SEJARAH MARGA SIMANJUNTAK
Selasa, 04 Maret 2025
Sejarah Marga Simanjuntak
Minggu, 16 Februari 2025
Buku Ruhut ruhut Adat Batak Toba Marga marga yang ada di jakarta sekitar
![]() |
![]() |
KATA SAMBUTAN
KETUA UMUM DEWAN MANGARAJA
LABB
Horas tondi
madingin, pir tondi matogu.
Shalom.
Pertama-tama dan yang paling utama,
marilah kita panjatkan puji syukur kepada
Tuhan
yang maha esa atas perkenanNya
edisi revisi buku ruhutruhut
paradaton ini dapat diterbitkan oleh DM LABB yang perbaikannya dilakukan oleh
Tim Adhoc Penyempurnaan buku Ruhut ruhut
Adat Batak Toba DM LABB.
Dewan Mangaraja sebagai lembaga
tertinggi dalam ketatalembagaan Lokus Adat Budaya Batak (LABB) yang didirikan
pada tanggal 5 Desember 2018, telah diakui oleh Negara/Pemerintah RI melalui
Surat Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia dengan Nomor : AHU-384.0004692.AH.01.07.THN 2019 tanggal 24
April 2019.
Dalam Sidang Umum Dewan Mangaraja
Lokus Adat Budaya Batak yang diikuti oleh hampir dua ratusan Ketua Punguan Marga, Ketua Punguan Parsadaan Marga dan Aktivis
Sosial Budaya Batak, Dewan mendapat amanat “Tri Embanan” untuk direalisasikan. Pertama, menghadirkan Buku Ruhutruhut
Adat Batak di Jabodetabek. Kedua,
menghadirkan Buku Pranata Hukum Adat Batak. Ketiga,
memelihara dan mengembangkan Seni Budaya Batak. Pada kesempatan yang berbahagia
ini, saya atas nama Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak, menyampaikan rasa
bangga dan salut kepada seluruh anggota Dewan Mangaraja dan Tim atas terbitnya
edisi kedua Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba di Jabodetabek. Memperhatikan isi
dan revisi buku ini sudah layak dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
Adat Batak Toba di Jabodetabek, isinya implementatif, ringkas dan mudah
dimengerti, harapan kami penerapan buku ini akan menghasilkan pelaksanaan adat
Batak Toba yang sesuai dengan tuntutan perubahan jaman tanpa
melupakan/menghilangkan esensi dari adat batak itu sendiri dan diharapkan harus
dapat dilaksanakan oleh semua kalangan, baik kalangan ekonomi lemah maupun
kalangan ekonomi mampu.
Selaku wadah perkumpulan
marga-marga, Dewan
Mangaraja memiliki tanggungjawab moril
agar isi buku ini dapat tersosialisasikan dan dilaksanakan dengan baik dan
berkesinambungan di lingkungan marga-marga batak toba khususnya
Jabodetabek.
Berkenaaan
dengan tanggungjawab tersebut, maka kami mengihimbau agar seluruh anggota Dewan
Mangaraja LABB dapat berperan aktif dalam pelaksanaannya, dan untuk menjaga
kesinambungan pelaksanaannya secara khusus kami menugaskan Ketua Badan
Bimbingan dan Penyuluhan Adat dan Seni Budaya Dewan Mangaraja LABB Ir. Nikolas Sinar Naibaho, MBA untuk
memimpin tim yang ditugaskan dalam melakukan sosialisasi dan juga monitoring
& evaluasi secara berkala.
Kami meyakini bahwa implementasi
buku ruhutruhut adat Batak toba ini
dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh semua pihak yang
berkepentingan, terutama para Ketua-ketua marga, Raja Parhata marga-marga dan
para tokoh-tokoh batak/pemerhati adat batak toba.
Akhir kata atas nama LABB, saya
selaku Ketua Umum Dewan Mangaraja LABB menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak atas perhatian dan dukungan dalam penerbitan dan implementasi buku ini,
semoga buku ini mendapat perhatian yang baik dari para pembaca, dan kami sangat
berharap mendapat kritik dan saran yang membangun dari para pihak yang
berkepentingan.
