). 

2) Di beberapa luat/marga lain,  ulos tujung  diberikan oleh hulahula (dari pihak isteri)/parboru.

 

 

 

jj. Jambar Juhut 

Bagian/jatah yang diterima seorang/uduran, berupa daging dari namargoar yang disediakan. Pem-bagiannya sesuai dengan adat dari marga yang bersangkutan (Sidapot solup do na ro). 

Catatan :

1)       Di beberapa luat/marga, osang (dagu) utuh diserahkan kepada hulahula (parboru). 

2)       Di beberapa luat/marga, osang (dagu) utuh diserahkan kepada boru)

3)       Di beberapa luat/marga lain, osang dibagi 2 (dua), sebelah kanan untuk boruna parboru/ hulahula dan sebelah kiri untuk boruna paranak.

Tambahan : Jambar ni hulahula adalah namarngingi (kepala) sebelah kanan.

 

kk. Adat Na Gok

Adat Dalihan Na Tolu pa opat sihalsihal dilakukan secara lengkap dan penuh di depan si tuan na torop. 

Jambar hata, jambar juhut, jambar uang dan ulos diberikan kepada yang berhak, sesuai sifat dan atau nama pestanya (umumnya untuk acara ulaon unjuk, ulaon saur matua). 

Pesta adat bukan diukur dari banyaknya undangan/peserta dan atau besarnya gedung/areal tempat dilaksanakannya pesta. 

 

2.  Ungkapan (Umpama)  

a. Sebagai Petuah (poda na tur) 

1)         Manat mardongan tubu, elek marboru, somba  marhulahula. 

2)         Pantun hangoluan, tois hamagoan.

3)         Tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona. 

4)         Sala mandasor, sega luhutan.  

5)         Marsimu    songon    unte,  martangga  songon balatuk.

6)         Gagak   do  eme  na  lambang,  unduk eme  na porngis.

7)         Tampulon aek do na mardongan sabutuha/ namardongan tubu.

8)         Unang manortori na so gondangna.

9)         Nai humalaput tata indahanna, nai humarojor mabola hudonna.

10)     Manat    unang    tartuktuk,       dadap    unang tarrobung.

 

b. Sebagai Aturan

a)        Sidapot solup do na ro.  

b)        Sisoli-soli do uhum, siadapari do gogo.  

c)        Ingkon dos do nangkokna dohot tuatna. 

d)        Sitiop dasing na so ra teleng.  

e)        Unang siida bohi. 

f)          Di jolo raja si pareahan, di tonga-tonga si haliangan,  di pudi si paimaon.  

g)        Molo litok aek di toruan, tingkiron ma tu julu. 

h)        Marbingkas do na uli, marbonsir do na roa.

 

3.  Peribahasa (Umpasa).

a. Sebagai Poda

1)         Sihikkit sinalenggam, tapilit ma na dumenggan.

2)         Tuat si puti, nangkok si deak,  Ia i na umuli, ima tapareak.

 

3)         Metmet bulung ni jior metmetan bulung ni banebane, Lehet pe hata tigor, lehetan do hata dame.

4)         Paukpauk hudali, pagopago tarugi.

Natading ni ulahan, nasega ni pauli.

5)         Sibigo/Sipigo ambaroba, rara hulinghulingna.

Na uli do na roa molo denggan pangalahona.

6)         Molo loja ho nangkok tu dolok, maradian ma di robean.

     Molo marungkil roham jala ponjot, lului ma Debata Pangunsandean.

7)         Bangunbangun     sinuan,   bangunbangun salongon.

Molo na uli ni ulahon, na uli do jalo on.

8)         Habang ambaroba paihutihut rura,

Hata naung nidok, tongka do mubamuba.

9)         Asing asar ni lali, asing asar ni leangleang.

Asing do na sinali, asing do na nilean.

10)     Unang jolo siburinsak asa pora-pora,

Unang jolo hona insak asa pauba roha.

 

11)     Horbo ni Padangbolak manjampal di balian, Molo so disi roha, godang ma sidalian.

 

b.    Sebagai Aturan

1)             Tuat ma na dolok, martungkot siala gundi.

   Pinungka ni na parjolo, siihuthonon ni na parpudi.

 

2)             Nunga mumpat taluktuk, sega gadu-gadu. Nunga tinggal na buruk, dung ro uhum na imbaru.

3)             Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang.

Togu hata ni uhum, toguan do hata ni padan.

4)             Habang leangleang tu dolok tu toruan,

Molo ugasan hatopan ndang jadi hapunjungan.

5)             Denggan ma bulu godang, denggan bahen hitehite. Molo anak magodang, denggan ma hot ripe. 

6)             Jabu      sopo      margalapang,       jabu        ruma margalanggalang.

Tung ise pe di alap bere i, natong do i boru ni   tulang.

 

c.    Sebagai Doa (Tangiang)

1)             Bintang na rumiris, ombun na sumorop.

                                    Anak pe antong riris, boru pe antong torop.

2)             Andor hadumpang ma togu-togu ni lombu,  Andor hatiti ma togu-togu ni horbo.

Nangnang       ma hamu     matua    pairingiring pahompu,

Sahat ma tu na marnini, sahat tu na marnono.

3)             Dangka ni arirang,  

                                    Peak di tonga ni onan.

        Parsaripeon muna ma so jadi sirang,   Tondi muna ma masigomgoman.

4)             Sahatsahat ni solu, sai sahat ma tu bontean.

      Sai leleng ma hita mangolu, sahat tu panggabean.

5)             Habang ambaroba, songgop tu hau si torop.

  Amanta Debata do si lehon tua, horas-horas ma hita saluhutna diparorot.

6)             Disi si rungguk, disi si tata,

Disi hita juguk disi do Amanta Debata.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III 

ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)

 

 

A. Acara Patua Hata dohot Marhusip.

Pelaksanaan Ulaon Patua Hata biasanya dilanjutkan  dengan Ulaon Marhusip di tempat yang sama, di rumah parboru. 

 

1. Patua Hata

a.    Sebelum dilaksanakan ulaon patua hata, terlebih dahulu dilaksanakan horihori dinding,  oleh boru dari kedua hasuhuton yang bertindak sebagai domudomu. Akan tetapi apabila kedua hasuhuton sudah saling mengenal, ditambah dengan canggihnya komunikasi, pembicaraan dapat dilakukan secara langsung tanpa  melalui domudomu. 

b.    Patua Hata dalam adat Batak artinya meningkatkan hata ni naposo  menjadi hata ni natuatua, dimana  pihak paranak berangkat ke rumah parboru untuk meminang boru menjadi parumaen.

c.    Kedua hasuhuton paranak dan parboru masing-masing didampingi oleh beberapa keluarga dekat dan boru.

d.    Paranak pasahat tudutudu ni sipanganon, parboru pasahathon dengke.

e.    Setelah selesai makan bersama, pihak keluarga parboru melalui Raja Parhata masisisean, menanyakan tujuan kedatangan dari pihak paranak ke rumah parboru.

Catatan :

1)   Apabila calon pengantin perempuan dari  suku non Batak, dapat terlebih dahulu dilakukan ulaon mangain.

2)   Apabila calon pengantin laki-laki berasal dari  suku non Batak, dapat dilakukan ulaon mangampu atau pamampe marga.

 

 

 

Catatan :

Di beberapa luat/marga yang dapat dilakukan adalah “mangamai” karena tidak dibenarkan mangampu atau mangampehon marga.

 

2. Marhusip

a.    Setelah ulaon patua hata, dimana lamaran paranak diterima oleh parboru, dilanjutkan dengan Ulaon Marhusip.

b.    Pihak paranak dan parboru  mendiskusikan   berbagai hal  menyangkut tanggungjawab adat masing-masing seperti :

1)   Ise do bolahan amak (dialap/taruhon jual).

2)   Balga ni sinamot (rambu pinudun/sitombol).

3)   Godang ni ulos. 

4)   Parjuhutna.

5)   Parjambaron.

6)   Inganan dohot tingki di na marhata sinamot.

7)   Martumpol.

8)   Pesta unjuk.

9)   Godang ni undangan  10) Dohot na asing.

 

c. Pasahat Ingotingot

1)   Pasahat Ingotingot adalah acara terakhir pada ulaon marhusip.

2)   Ingotingot adalah sarana  untuk mengingatkan seluruh hadirin (situan natorop) terhadap hasil pembicaraan yang sudah disetujui ke-dua  hasuhuton.  

3)   Kedua hasuhuton masing-masing menyiapkan piring berisi beras (boras na pir), uang kecil sesuai  jumlah yang hadir dengan ditam-bahkan 1 uang induk.

4)   Raja Parhata menjelaskan  arti dari Ingotingot, selanjutnya bertukar ganti uang, kemudian seluruh  hadirin meneriakkan Ingotingot 3 kali sebelum uang dibagikan.  

 

 

 

B.  Ulaon   Martumpol,   Marhata   Sinamot  dan Marria Raja

Pelaksanaan ketiga ulaon ini praktisnya dirangkaikan dengan ulaon mangain (kalau ada), patua hata dan marhusip. Dengan demikian kita mengenal istilah  5M (mangain, patua hata/marhusip, martumpol, marhata sinamot dan marria raja) dalam satu hari.

 

1. Martumpol  

a.    Ulaon martumpol adalah acara gerejawi, bukan bagian dari acara adat, dilaksanakan di gereja ni parboru atau di gereja lain yang lebih dekat ke tempat ulaon  marhata sinamot.

 

b.    Tata Laksana Martumpol, adalah : 

1)     Paranak dan  parboru mengundang kehadir-an  hulahula, tulang,  dongan tubu, boru/bere, raja parhata, dongan sahuta dohot aleale.  

2)     Persiapan saksi dari pihak paranak dan parboru.

3)     Perlengkapan untuk acara tukar cincin.

4)     Acara Gereja (Pangula ni Huria).

5)     Diakhir acara martumpol, mandok hata paidua ni suhut pihak paranak dan parboru (hata mauliateon dan mengundang acara berikut-nya). 

6)     Parboru paradehon makanan ringan dohot minuman (lampet, snack).

7)     Ulaon martumpol dohot ulaon marhata sinamot dipatupa di bagasan sadari na i.

 

2. Marhata Sinamot 

a.    Ulaon marhata sinamot di gelar di dekat gereja tempat martumpol, di gedung pertemuan atau di ruang serbaguna gereja  ni parboru atau paranak.

b.    Pahantushon inganan dohot tingki pamasumasu-on dohot pesta unjuk.

c.    Tata Laksana Marhata Sinamot : 

a)     Paranak  dohot  parboru  mengundang  beberapa keluarga dekat mewakili dongan tubu, boru/bere, hulahula, tulang, raja parhata dohot dongan sahuta.

b)     Paranak  pasahat tudutudu   ni   sipanganon, parboru pasahathon dengke.

c)     Pasahat pinggan panungkunan. 

d)     Masisisean.

e)     Pasahat patujolo ni sinamot tu suhut parboru. Catatan :

1)      Marhata sinamot dapat dilakukan setelah ataupun sebelum martumpol.

2)      Sebelum acara dimulai, dipastikan kehadiran hulahula dohot tulang.

3)      Di tingki masisisean di pesta unjuk, ndang mardalan be pinggan panungkunan.

 

3.  Marria Raja

a.    Ulaon marria raja dilakukan sebagai persiapan dalam melaksanakan pemberkatan pernikahan dan pesta unjuk.

b.    Tata Laksana Marria Raja adalah :

1)     Dikuti oleh perwakilan dongan tubu, boru, pengurus punguan dan dongan sahuta.

2)     Penunjukan Protokol.

3)     Penunjukan Raja Parhata.

4)     Pendistribusian undangan.

5)     Hasuhuton mempersiapkan sipanganon tanpa namargoar (tudutudu ni sipanganon).

 

C.  Acara Pada Hari Pernikahan 

 

1. Sibuhabuhai/Mambuhai Ulaon (Sarapan Pagi). 

 Pada dasarnya ulaon sibuhabuhai pada acara  di alap jual, dilaksanakan  di rumah suhut parboru, akan tetapi apabila acara dilaksanakan di tempat lain (di gedung pertemuan atau  aula gereja),  acara tersebut disebut mambuhai ulaon (sarapan pagi). Tujuannya adalah agar hasuhuton paranak dan parboru, berdoa dan makan bersama sebelum dimulainya acara  pemberkatan pernikahan dan pesta unjuk.  

a.    Suhut paranak dan parboru, didampingi  dongan tubu/keluarga dekat dengan boru. 

b.    Di ulaon sibuhabuhai paranak membawa makanan namargoar (tudutudu ni sipanganon).

c.    Di na mambuhai ulaon (sarapan pagi), suhut paranak tidak menyiapkan namargoar (tudutudu ni sipanganon), demikian juga     parboru tidak menyiapkan dengke.

d.    Di pintu masuk, calon pengantin perempuan menyambut kedatangan calon pengantin lakilaki dan menyematkan bunga dada (Corsage). Selanjutnya calon pengantin laki-laki menyerahkan bunga tangan  (hand bouqet) kepada calon pengantin perempuan.

e.    Setelah doa makan oleh pihak paranak, parboru mangupaupa boru/calon pengantin perempuan.

f.      Pihak parboru menutup doa makan, selanjutnya rombongan kedua hasuhuton berangkat ke gereja.

 

 

                       2. Acara               Pemberkatan               Pernikahan

(Pamasumasuon).

 Acara     pemberkatan       pernikahan    dapat dilaksanakan di gereja ni parboru untuk dialap  jual, di gereja ni paranak untuk di taruhon jual atau meminjam gereja lain yang lebih dekat ke gedung pesta. 

a.    Setelah acara pemberkatan, suhut paranak mandok hata/ucapan terimakasih  kepada majelis jemaat dan mengundang hadirin ke gedung pesta.

b.    Demikian juga suhut parboru, mandok hata/  ucapan terima kasih kepada Majelis Jemaat dan mengundang hadirin ke gedung pesta. 

c.    Catatan Sipil dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku     di    lingkungan    gereja    yang bersangkutan.

 

 

 

 

D.   Acara di Gedung

1. Prosesi Parmasuk ni Pengantin

a. Ditaruhon Jual

1)     Dongan tubu, boru/bere, dongan sahuta dohot aleale ni parboru/paranak, masuk tu bagas gedung jala hundul di inganan naung ditontuhon.

2)     Pengantin dan orang tua kedua hasuhuton masuk ke gedung. 

3)     Suhut parboru kembali ke harbangan. 

4)     Suhut parboru dohot angka rombongan masuk  tu bagas gedung, mamboan jualna.

  

b. Dialap Jual

1)     Dongan tubu, boru/bere, dongan sahuta dohot aleale ni parboru, masuk tu bagas gedung, di inganan naung ditontuhon.

2)     Dongan tubu sian paranak masuk tu gedung.

3)     Suhut paranak dohot suhut parboru rap masuk  tu gedung mangiringi pengantin.

 

2. Paranak Parjolo Manjalo Horong ni Hulahula dohot Tulang (Taruhon Jual) 

a.    Sisahali manjalo ma suhut paranak diharoro ni uduran ni hulahula dohot tulang.

b.    Di tingki na manjalo uduran ni hulahula dohot tulang, hot ma paranak di Pogu ni Alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan, jala ndang mamangke angka panortor  sebagai penyambut.

c.    Holan hulahula dohot tulang manghunti tandok boras na pir ni  dohot mamboan dengke, horong ni hulahula dohot tulang na asingi, unang mamboan dengke (cukup ma mamboan boras na piri).