Terima kasih
Jakarta, November 2024
KATA
SAMBUTAN
KETUA
UMUM DPP LABB
LOKUS ADAT BUDAYA BATAK
Puji dan Syukur kita panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
karunia yang kita terima melalui tahun 2024 hingga kita memasuki tahun
2025 dalam sukacita yang luar biasa ditengah keluarga maupun didalam
perkumpulan kita Lokus Adat Budaya Batak.
Pada kesempatan ini perkenankan
kami atas nama DPP LABB (Lokus Adat Budaya Batak) untuk meyampaikan dukungan
atas Sosialisasi Penyempurnaan Buku RuhutRuhut Adat Batak Toba seJabodetabek
yang dilaksanakan oleh Tim Adhoc dari Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak
(DM LABB) yang secara khusus ditugaskan kepada Ketua Badan Bimbingan dan
Penyuluhan Adat dan Seni Budaya, DM LABB : Ir.
Nikolas Sinar Naibaho, MBA untuk memimpin Tim ini dalam rangka pelaksanaan
sosialisasi dan monitoring serta evaluasi secara berkala.
Harapan kami semoga Sosialisasi
tersebut dapat menyempurnakan secara teknis Ruhut-Ruhut Adat Batak Toba di
Jabodetabek yang kemudian dapat
direkomendasikan untuk dicetak
sebagai pedoman margamarga BatakToba seJabodetabek.
Akhir kata atas nama DPP LABB kami
menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak atas dukungan pelaksanaan
sosialisasi dalam rangka penyempurnaan buku ini , semoga buku ini mendapat
perhatian serta partisipasi dari pengurus marga marga Batak Toba Sejabodetabek
Terima kasih
Jakarta, Januari 2025
Kepada Yth :
Amanta Raja
Ketua Umum Punguan Marga Marga Batak Toba
Di Jabodetabek
Dengan hormat,
Puji Syukur kita panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan PerlindunganNya kita sehat menjalani tahun
2025 ini.
Pada kesempatan ini sebagaimana
amanah yang diterima Tim Adhoc dari Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak (DM
LABB) melalui Surat Keputusan Nomor: 05/SK-DM LABB/I/2025 tertanggal 2 Januari
2025,
Perihal : Penyempurnaan Buku Ruhut
Ruhut Adat Batak Toba seJabodetabek, maka dengan ini kami sampaikan materi
bahan sosialisasi tentang penyempurnaan buku tersebut dalam bentuk PDF.
Adapun buku dalam bentuk PDF
tersebut terdiri dari 7 (Tujuh) BAB namun dalam konteks ini yang perlu dibahas
adalah Bab III s/d VI yang antara lain:
Bab III: Acara Pesta Pernikahan (Ulaon Unjuk)
Bab IV: Pernikahan Campuran (Antar Suku / Etnis)
Bab V: Acara Doa (Ucapan Syukur / Ulaon
Partangiangan)
Bab VI: Acara Adat Kematian (Marujung Ngolu)
Dalam hal ini perlu kita
prioritaskan bahwa dari keseluruhan bab tersebut , kita sepakat bahwa BAB III
tentang Acara Adat Pesta Pernikahan (Ulaon unjuk), karena hal tersebut dalam
pengamatan kami dibeberapa "ulaon adat" perkawinan , terkadang ada
yang belum klop / sepakat antar kedua pihak suhut / parhata secara teknis ,
dikarenakan adanya istilah perbedaan "solup" dari marga-marga yang
berbeda.
Berkenaan dengan kasus yang banyak
kita alami seperti disebut diatas, maka tanpa mengurangi rasa hormat kami dari
Tim Adhoc yang ditugaskan DM LABB, mohon kiranya Amanta Raja Ketua
marga-marga dan Amanta Raja Parhata
marga-marga (yang diutus oleh Punguan Marga Marga Batak Toba) bersedia untuk
hadir pada waktu dan tempat yang kita
sepakati bersama melalui undangan yang akan kami sampaikan pada waktu yang akan
datang.