 

3. Parboru Parjolo Manjalo Horong ni Hulahula dohot Tulang (Dialap Jual) 

a.    Sisahali manjalo ma suhut parboru diharoro ni uduran ni hulahula dohot tulang.

b.    Di tingki na manjalo uduran ni hulahula dohot tulang, hot ma nasida (parboru) di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan, jala ndang mamangke panortor   sebagai penyambut.

c.    Holan hulahula dohot tulang ni parboru ma manghunti boras si pir ni tondi dohot mamboan dengke, horong ni hulahula dohot tulang na asing i, unang pola mamboan dengke (holan boras na pir).

Catatan :

1)   Andorang so masuk hulahula/tulang tu bagas gedung, jolo dipatangkas protokol ma urutan ni panjouonna, ima : f. Hulahula.

g.      Tulang Suhut.

h.      Tulang bao/Tulang rorobot.

i.        Bona tulang.

j.        Hulahula naposo/hulahula anak manjae

2)   Disamping dengke Jual dari suhut parboru, dengke siuk yang disiapkan jumlahnya hanya 2 nampan (1 nampan dengke dari hulahula dan 1 nampan dengke dari tulang suhut).

 

4. Pasahat Tudutudu ni Sipanganon/Pasahat      Dengke

Dung sude raja na niontang tipak di hundulanna be, andorang so marsipanganon : 

a.    Paranak didampingi sisolhot pasahat namargoar (tudutudu ni sipanganon).

b.    Parboru pasahat dengke.

 

5. Tangiang/Marsipanganon

a.    Tangiang mangan sian paranak.

b.    Paranak pasahat sulangsulang na tabo tu horong ni suhut parboru dohot  hulahula/tulang.

c.    Kedua hasuhuton borhat patamahon na ni ontang songon na pasangaphon.

 

6. Marbagi Jambar (Sidapot solup do na ro) 

a.    Dung hirahira satonga manang tolu paropat marsipanganon, di ulahonma na marbagi jambar. 

b.    Parboru manise paranak taringot tu partording ni tudutudu sipanganon.

c.    Di na marbagi jambar, berpedoman pada prinsip sidapot solup do na ro.  

 

 

7. Manjalo Tumpak

a.    Dung hirahira sidung marsipanganon, ditutup ma na marsipanganon dohot tangiang sian Pangula ni Huria.  

b.    Dung taripar parjambaron, paranak mangido tingki manjalo tumpak pangurupion sian boru/ bere, dongan tubu, dongan sahuta dohot aleale. 

c.    Jika rombongan kelompok sihalsihal yang datang dari pihak pengantin perempuan, maka mereka  memberikan ulos tinonun sadari (uang dalam bentuk amplop), kalau dari pihak pengantin pria memberikan tumpak (uang). Protokol mengatur urutan kelompok sihalsihal

(huria, pemerintah setempat, rekan sekerja;

dongan sahuta; aleale) bergerak  seperti air mengalir  tanpa memberikan sepatah dua patah kata (sambutan).

d.    Kelompok dari Punguan       Marga    saat memberikan tumpak, memberikan sepatah dua patah kata dan hanya diwakili oleh  Ketua Umum punguan.

e.    Punguan marga/punguan parsadaan marga na naeng pasahat tumpak, ndang  pola adong  na marende manang markoor, langsung ma mandok  hata jala pasahat tumpak.

f.      Suhut paranak pasahaton hata hamauliateon jala pasigathon tumpak tu parumaen.

 

8. Masisiean

a.    Pada saat  patua hata/marhusip dan marhata sinamot, sudah ditentukan siapa yang menjadi Raja Parhata, sebaiknya tidak berubah pada saat  masisisean.

b.    Raja Parhata memberi penjelasan singkat terkait  pembicaraan sebelumnya bahwa pada saat Ulaon Marhata Sinamot, telah disampaikan Pinggan Panungkunan dan Patujolo ni Sinamot.

c.    Acara   berikutnya   akan  di pandu  oleh raja  parhata kedua belah pihak hasuhuton. 

   

9. Paranak Pasahat Panggohi ni Sinamot

a.    Suhut Paranak pasahathon Panggohi ni Sinamot tu suhut parboru, sebagai kelanjutan dari     pemberian Patujolo ni Sinamot pada saat acara Marhata Sinamot.

b.    Sebelum panggohi ni sinamot sampai di suhut parboru, akan diperiksa oleh raja parhata paranak dan raja parhata parboru, selanjutnya diserahkan kepada suhut parboru.  

 

10. Paranak Pasahat Todoan tu Suhi Ni Ampang Naopat dohot Panandaion

a.    Paranak pasahat todoan tu suhi ni Ampang :

1)   Pamarai/Sijalo bara.

2)   Simolohon.

3)   Upa Pariban.

4)   Tulang ni boru muli (upa tulang).

b.    Paranak pasahat angka Panandaion.

1)   Penyerahan kelompok-kelompok panandaion disesuaikan atau sama dengan jumlah  ulos namarhadohoan maksimal 17 hali panjouon.

2)   Jumlah dan detail penerima panandaion  ditentukan       oleh       suhut     parboru (untuk penghematan waktu, dibatasi jumlahnya). 

 

 

Catatan : 

a) Suhut Parboru memberikan upa tulang bersama dengan suhut paranak.

b) Pada saat memberikan upa tulang, parboru sekalian  menyampaikan pinggan panganan kepada hulahula/tulang dan rombongannya.

 

 

 

11. Parboru Pasahat Pinggan Panganan

a.    Pinggan panganan  disampaikan paranak ke dongan tubu  berupa uang di dalam amplop. 

b.    Penyiapannya sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton “masinakkohi  tangga ni balatukna be”, artinya paranak dan parboru menyiapkan sesuai undangan masing-masing.

c.    Pada waktu memberikan pinggan panganan, raja parhata tidak usah manortor atau marmonsak. 

 

12. Parboru Pasahat Tintin Marangkup dohot  Pinggan Panganan

Pada saat memberikan tintin marangkup, paranak  sekalian  menyampaikan pinggan panganan kepada hulahula/tulang dan rombongannya.

 

13. Parboru Pasahat Ulos na Marhadohoan Si jalo ulos herbang na marhadohoan dibatasi maksimal 17 (sampulu pitu) bulung, ima : 

a.    Ulos pansamot kepada orang tua pengantin laki-laki.

b.    Ulos hela kepada pengantin.  

c.    Pamarai kepada bapatua/bapauda pengantin.

d.    Simanggokhon kepada abang/adiknya.

e.    Sihunti ampang kepada Ibotona.  

f.      Ulos selebihnya   diserahkan  kepada  suhut  paranak   untuk   pengaturannya. 

g.    Parsadaan Marga.  

Catatan :

Pengantin tidak menyerahkan  parcel buah atau  bunga tangan ke hulahula ni paranak dan atau ke hulahula ni parboru.  

 

 

14. Parboru Pasahat Ulos Holong tu Pengantin

a.    Ulos holong sipasahaton ni parboru tu pengantin maksimum 17 bulung.

b.    Molo tung pe sitorop partubu namarsiulaon i diaturhon ma di tingki tonggo raja, angka ise ma napasahathon ulos holong.

c.    Napasahat ulos naparjolo ima hasuhuton, laos ihutma paiduana, dungi angka  dongan tubu napasahat sikkat ni ulos,  jala naparpudi ma ulos sian punguan na niuluhon ni Ketua Umum.

 

15.  Parboru Pasahat Ulos Tinonun Sadari

a.    Ulos tinonun sadari  disampaikan paranak ke dongan tubu  berupa uang di dalam amplop. 

b.    Penyiapannya sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton “masinakkohi  tangga ni balatukna be”, artinya paranak dan parboru menyiapkan ke undangan masing-masing.

c.    Pada waktu memberikan ulos tinonun sadari,  protokol tidak usah manortor atau marmonsak.

Catatan : 

Molo adong kelompok sihalsihal naeng pasahathon ulos holong, diganti ma dohot ulos tinonun sadari, jala dipasahat ma di tingki acara manjalo tumpak.

 

16. Hulahula dohot Tulang ni Parboru Pasahat Ulos Holong

a.    Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5 bulung.

b.    Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao dohot  bona tulang masing-masing maksimum 3 bulung.

c.    Hulahula na marhahamaranggi masing-masing

1 bulung;

d.    Hulahula anak manjae (hulahula naposo) masing-masing 1 bulung;

e.    Angka uduran ni hulahula dohot tulang pasahathon singkat ni ulos (amplop).

 

 

17. Hulahula dohot Tulang ni Paranak Pasahat Ulos Holong

a.    Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5 bulung.

b.    Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao dohot  bona tulang masing-masing maksimum 3 bulung.

c.    Hulahula na marhahamaranggi masing-masing 1 bulung.

d.    Hulahula anak manjae (hulahula naposo) masing-masing 1 bulung.

e.    Angka uduran ni hula-hula dohot tulang pasahathon singkat ni ulos (uang dalam amplop). Catatan :

Di ulaon ditaruhon jual dohot dialap jual ndang di pamasa manogu/panangkokhon pengantin tu panggung.

 

18. Parboru Manauri

a.    Hata Sigabegabe, nasehat, ucapan terima kasih disampaikan oleh orang tua (natoras) ni parboru.  

b.    Manauri bisa diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton, bila orangtua (natoras) ni pengantin perempuan berhalangan (hurang malo marhata Batak). 

 

19. Paranak Mangampu

a.    Mangampu (ucapan terimakasih) dari suhut paranak hanya 1 orang saja, dapat diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton kalau hasuhuton berhalangan (hurang malo marhata Batak).

b.    Pengantin tidak perlu mengucapkan terima kasih (mangampu), karena orang tuanyalah yang berpesta,  masih ada acara berikutnya yang dilaksanakan di rumah paranak yaitu mangupa parumaen.

Catatan : 

Ulaon sadari (paulak une dan maningkir tangga) tidak dilaksanakan bersamaan dengan  pesta unjuk, tetapi  dilakukan kedua hasuhuton sesudah selesai pesta unjuk yang waktunya sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

 

 

20. Patupa Olopolop

a.    Olopolop adalah acara terakhir pada acara pesta pernikahan adat Batak.

b.    Acara ini menunjukkan kepada khalayak, bahwa pesta pernikahan (ulaon unjuk)  berjalan dengan baik, tidak kurang sesuatu apa (hot diparadaton na/adat gok). 

c.    Kedua hasuhuton masing-masing meyiapkan piring berisi beras (boras na pir), uang (ringgit) ditambahkan 1 induk.

d.    Sebelum dibagikan, raja parhata menjelaskan pinggan olopolop dan seluruh  hadirin meneriakkan olopolop 3 kali.

  

21. Marende/Tangiang Panutup

c.    Sian hulahula manang parboru do tangiang panutup.

d.    Dipasahat ma tu sintua manang pangula ni huria mambaen ende dohot tangiang/pasupasu.

 

BAB IV 

ADAT PERNIKAHAN CAMPURAN

 

 

 

             Pernikahan campuran adalah pernikahan suku Batak dengan suku lain non Batak bermarga antara lain suku Manado, Ambon, Toraja, Cina dan suku yang tidak bermarga antara lain suku Jawa, Sunda, Padang.       Sesuai perkembangan jaman, tidak dapat dipungkiri bahwa di kalangan masyarakat Batak akan terjadi pernikahan campuran atau pernikahan antar suku bermarga atau tidak bermarga.

 Dalam situasi yang demikian adat Batak sudah mempunyai perangkat     aturan    adat       yang      dapat memfasilitasi pernikahan  campuran tersebut, sehingga dapat terlaksana sesuai dengan adat Batak Toba sebagaimana laiknya pernikahan di antara sesama suku Batak Toba.

 

 

 

Tata cara pelaksanaan pernikahan campuran 

 

A.   Perempuan Batak menikah dengan laki-laki Suku Non Batak

1.  Sebelum menikah secara adat dengan perempuan Batak, calon menantu laki-laki bila berkenan dapat diberikan marga disebut  mangampu marga. 

Catatan :

Namboru pengantin perempuan hanya mangampu.

 

2.  Namun bila yang bersangkutan tidak berkenan, acara pernikahan secara adat Batak  tetap dapat dilakukan, yaitu melalui keluarga pendamping keluarga iboto dari ayah perempuan (namboru) calon pengantin perempuan.

 

3.  Calon menantu dalam menentukan pilihan mangampu marga atau tidak mangampu marga, sangat tergantung kepada kemampuan dan kesadarannya untuk menyelenggarakan acara adat tersebut.

 

4.  Pelaksanaan acara mangampu marga tidak terlalu mudah dan gampang dilaksanakan (apalagi  ada pilihan berkenan atau tidak berkenan), karena yang bersangkutan akan punya nomor di marganya dan masuk dalam silsilah/tarombo marga.

 

B.   Laki-laki Batak Menikah dengan Perempuan Suku Non Batak

1.  Calon pengantin perempuan suku non Batak yang akan melakukan pernikahan secara adat Batak, harus terlebih dahulu dilakukan acara mangain. 

Calon pengantin perempuan tidak boleh menggunakan keluarga pendamping, dengan alasan calon pengantin laki-laki sudah mempunyai tulang/paman. 

Mangain mempunyai 2 makna filosofis yang harus dianut, yaitu :

a.    Mangain seperti manghadang ulos, dimana  selesai acara, ulos dilepas. Artinya dengan selesainya acara pesta pernikahan, marga tidak dipakai terus dan tidak terlalu di perhatikan hubungan kekerabatan.

b.    Mangain seperti ulos na so ra buruk yaitu setelah diain dia seterusnya memakai marga dan terikat hubungan kekerabatan antara anak dan orang tua/antara yang diain dan yang mangain.

c.     Tata cara dohot  natalup mangulahon Mangampu marga.

1)     Ia ulaon mangampu marga ima ulaon internal marga yang bersangkutan. Tata cara pelaksanaannya sesuai ketentuan marga.

2)     Natalup mangulahon ima :

a) Ingkon lengkap ma ama dohot ina (dang nababalu/janda/duda).

b) Naung marumah tangga dibagasan adat na gok.

c)  Unang ma naung manjalo sulang sulang hariapan/surungsurung.

BAB V

ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN)

 

 

Pada dasarnya tidak semua acara yang dilakukan dengan ulaon partangiangan menjadi acara adat Batak (Dalihan na Tolu), walaupun acara itu dihadiri hulahula. Sering terjadi pada acara partangiangan diselipkan acara adat,hulahula mangulosi misalnya. 

 

A. Jenis Ulaon Partangiangan 

1.  Tuju bulanan (pasahat ulos mula gabe/mangirdak/ pabosurhon).

2.  Anak lahir (pasahat ulos parompa).

3.  Anak tardidi (Baptis).

4.  Manghatindangkon haporseaon/Sidi.

5.  Ulang tahun.

6.  Mangupaupa.

7.  Memasuki     rumah    baru       (mamongoti   jabu naimbaru).

 

B. Pelaksanaan (Partording) ni Ulaon.

1. Tuju bulanan (pasahat ulos mula gabe/angirdak/ pabosurhon). 

a.    Ulaon pasahat ulos mula gabe sering  juga disebut ulaon mangirdak atau ulaon pabosurhon boru yang sedang hamil 7 bulan.

b.    Pihak parboru/mertua beserta keluarga dekat termasuk boru, berangkat ke rumah hela/boru, boras na pir, dengke, membawa ulos, serta makanan kesukaan (hasoloman) ni boruna.

c.    Pihak paranak manjalo haroro ni hulahula dohot tulang.

d.    Andorang so marsipanganon, hulahula mambahen tangiang marsipanganon, diuduti manulangi boru dohot hela, mangalehon dengke, minum aek sitiotio dungi  pasahat ulos mula gabe, naparpudi manjomput boras na pir tu simanujung ni boru/hela

e.    Tangiang/Marsipanganon.

f.      Dung sidung marsipanganon, andorang so mangampu, borhat hela pasahat  pasi tuak na tonggi tu hulahula dohot tulang.

g.    Ulaon Pasahat Mula Gabe/Mangirdak/ Pabosurhon, hanya dilaksanakan untuk anak pertama(buha baju), sedangkan anak berikutnya tidak perlu dilakukan.