Namun sebelum acara pertemuan tatap muka secara formal ,
terlampir kami kirim bahan yang sudah update khusus BAB III Buku Ruhut-Ruhut
Adat Batak Toba seJabodetabek dengan maksud untuk dipelajari bersama .
Untuk sosialisasi kami akan
mengundang ketua umum marga marga yang didampingi bidang adat dari marga
tersebut , dan untuk update data pengurus marga marga , mohon di WA ke
Sekretariat Tim Adhoc pada nomor : 081311218877 dengan Sdr. Aron Jonathan
Naibaho , S.H. Demikianlah kami sampaikan materi beserta rencana pertemuan yang
akan datang. Atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terimakasih.
Salam
dan Hormat Kami ,
Tim Adhoc
Penyempurnaan Buku Ruhut Ruhut Adat
Batak Sejabodetabek .
Tembusan:
1. Ketum
DM LABB
2. Ketua
Dewan Penasehat DM LABB
3. Ketua
Badan Pengawas DPP LABB
4. Ketum
DPP LABB
5. Arsip
DAFTAR ISI
SK TIM ADHOC ………………………………………………………
1
KATA SAMBUTAN
KETUA UMUM DEWAN MANGARAJA LABB……………..………… 3
KETUA UMUM
DPP LABB ……………………………………… 7
UNDANGAN TIM ADHOC PENYEMPURNAAN BUKU
RUHUT RUHUT ADAT BATAK …………………..…………………..
9
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
12
SEKAPUR SIRIH DARI TIM ADHOC
………………………………..13
BAB III : ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)……...15 A. HORI HORI DINDING DAN PATUA HATA
SERTA
MARHUSIP ……………………………………………………….15
B. ULAON MARTUMPOL, MARHATA SINAMOT
dan MARRIA
RAJA (3 M) …………………………………………………........
17 C. ACARA PADA HARI PERNIKAHAN ( UNJUK ) DI
JABODETABEK ………………………………………………….21
D. ACARA DI
GEDUNG……………….………………………… 23
BAB IV : ADAT PERNIKAHAN CAMPURAN ………………………
35
TATA CARA PELAKSANAAN PERNIKAHAN CAMPURAN …..…….. 35
BAB V : ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN) ……………. 38
BAB VI : ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU) …… 46
BUKU RUHUT RUHUT ADAT BATAK TOBA
SEJABODETABEK TERBIT TAHUN 2019 …………………..… 62
SEKAPUR SIRIH
Sekapur sirih dari Tim Adhoc tentang : Acara pesta
pernikahan (ulaon unjuk) di Jabodetabek .
Untuk alasan EFEKTIF dan EFISIEN , pelaksanaan acara
PERNIKAHAN
BATAK , mayoritas menggabungkan ACARA ADAT BATAK TOBA dan ACARA RESEPSI /
NASIONAL .
Dimana dalam dua acara tersebut dilaksanakan di
TEMPAT YANG SAMA dan JAM YANG SAMA .
Digabungnya dua acara ini di Tempat dan Jam yang
sama , tentu menimbulkan teknis yang berbeda , sehingga ada yang berpendapat
bahwa acara resepsi seolah lebih dominan dari acara adat , atau sebaliknya .
Dengan digabungnya dua acara ini di tempat dan jam
yang sama , maka sudah ada teknis acara resepsi yang bertentangan dengan
ESENSIAL dari ACARA ADAT BATAK TOBA .
Sebagai contoh di kota Medan , Dihari dan tempat
yang sama , acara resepsi dan acara adat , dipisah ruangan dan teknisnya ,
sehingga acara resepsi tidak terlalu mengganggu ESENSIAL acara adat .
Sedangkan di Jabodetabek untuk saat ini , acara adat
dan resepsi digabung menjadi satu tempat dan di jam yang sama
.