Catatan :

1)     Di pigapiga luat/marga ndang pola  dipatupa/ dipasahat ulos, dengke dohot tudutudu ni sipanganon.

2)     Cukup ma diboan/dipasahat Parbue na pir dohot sipanganon kesukaan (hasoloman) ni boru na managam haroan, jala holan rombongan ni ina do na ro tu ulaon i.

 

2. Anak Lahir (Pasahat Parompa)

Pasahat parompa hanya dilaksanakan kepada anak sulung (buha baju, dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

a.    Dung marumur pahompu 2 (dua) manang 3 (tolu) bulan, borhat ma parboru manopot hela na, diboan ma boras na pir, dengke dohot parompa.

1)     Paranak,  keluarga dekat dohot dongan sahuta manjalo haroro ni parboru jala paradehon tudutudu ni sipanganon.

2)     Andorang so marsipanganon, hula-hula parboru pasahathon parompa.

3)     Parompa holan sada ma, molo tung adong angka tulang na asing dipasahat ma hepeng singkat ni parompa.Parompa I ulos mangiring ma unang ulos bintang maratur.

4)     Dung sae marsipanganon dohot marhata horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.

b.    Keluarga hela datang  (mebatebat) ke rumah mertua, membawa anak pertama (buha baju). 1) Molo dung marumur pahompu 2 (dua) tu 3 (tolu) bulan, keluarga hela datang ke rumah mertua,  mebatebat membawa anaknya yang baru lahir.

2)     Hela dan dongan tubu keluarga dekat termasuk  boru, datang ke rumah mertua membawa makanan tudu-tudu sipanganon (namargoar).

3)     Mertua dan dongan tubu  keluarga   dekat,   boru  dan  dongan sahuta  menerima kedatangan pihak menantu/hela dengan menyiapkan ikan (dengke).

4)     Andorang   so    marsipanganon, hulahula       pasahat parompa bintang maratur unang ulos mangiring.

5)     Holan sada  ma  parompa  sipasahaton,      molo  adong  nanaeng  pasahathon   marhite hite hepeng ma (ganti ni  parompa).

6)     Dung sidung marsipanganon dohot marhata horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.

7)     Sebelum pulang, pihak hulahula memberikan boras na pir kepada hela/ boru.

                                                   Catatan :

 Sebelum acara pasahat parompa, dilaksanakan acara Kebaktian diuluhon ni Pangula ni Huria.

 

3.  Anak Tardidi (Anak Dibaptis)

a.    Acara partangiangan  anak dibaptis (tardidi)  pada prinsipnya  adalah acara gerejawi (ulaon huria), sakramen. 

b.    Paranak menyiapkan namargoar hanya untuk anak pertama/ buha baju (mangangkat goar, ama ni aha), untuk anak kedua, ketiga  dan seterusnya aturan tersebut di atas tidak diterapkan. Namargoar tidak diserahkan secara langsung kepada  parboru (hulahula), tapi hanya disajikan di meja.

c.    Setelah selesai makan,  pihak parboru (hulahula) menyampaikan pasupasu, nasehat dan ucapan selamat kepada pahompu dan kepada orang tuanya (hela dan boru). 

d.    Semua  hadirin dapat menyampaikan uang/ amplop kepada pahompu yang tardidi.

e.    Setelah acara selesai, paranak menyerahkan   namargoar kepada  pihak hulahula, pariban, dongan sahuta dan rombongannya, sesuai adat yang berlaku di lingkungan tersebut.

 

4. Manghatindangkon Haporseaon/Sidi 

a.    Acara partangiangan untuk anak yang baru manghatindangkon haporseaon/sidi   sepenuhnya adalah acara gerejawi/ulaon huria. 

b.    Dalam acara ini, paranak (orang tua dari yang sidi) tidak menyiapkan makanan   namargoar.

c.    Setelah selesai makan, parboru (hulahula) menyampaikan hata pasupasu, petuah, nasehat dan ucapan selamat khususnya kepada yang baru lepas sidi. 

d.    Semua yang hadir dapat memberikan uang kepada anak yang sidi (manghatindangkon haporseaon),  untuk keperluan pendidikannya.

 

5. Ulang Tahun

a.    Acara partangiangan ulang tahun, perkembangan sosial dalam interaksi dengan suku bangsa lainnya.

b.    Acara kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.

b.    Dalam  acara ini, keluarga  yang berulang tahun  tidak menyiapkan   namargoar. 

c.    Marsipanganon, diawali dengan tangiang makan.

d.    Setelah selesai makan,  parboru (hulahula) menyampaikan hata pasupasu dan ucapan selamat kepada yang berulang tahun. 

e.    Semua yang hadir dapat menyampaikan uang 

atau kado kepada yang berulang tahun.

 

 

 

6.  Mangupaupa

a.     Acara      partangiangan      mangupa      adalah ungkapan syukur dari  seseorang yang baru terkena musibah.

b.     Pihak hulahula dan rombongan datang  dengan membawa boras na pir, ikan (dengke) sibahut panampar dan lauk lainnya.

c.     Acara kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.

d.     Makan bersama, diawali dengan hulahula menyampaikan ikan (dengke) sibahut panampar dan nasi kepada yang diupa. 

e.     Hulahula menyampaikan hata pasupasu dan rasa syukur  atas terlepasnya yang diupa  dari musibah serta memohon kepada Tuhan diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala cobaan.

e. Acara ditutup dengan doa dari pihak hulahula.

Catatan :

Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila hulahula berkehendak pasahat ulos, diberi kesempatan (hanya 1 bulung), yang lainnya memberikan uang pangurupion. 

 

7.   Memasuki Rumah Baru

Partangiangan dalam rangka memasuki rumah baru tidak identik dengan mangompoi jabu di bona pasogit. Mangompoi Jabu hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup dan rumah tersebut tidak boleh diperjualbelikan.  

Di parserahan on, acara memasuki rumah baru bisa dilakukan berkali-kali dan rumah tersebut dapat diperjualbelikan. Keluarga yang baru menikah dan baru memiliki  rumah baru tipe-21 misalnya, memasuki rumah baru. Keluarga ini mengadakan  acara partangiangan. Selanjutnya sesudah ekonomi keluarga tersebut berkembang, dibangun rumah tipe-60 dan rumah yang pertama dijual, tetap dilakukan partangiangan. Dan seterusnya  apabila yang bersangkutan bertambah kaya dan berhasil  mendirikan rumah baru di daerah elit, tetap dilakukan partangiangan. 

a.    Hulahula beserta keluarga dekat dan boru, datang membawa beras (parbue na pir).

b.    Acara kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.

c.     Makan bersama.

d.    Bila disediakan   sipanganon  namargoar, hanya diletakkan di atas meja sebagai tanda bukan daging rambingan dan tidak diserahkan kepada `hulahula.  

d.    Setelah selesai makan dilanjutkan dengan hata sigabegabe dari hulahula dan tulang.

e.    Mangampu dari kelompok boru/hela.

f.       Sebelum hulahula dan tulang kembali, hasuhut-on mambagi panjambaron sesuai dengan adat yang berlaku di lingkungannya. 

g.    Tangiang penutup.

Catatan :

Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila ada isyarat dari hulahula diberi kesempatan (hanya 1 bulung), yang lainnya memberikan uang pangurupion.