Bagi mayoritas generasi muda / milenial yang umumnya
lebih condong ke acara resepsi , tentu menjadi dilema . Bagi mayoritas orang
tua / natuatua yang umumnya lebih condong ke acara adat batak , tentu menjadi
dilema juga . Dengan segala kekurangan dan kelebihannya , melalui DMLABB (
Perkumpulan Ketum marga marga ) , sudah perlu kita sepakati teknis untuk win
win solution dengan kondisi gedung yang ada di Jabodetabek saat ini .
Dan mengingat perkembangan lingkungan dan kemajuan
zaman yang sangat cepat yang mempengaruhi
masyarakat Batak Toba, khususnya generasi milenial, sangatlah perlu kita
lakukan penyesuaian terhadap Tata Laksana Paradaton
menuju 3E ( Esensial, Efektif dan Efisien) .
BAB III
ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)
A. HORI HORI DINDING DAN PATUA HATA SERTA
MARHUSIP
a) Dilaksanakan
di rumah / tempat parboru .
b) Sebelum
dilaksanakan ulaon patua hata,
terlebih dahulu dilaksanakan horihori
dinding oleh boru dari kedua hasuhuton yang bertindak sebagai domudomu.
Akan tetapi apabila kedua calon pengantin dan hasuhuton
Paranak (laki-laki) dan Parboru (Perempuan) sudah saling mengenal, ditambah
dengan canggihnya alat komunikasi pada masa kini, maka pembicaraan dapat
dilakukan secara langsung tanpa melalui domudomu.
c) Patua Hata dalam adat Batak artinya
meningkatkan hata ni naposo (rencana
pemuda / pemudi) menjadi hata
ni natuatua, dimana pihak paranak (laki-laki) berkunjung ke rumah / tempat parboru (perempuan).
d) Kedua
hasuhuton paranak dan parboru masingmasing, yang hadir cukup
hanya suhut dan kakak adik kandung.
e) Untuk
patua hata ini tidak wajib ada tudu tudu sipanganon dan dengke .
f)
Paranak yang berkunjung ketempat parboru , agar membawa buah tangan , berupa makanan
untuk dimakan bersama di rumah / tempat parboru .
g) Pada
acara berkunjung Pihak paranak melaksanakan patua hata , dengan menyampaikan
rencana anak dan calon menantunya kepada orang tua si wanita , agar rencana ini
tidak berhenti hanya di calon pengantin .
h) Setelah
pihak parboru menerima patua hata dari pihak paranak, pihak paranak memohon
untuk menyampaikan konsepnya ( marhusip ) tentang rencana kedepan .
i)
Pada acara marhusip ini , Pihak paranak dan parboru mendiskusikan berbagai hal
menyangkut tanggung jawab adat masing-masing , dimana hal yang perlu
dibicarakan seperti :
1)
Ise do
bolahan amak ( Rumang ni ulaon : Alap jual atau taruhon jual)
Catatan
:
Alap jual : Tempat pesta dihalaman
Parboru dan
Taruhon
jual : Tempat pesta dialaman Paranak 2) Balga
ni sinamot 3) Godang ni ulos.
4)
Parjuhutna.
5)
Parjambaron.
6)
Inganan
dohot tingki di na marhata sinamot.
7)
Inganan
dohot tingki Martumpol (kalau ada)
8)
Inganan
dohot tingki Pesta unjuk
9)
Godang ni
undangan
10) Dohot na asing / Dan lain lain .
B. ULAON MARTUMPOL, MARHATA SINAMOT dan
MARRIA RAJA ( 3 M )
a) Ulaon
martumpol , marhata sinamot , marria raja dipatupa di bagasan sadari i.
b) Pelaksanaan
ketiga ulaon ini praktisnya
dirangkaikan dengan ulaon mangain
(kalau ada)
1)
MARTUMPOL
a) Ulaon
martumpol adalah acara gerejawi, bukan bagian dari acara adat, dilaksanakan di
gereja ni parboru atau di gereja lain
yang lebih dekat ke tempat ulaon marhata sinamot.
b) Tata
Laksana Martumpol adalah :
1. Paranak dan parboru mengundang
kehadiran hulahula , tulang , dongan tubu,
boru / bere, raja parhata, dongan sahuta dohot aleale.