 

BAB VI

ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU)

 

 

 

A.     Jenis Kematian pada Adat Batak

1.     Pelaksanaan adat kematian Suku Batak, disesuaikan dengan usia dan status seseorang pada saat yang bersangkutan  meninggal dunia. 

2.     Jenis kematian dikelompokkan menjadi :

1.    Meninggal (Mate) Tilaha.

2.    Meninggal (Mate) Mangkar.

3.    Meninggal (Monding) Sari Matua.

4.    Meninggal (Monding) Saur Matua.

5.    Meninggal (Monding) Saur Matua Mauli Bulung.

 

B.     Pelaksanaan (Partording) dari Acara/Ulaon

 

1.     Meninggal (Mate) Tilaha 

 Mate tilaha dikelompokkan menjadi : 

a.    Meninggal dunia di kandungan ibu dan atau anak  yang baru lahir tapi belum tardidi.

1)   Anak yang meninggal, langsung dimakamkan  oleh keluarga, tidak perlu menunggu  dan melibatkan unsur Dalihan Na Tolu. 

2)   Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang tuanya.

 

b.    Meninggal anak-anak sudah tardidi sampai dengan usia sudah dewasa, akan tetapi belum menikah.

1)   Termasuk disini Mate Posoposo (0-1,5 tahun), Mate Dakdanak (1,5-12 tahun), Mate Bulung 12-17 tahun).

2)   Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang tuanya, tanpa  acara Dalihan Na Tolu.

3)   Acara pemakaman oleh Gereja (Pangula ni

Huria).

Catatan : 

Dibeberapa luat/marga, masa do tulang pasahathon ulos saput (Sidapot solup do na ro).

 

 

2.  Meninggal (Mate) Mangkar

a.    Disebut Mate Mangkar apabila seseorang meninggal berstatus sudah menikah, akan tetapi belum mempunyai anak/keturunan (Mate Pupur).

b.    Seseorang   sudah menikah  dan mempunyai  anak, akan   tetapi   anak   keturunannya belum ada yang menkah.

c.    Atau seseorang sudah menikah dan anak keturunannya sudah ada yang menikah, akan tetapi belum punya cucu dari anak tersebut. 

d.    Pemberian   ulos  saput   dan  ulos   tujung,  sesuai dengan adat yang berlaku di luat/marga  setempat  (Sidapot solup do na ro). 

Catatan :

1)     Acara mangungkap tujung dilakukan setelah peti mati dimasukkan ke dalam ambulans.

2)     Setelah ungkap tujung, dilanjutkan dengan acara mangupa (marsuap, minum aek sitiotio, mangan indahan dan ikan, manjomput boras na pir tu simanjujung ni namabalu).

 

3.  Meninggal (Monding) Sari Matua

a.    Disebut Monding Sari Matua, apabila  seseorang yang meninggal belum mendapat berkat duniawi secara lengkap salah satu  atau keseluruhan dari hagabeon (keturunan).

b.    Seseorang yang meninggal sudah mempunyai anak yang kawin dan punya cucu, akan tetapi masih ada anaknya yang belum kawin. 

c.    Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).  

d.    Pemberian Ulos Saput dan Ulos Tujung Sari Matua (Jenis ulos dan siapa yang menyerahkan,  Sidapot solup do na ro).   

e.    Pemberian Ulos Holong dari horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

f.      Pisopiso   diserahkan   dengan    tangan tertutup atau dalam amplop dan diberikan hanya kepada hulahula tangkas, tidak termasuk kepada rombongan/ uduranna.

g.    Pelaksanaan Pangarapoton (Sidapot solup do na  ro). 

h.    Boanna Pinahan Lobu dan atau setinggi-tingginya  Lombu na Tinutungan.

                            Catatan :     

Di beberapa luat/marga ada yang melaksanakan dondon tua pada ulaon sari matua, akan tetapi dibanyak marga tidak melaksanakan, mengingat yang meninggal belum mendapat berkat duniawi hagabeon.  

 

4.  Meninggal (Monding) Saur Matua

a.    Seseorang  disebut Monding Saur Matua apabila  yang meninggal sudah menerima berkat duniawi dari Tuhan secara lengkap pada akhir hayatnya  seperti hagabeon.  

b.    Semua anaknya sudah kawin dan sudah mempunyai cucu baik dari anak perempuan maupun dari anak laki-laki. 

c.    Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).  

d.    Pemberian Ulos Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro). 

e.    Pemberian Ulos Holong dari  horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

f.      Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan pisopiso tanpa amplop (tangan terbuka). 

g.    Pelaksanaan Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).  

h.    Pelaksanaan Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).

i.      Boanna Sigagat Duhut, serendah-rendahnya Lombu Sitio.

 

5.  Meninggal (Monding) Saur Matua Mauli Bulung

a.    Seseorang disebut Monding Saur Matua Mauli Bulung apabila  meninggal dunia dalam kesempurnaan duniawi dan akhir hayatnya telah mendapat berkat dari Tuhan seperti  hagabeon, hamoraon dan hasangapon. 

b.    Semua anaknya sudah kawin,  punya cucu,  nini dan nono, serta tidak  ada anak, boru dan cucu panggoaran yang meninggal mendahuluinya. 

c.    Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro). 

d.    Pemberian  Ulos Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan Sidapot solup do na ro). 

e.    Pemberian Ulos Holong dari  horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

f.      Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan tanpa amplop (tangan terbuka).  

g.    Pelaksanaan Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).

h.    Pelaksanaan Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).

i.      Boanna  serendah-rendahnya Horbo (Gaja Toba).

Catatan :

1) Sanggul Marata (Sijagaron) adalah suatu simbol yang menunjukkan  hagabeon dohot hajolmaon ni na mondingi (sudah punya cucu), tu sude si tuan natorop ( Lampiran-6 : Gambar Sanggul

Marata/Sijagaron).

2) Di beberapa luat/marga sijagaron tidak dipatupa  lagi, akan tetapi di luat/marga  lainnya masih tetap dipertahankan. 

 

C. Martonggo Raja (Mate Mangkar, Ulaon Sari Matua, Saur Matua dan Saur Matua Mauli Bulung)

1. Pasada Tahi.

Setelah orang tua meninggal dunia,  keluarga hasuhuton mengadakan ulaon pasada tahi, untuk membicarakan berbagai hal terkait dengan :  a. Rumah Duka.

b.  Tempat Pemakaman.

c.  Peti Mati.

d.  Ambulans.

e.  Boan na.

f.    Katering.

g.  Daftar ni hulahula dan tulang.

h.  Waktu martonggo raja.

i.    Waktu pemakaman.

j.    Konsep riwayat hidup singkat.

Catatan :

1). Acara pasada tahi sangat penting dilakukan oleh hasuhuton (keluarga dekat), apalagi bila  anak keturunan almarhum kurang mengerti masalah adat kematian Batak.

2). Percakapan   harus    terbuka    dan   transparan, khususnya menyangkut biaya (sibaenon, boanna dan lain-lain).

 

2. Marria Raja

Untuk memantapkan ulaon pasada tahi,  dilanjutkan dengan acara marria raja dengan dongan tubu, boru dan dongan sahuta untuk  menyempurnakan hasil pembicaraan sebelumnya. 

 

 

3. Martonggo Raja

Ulaon martonggo raja dihadiri oleh dongan tubu, boru, dongan sahuta dan hulahula/tulang. 

Kegiatan pada acara martonggo raja, meliputi :

a.  Kata pembukaan (hata huhuasi) dan pembacaan riwayat hidup singkat. 

1)   Penyampaian kata pembukaan (hata huhuasi) dari paidua ni suhut, sekaligus  mengecek kehadiran dari hulahula dan tulang.

2)   Apabila  hulahula dan tulang sudah hadir di tempat,   acara dapat dimulai. 

3)   Raja parhata   diserahkan kepada yang telah disepakati sebelumnya. 

4)   Pembacaan jujur ngolu (riwayat hidup singkat) diserahkan kepada paidua ni hasuhuton. 

b.  Pasahathon Konsep Acara.

Raja parhata menyampaikan konsep acara yang akan dilakukan pada acara partuatna esok harinya.

c.  Tanggapan, saran dan masukan dari  hulahula dan tulang.

Semua kelompok hulahula dan tulang memberikan panuturion khususnya   menyangkut goar ni ulaon, ulos saput, ulos tujung, ulos holong, parjambaran dan waktu dimulainya acara manjalo haroro ni hulahula dan tulang besok paginya. 

 

4.  Memasukkan Jenazah ke Peti Mati (Mompo) 

a.    Setelah ada kesepakatan hasuhuthon dengan horong ni hulahula, tulang dan  dongan sahuta, dilanjutkan dengan memasukkan jenazah  ke dalam peti jenazah manang tu jabu naso pinungka ni tanganna (mompo). 

b.    Hulahula dohot tulang menyampaikan hata sigabegabe dan mengakhiri acara mompo dengan doa.

 

5. Doa (Tangiang) Marsipanganon

Doa makan malam, dipimpin oleh hasuhuton.

 

 

 

6. Acara Penghiburan.

a.    Setiap kelompok Dalihan Na Tolu paopat Sihalsihal yang mengadakan  acara penghiburan, diatur oleh Protokol secara bergiliran.

b.    Perlu pengaturan dan pembatasan acara penghiburan malam hari, agar tidak mengganggu lingkungan/tetangga.

 

D.  Acara Partuatna (Ulaon Manogot)

 

1. Acara Keluarga

a.    Paidua ni suhut ma na manguluhon acara on,  unang nian marganjangganjang jala ndang manimbil sian maksudna (contoh songon na mangkatai mangido maaf tu na monding).

b.    Inti ni acara on ima asa “ma si aminaminan songon lampak ni gaol,  marsitungkoltungkolan songon suhat di robean” sude keluarga, di parborhat ni natuatua na mondingi.

 

 

2. Menerima Hula-Hula dan Tulang (Pasahat Ulos Saput dan Ulos Tujung)

a.    Pemberian ulos saput (jenis ulos dan  siapa yang menyerahkan,  sidapot solup do na ro). 

b.    Pemberian ulos tujung sarimatua dan atau  ulos sampe tua (jenis ulos dan siapa yang menyerahkan,  Sidapot solup do na ro). 

c.    Pemberian ulos holong dari  horong ni hulahula dohot  tulang (Sidapot solup do na ro).

d.    Hasuhuton memberikan pisopiso di dalam amplop, diserahkan  dengan tangan terbuka, termasuk kepada rombongan/uduranna.

e.    Acara Menerima Tulang dan Hulahula lainnya,  di pandu oleh Protokol dan urutannya sesuai dengan kesepakatan pada acara martonggo raja.

Catatan : 

1)   Di beberapa luat/marga ada yang menerima ulos holong dan di  luat/marga lain tidak menerima (Sidapot solup do na ro).

2)   Dalam hal diterima ulos holong, dibatasi sebanyak-banyaknya sama dengan yang diberikan oleh hulahula.

 

3. Doa (Martangiang) Marsipanganon

Tangiang mangan sian paidua ni hasuhuton.

 

4. Mambagi Jambar

a.    Parjambaran di ulaon sari matua, ima jambar mangihut tu horong ni hulahula dohot tulang, jala dipasahat mai dung sidung manjalo/mangadopi horong ni hulahula dohot tulang di ulaon manogot.

b.    Parjambaran di ulaon saur matua dohot saur Matua mauli bulung, digorahonma i dung sidung marsipanganon.

c.    Di na marbagi jambar, berpedoman pada prinsip sidapot solup do na ro.  

 

5. Manjalo Tumpak

a.    Manjalo tumpak pangurupion sian boru, bere, dongan tubu, dongan sahuta  dohot aleale. 

b.    Punguan      marga        merupakan       kelompok      terakhir yang memberikan tumpak dan sebelum tumpak diserahkan lebih dahulu   menyampaikan sambutan, diwakili oleh Ketua Umum punguan marga.

 

6.  Acara Pangarapoton

a.    Kalau meninggal orang tua yang sudah punya cucu (marpahompu) dilakukanlah acara pangarapoton.

b.    Natalup mangulahon pangarapoton ima :

1)   Orang tua yang sudah punya pahompu (cucu).

2)   Tarombo/nomor diatas yang meninggal.

3)   Unang ma namabalu.

4)   Unang natuatua nanung manjalo sulangsulang hariapan. Catatan : 

Di beberapa luat/marga acara ini sudah tidak dilaksanakan lagi (sama dengan patupahon sijagaron),   akan tetapi dibanyak luat/marga acara ini masih tetap dipertahankan (Sidapot solup do na ro).

 

E. Acara Maralaman

 

1.  Marende/Tangiang.

Marende dohot tangiang pamuhai sian suhut paranak

 

2.  Kata Pembukaan (Hata Huhuasi) dan Pembacaan Riwayat Hidup (Jujur Ngolu).

Kata pembukaan (hata huhuasi) dohot manjaha riwayat hidup (jujur ngolu) dipasahat paidua ni hasuhuton, rap jongjong ma nasida.

 

3. Mandok Hata 

a.Dongan tubu.

b.Simatua ni boru muli.

c.Raja ni dongan sahuta.

d.Aleale/rekan sekerja. 

e.Pemerintah setempat (RT/RW).

 

4. Marende

 

5. Mandok Hata Hulahula dohot Tulang :

a.    Hulahula anak manjae.

b.   Hulahula namarhahamaranggi.

c.    Bona tulang.

d.   Tulang rorobot.

e.    Tulang.

f.     Hulahula.

Catatan :

1)   Di tingki acara on ma simatua boru muli pasahat tumpak ni nasida.

2)   Somalna sesuai pangkataion di na martonggo raja, dipasada ma na mandok hata sian horong ni hulahula dohot tulang ima hulahula.

 

6. Mangampu Hasuhuton

Hasuhuton pasahat hata pangampuon (ucapan terima kasih) kepada hadirin (situan natorop), diawali oleh boru.  

 

7. Mardondon Tua (Sidapot solup do na ro)

a.    Mardondon tua adalah simbol yang menunjukkan berkat Tuhan melalui hata ni raja natorop tu bona jabu ni hasuhuton.

b.    Pangitua marga/paidua ni  hasuhuton meletakkan ampang yang berisi sijagaron ke simanjujung ni parumaen siangkangan. 

c.     Di barisan paling depan cucu laki-laki membawa foto yang meninggal.

d.    Barisan mengelilingi jasad minimal 3 (tiga) kali, sambil menyanyikan Buku Ende No. 119 Buku

Logu No. 9 “Martua do Dohonon” berirama semakin cepat, selanjutnya ampang namarisi sijagaron dibawa ke dalam rumah.

Catatan :

1) Di beberapa luat/marga acara mardondon tua sudah tidak dilaksanakan lagi, akan tetapi di luat/marga lainnya masih tetap dipertahankan (Sidapot solup do na ro).

2) Acara mardondon tua umumnya dilaksanakan pada ulaon monding saur matua dan saur matua mauli bulung, sedang pada ulaon monding sari matua masih banyak perdebatan.  

3) Di beberapa luat/marga ada marga yang melaksanakan dondon tua pada ulaon sari matua, akan tetapi dibanyak marga tidak melaksanakan, mengingat yang meninggal belum mendapat berkat duniawi secara lengkap hagabeon,  hamoraon dan hasangapon.

 

8.    Acara Gereja (Pangula ni Huria)

 

9.    Pemberangkatan ke Pemakaman (Parbandaan)

 

F. Acara di Tempat Pemakaman

 

1.    Acara Gereja (Pangula ni Huria).

2.    Manuan raja ni duhutduhut.

Manuan raja ni duhutduhut ima ulaon ni keluarga, jala dipatupa langsung disadari i di acara partuatna.