2. Persiapan
saksi dari pihak paranak dan parboru. 3. Perlengkapan untuk acara
tukar cincin ( note :
tergantung tatib gereja )
4. Acara
Gereja (Pangula ni Huria).
5. Diakhir
acara martumpol, mandok hata paidua ni
suhut pihak paranak dan parboru ( hata mauliate dan mengundang
acara berikutnya)
6. Parboru paradehon makanan ringan dohot
minuman ( lampet, snack ).
2. MARHATA SINAMOT
a) Ulaon marhata sinamot dilaksanakan di
tempat parboru atau digelar di dekat gereja tempat martumpol, misal : di gedung pertemuan atau di ruang serbaguna
gereja ni parboru atau paranak.
b) Peserta
dari paranak dan parboru : Dongan tubu, boru / bere, hulahula dohot dongan
sahuta.
c) Calon
pengantin ikut pada acara marhata sinamot
d) Paranak paradehon sipanganon nalaho
ulaon marhata sinamot
e) Paranak
membawa tudu tudu sipanganon , parboru menyediakan dengke
f) Tata
Laksana Marhata Sinamot :
a. Paranak
dohot parboru mengundang keluarga
yang mewakili dongan tubu, boru / bere, hulahula, dohot dongan sahuta.
b. Sebelum
makan bersama Paranak pasahat
tudutuduni sipanganon tu parboru dan
parboru pasahathon dengke tu paranak .
c. Doa
makan oleh paranak
d. Pembagian
parjambaron seperti ulaon unjuk yang sudah biasa dilakukan di Jabodetabek
e. Parboru
dan paranak masisisean .
f.
Saat marsisean dinamarhata sinamot belum
dijalankan pinggan panungkunan dan akan dijalankan saat acara unjuk .
g. Saat
marsisean , pihak parboru manise paranak tentang makanan dan lain lainnya
h. Yang
akan disepakati adalah seperti :
1) Ise do bolahan amak ( Rumangni ulaon : Alap
jual atau taruhon jual).
2) Inganan dohot tingki ulaon unjuk
3) Tingki / Inganan Marsibuha buhai (sarapan)
4) Inganan tarpasu pasu
5) Balga ni sinamot
6) Parjuhutna
7) Parjambaron 8) Godang ni ulos.
9) Godang ni undangan
10) Dohot na asing
i)
Saat marsisean , Pihak paranak dan Parboru
meminta pendapat dongan tubu , boru ,
dongan sahuta dan hula hula .
j)
Paranak pasahat patujolo / bohini sinamot tu suhut parboru .
k) Suhi
ampang na opat dohot todoan na mangihut, dipasahat paranak tu parboru tingki
ulaon unjuk.
l)
Tingki ulaon unjuk , Marsinangkoki tangga ni
balatuk na be
m) Diakhir
acara marhata sinamot , Mardalan ingot
ingot disaksikan oleh pengantin .
Catatan :
Karena
kondisi tempat , waktu dan lain lain , Marhata sinamot dapat dilakukan
setelah ataupun sebelum martumpol.
3. MARRIA RAJA
a. Ulaon marria raja dilakukan sebagai
persiapan dalam melaksanakan pemberkatan pernikahan dan pesta unjuk.
b. Tata
Laksana Marria Raja adalah :
1) Diikuti
oleh perwakilan dongan tubu, boru,
pengurus punguan dan dongan sahuta.
2) Penunjukan
Protokol.
3) Penunjukan
Raja Parhata.
4) Pendistribusian
undangan.
5) dll
Catatan :
Hasuhuton
mempersiapkan sipanganon, tanpa namargoar
(tudutudu ni sipanganon).