 

 

Catatan :

a.    Di beberapa luat/marga acara ini sudah tidak dilaksanakan lagi (terkait dengan  sijagaron), akan tetapi di luat/marga lain masih tetap dipertahankan.

b.    Acara ini  dilaksanakan oleh   luat/marga yang menyiapkan sijagaron, walaupun  bersifat simbolik, mengingat aturan Dinas Pertamanan dan pemakaman setempat.

 

3.    Ungkap Hombung/Daon Sihol

a.  Ungkap Hombung adalah manigati (membuka) harta peninggalan yang meninggal, biasanya diserahkan kepada paraman yang meninggal.

b.  Acara ini diselenggarakan di rumah, setelah acara penguburan dan menanam ompuompu, sebelum acara dimulai, hulahula dipersilahkan masuk  (dipanakkok) ke rumah.

 Catatan :

 Di beberapa luat/marga di perantauan mengingat waktu dan hasil pembicaraan suhut dan hulahula/tulang, acara ungkap hombung dilaksanakan pada acara manogot (manjalo haroro ni hulahula dohot tulang).

 

4.    Hata Pasu Gabe sian Hulahula dohot Tulang.

 

5.    Kata Penutup (Hata Mauliate).

Kata Penutup (hata hamauliatean) disampaikan oleh paidua ni hasuhuton.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VII

PENUTUP

 

Ruhut-Ruhut Paradaton Batak Toba se-Jabodetabek yang disusun dalam buku ini, bukanlah dimaksudkan untuk merubah atau menyeragamkan pelaksanaan tata laksana paradaton yang sudah lazim dipraktikkan oleh Punguan Marga Batak selama ini. 

Mengingat perkembangan lingkungan dan kemajuan jaman yang sangat cepat mempengaruhi  masyarakat Batak Toba, khususnya generasi milenial, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Tata Laksana Paradaton yang disebut dengan 3E (Esensial, Efektif dan Efisien).  

Terbitnya buku ini diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut diatas dengan harapan : Paradaton Batak Toba yang luhur itu dapat dilestarikan sampai akhir jaman. 

Taingot ma hata ni Ompunta Sijolojolo Tubu, namandok

:

  Tuat ma na dolok, martungkot sialagundi,  Adat nauli na denggan na  pinungka ni Ompunta na parjolo, gabe jala horas hita mangihuthon sian pudi.

 

  Marbunga ma lasiak, dompak mata ni ari,

  Adat na so ra mengge tu aek, na so mabiltak tu ari.

Disadari bahwa isi, sistematika, cara penulisan bahasa Batak buku ini belum sempurna, masih banyak  kekurangan, oleh karena itu perlu masukan  dari seluruh Punguan Marga dan Siboto surat/adat batak Toba agar kelak buku ini lebih enak dibaca, mudah dipahami dan dapat diterima oleh kalangan praktisi dan teoritisi Batak toba yang lebih luas. 

Kiranya, buku ini dapat bermanfaat bagi semua  Batak Toba lintas generasi utamanya yang berdomisili di Jabodetabek.

Tuhan memberkati. 

 

Horas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

L  A  M  P  I  R  A  N

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran-1 : Peta Kawasan Danau Toba

 

Lampiran-2 : Pohon Keluarga Bangso Batak 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran-3 : Gambar Parpeak Ni Na Monding  Lampiran-4 :  Gambar Parjambaran Pinahanlobu 

(Namarmiakmiak) 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran-5 : Gambar Parjambaran Sigagat Duhut (Gaja   Toba).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran-6  : Gambar ni Sijagaron/Sanggul Marata.

 

 

 

Sijagaron/Sanggul Marata ima sada ampang na marisi eme, jala  dipantikkon ma :

1.      Hariara 

2.      Baringin

3.      Sanggar

4.      Silinjuang

5.      Sihilap

6.      Sipilit (Gandarusa)

7.      Ompuompu (Raja ni duhutduhut).

 

 

 

 

 

 

Lampiran-7 :   Susunan  Dewan Mangaraja  LABB Periode 2019-2022.

 

SUSUNAN  DEWAN MANGARAJA

LOKUS ADAT BUDAYA BATAK

 

Ketua Umum

Brigjen TNI (Purn) Berlin Hutajulu.

Sekretaris Jenderal

Marsma TNI (Purn) Darlis Pangaribuan, M.Sc.

Wakil Sekretaris Jenderal

Sepri Situmeang, S.Pi, M.M.

Bendahara Umum

Pdt. Dr. Marihot Siringoringo, S.H., S.E., M.H.

Wakil Bendahara Umum

St. Ir. Fidel Hutahaean, M.M.

 

Ketua Bidang  Hubungan Kelembagaan Marsda TNI (Purn) JFP. Sitompul.

Ketua Bidang Adat dan Seni Budaya Ir. Nikolas S. Naibaho, MBA.

Ketua Bidang Ekonomi dan Pariwisata Drs. Martua Situngkir, Ak.

 

 

Ketua Bidang Organisasi dan Pemberdayaan Punguan Marga

Dr. Pontas Sinaga, M.Sc.

Ketua Bidang Pendidikan, SDM dan Pemuda Prof. Dr. Laurence Manullang.

Ketua Bidang Ugari/Hukum Adat Batak Drs. Jackson M. Turnip, M.H.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran-8 : Susunan  Dewan Pengurus Pusat  LABB

Periode 2019-2022

 

SUSUNAN DEWAN PENGURUS PUSAT  LOKUS ADAT BUDAYA BATAK

(DPP LABB)

 

Ketua Umum

Budi Sinambela, BBA

Sekretaris Jenderal

Ir. Santiamer Sihaloho

Bendahara Umum

Ir. Batara Tampubolon

 

Ketua Bidang Kebudayaan F. Jadisman Hutapea.

Ketua Bidang Organisasi dan Kader

Drs. Hotland Hutajulu, M.M Ketua Bidang Pariwisata Ir. Monang Sirumapea.

Ketua Bidang Kesehatan Bangso Batak Ir. Robert Anton Situmeang.

Ketua Bidang Pendidikan dan Sumber Daya Manusia

Ir. Restu Silitonga.

Ketua Bidang Sosial Hukum dan Pemerintahan

St. Raja Muda Sidabutar, S.H

Ketua Bidang Ekonomi dan Industri St. Abidan Simanjuntak, S.E.

Ketua Bidang Sumber Daya Alam

Ir. Mukhtar Panjaitan.

Ketua Bidang Lingkungan Hidup

St. Paul F. Tampubolon, S.E.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                      Lampiran-9      :   Gambar Martonggo Raja

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

     

 

 

 

DAFTAR BACAAN

 

1.  Sejarah Kebudayaan Batak, N Siahaan, BA. 1964,       CV. Napitupulu & Sons.

 

2.  Sejarah  Batak,  Batara  Sangti  ( Ompu  Buntilan      Simanjuntak ), 1977; Karl Sianipar Company.

 

3.  Jambar   Hata,   Dongan   Tu   Ulaon   Adat, T.M.      Sihombing  ( Ompu Martulani ),  1989, CV. Tulus        Jaya. 

 

4.  Adat Dan Injil, Lothar Schreiner, 1996, PT. BPK Gunung Mulia.

5.  Mangalap Boru, St. R.H.P Sitompul, B.Sc (Ompu ni Si Octaviani), 1977.

6.  Raja Napogos, Jan Pieter Sitanggang, 2010, dicetak PT. Gramedia Jakarta, Penerbit : Jala Permata Aksara.

7.  Kamus Batak Toba-Indonesia, Drs. Richard Sinaga, Cetakan ketujuh, 2016, Penerbit Dian Utama.

8.  Horas, Dari Batak Untuk Indonesia, Drs. Bangarna Sianipar, 2012, Penerbit Rumah Indonesia.