C. ACARA PADA HARI PERNIKAHAN ( UNJUK ) DI
JABODETABEK
1. SIBUHABUHAI
/ MAMBUHAI ULAON (SARAPAN PAGI)
Pada dasarnya
ulaon sibuhabuhai pada acara di alap jual, dilaksanakan di rumah suhut
parboru .
Suhut
paranak dan parboru, didampingi dongan tubu / keluarga dekat dengan boru.
a. DI
ULAON ALAP JUAL ( MARSIBUHABUHAI )
1). Di rumah / tempat parboru
2).
Paranak membawa makanan namargoar
(tudutudu ni sipanganon), 3). Parboru menyiapkan dengke.
4). Parboru siapkan dengke
untuk mangupa-upa calon pengantin
b. DI
ULAON TARUHON JUAL ( MAMBUHAI ULAON
/ SARAPAN PAGI)
1). Di rumah / tempat paranak
2).
Paranak tidak menyiapkan namargoar
(tudutudu ni sipanganon),
3). Parboru tidak menyiapkan dengke.
4). Parboru siapkan dengke
untuk mangupa-upa calon pengantin
c. Di
pintu masuk, calon pengantin perempuan menyambut kedatangan calon pengantin
laki-laki dan menyematkan bunga dada (Corsage).
Selanjutnya calon pengantin laki-laki menyerahkan
bunga tangan (hand bouqet) kepada calon pengantin perempuan.
d. Setelah
doa makan oleh pihak paranak, parboru
mangupaupa boruna / calon pengantin perempuan.
e. Pihak
parboru menutup doa makan,
selanjutnya rombongan kedua hasuhuton
berangkat ke gereja.
2. ACARA PEMBERKATAN PERNIKAHAN
(PAMASUMASUON)
Acara pemberkatan pernikahan dapat dilaksanakan di
gereja ni parboru untuk dialap
jual, di gereja ni paranak untuk
di taruhon jual atau meminjam gereja
lain yang lebih dekat ke gedung pesta.
a. Setelah
acara pemberkatan, suhut paranak mandok
hata/ucapan terimakasih kepada
majelis jemaat dan mengundang hadirin ke gedung pesta.
b. Demikian
juga suhut parboru, mandok hata / ucapan terima kasih kepada Majelis Jemaat dan
mengundang hadirin ke gedung pesta.
c. Catatan
Sipil dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan gereja yang
bersangkutan.
D.
ACARA DI GEDUNG
1. Ulaon Dialap Jual (Alaman Ni Parboru)
A. Prosesi Parmasuk
ni Pengantin ulaon Dialap
Jual
.
1) Parboru
dohot Dongan tubu, boru/ bere, dongan sahuta dohot aleale , nunga dibagas
gedung, di inganan naung ditontuhon.
2) Paranak
dohot Dongan tubu, boru/ bere, dongan sahuta dohot aleale , nunga dibagas
gedung, di inganan naung ditontuhon.
3) Parboru
manjalo hula hula dohot uduran na di pogu
ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).
4) Paranak
manjalo hula hula dohot uduran na di pogu
ni alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).
5) Suhut paranak dohot suhut parboru rap masuk tu
gedung mangiringi pengantin.
B. Ulaon Dialap Jual: Parboru Parjolo Manjalo
Horong ni Hulahula dohot uduranna
a. Sisahali manjalo ma suhut parboru diharoro ni uduran ni hulahula dohot tulang.
b. Di tingki na manjalo uduran ni hulahula
dohot tulang, hot ma nasida (parboru) di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu
tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).
c. Holan hulahula dohot tulang ni parboru ma manghunti tandok boras napir dohot
mamboan dengke, horong ni hulahula dohot tulang na asing i, unang pola mamboan
dengke , holan boras na pir ma
Catatan :
1) Andorang so masuk hulahula/ tulang tu bagas gedung, jolo dipatangkas protokol ma urutan ni panjouonna, ima: a. Hulahula.
b. Tulang Suhut.
c. Tulang bao/Tulang rorobot.
d. Bona tulang.
e. Hula hula namarhaha anggi
f. Hulahula naposo / hulahula anak manjae
2) Disamping dengke Jual dari suhut parboru,
dengke siuk yang disiapkan jumlahnya hanya 2 nampan (1 nampan dengke dari
hulahula dan 1 nampan dengke dari tulang suhut ).
2. Ulaon Taruhon Jual ( Alaman Ni Paranak )
A. Prosesi
Parmasuk
ni Pengantin ulaon
Ditaruhon
Jual ( Alaman ni Paranak )
1)
Paranak dohot Dongan tubu, boru/ bere,
dongan sahuta dohot aleale , nunga dibagas gedung, di inganan naung ditontuhon.
2)
Suhut
paranak manjalo suhut parboru masuk tu bagas gedung, mamboan jualna .
Unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu
ni alaman).
3)
Paranak manjalo hula hula dohot uduran na di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu
harbangan (di jalo di pogu ni alaman).
4)
Parboru manjalo hula hula dohot uduran na di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu tu
harbangan (di jalo di pogu ni alaman).
5)
Suhut
paranak dohot suhut parboru rap masuk tu gedung mangiringi pengantin.
B. Ulaon Taruhon jual : Paranak Parjolo
Manjalo Horong ni Hulahula dohot Tulang .
a. Sisahali manjalo ma suhut paranak diharoro ni hulahula dohot uduranna.
b. Di tingki na manjalo hulahula dohot
uduranna, hot ma paranak di Pogu ni Alaman, unang pola ditomutomu tu harbangan (di jalo di pogu ni alaman).
c. Holan hulahula dohot tulang ni paranak ma manghunti tandok boras napir dohot
mamboan dengke, horong ni hulahula dohot tulang na asing i, unang pola mamboan
dengke , holan boras na pir .
Catatan :
1) Andorang so masuk hulahula/ tulang tu bagas gedung, jolo dipatangkas protokol ma urutan ni panjouonna, ima: a. Hulahula.
b. Tulang Suhut.
c. Tulang bao/Tulang rorobot.
d. Bona tulang.
e. Hula hula namarhaha anggi
f. Hulahula naposo/ hulahula anak manjae
2) Disamping
dengke Jual dari suhut parboru, dengke siuk yang disiapkan
jumlahnya hanya 2 nampan (1 nampan dengke
dari hulahula dan 1 nampan dengke dari tulang suhut).
3. Pasahat
tudutudu ni sipanganon / pasahat dengke
Dung sude raja na niontang tipak di
hundulanna be, andorang so marsipanganon :
a. Paranak didampingi sisolhot pasahat
namargoar ( tudutudu ni sipanganon ).
b. Parboru pasahat dengke.
4. Tangiang/Marsipanganon
a. Tangiang marsipanganon sian paranak.
b. Paranak pasahat sulangsulang na tabo tu
horong ni suhut parboru dohot hulahula/tulang.
c. Kedua
hasuhuton borhat patamahon na ni ontang
songon na pasangaphon.
5. Marbagi Jambar (Sidapot solup do na ro)
a. Dung hirahira satonga manang tolu paropat
marsipanganon, di ulahonma na marbagi
jambar.
b. Parboru manise paranak taringot tu partording ni tudutudu sipanganon.
c. Di na marbagi jambar, berpedoman pada prinsip sidapot solup do na ro.
d. Dituliskan di kertas, nama nama penerima
jambar
e. Agar tidak berbenturan dengan musik, nama
nama penerima jambar segera diumumkan oleh protokol parboru dan paranak.
f. Paranak minta waktu ke parboru untuk manjalo
tumpak
g. Saat paranak manjalo tumpak kedua belah
pihak dapat membagi jambar tidak lagi memakai mic ( pengeras suara) cukup hanya
dengan membawa
kertas pengumuman nama nama penerima jambar
6. Manjalo Tumpak
a. Dung taripar parjambaron, paranak mangido
tingki manjalo tumpak pangurupion sian boru / bere, dongan tubu, dongan sahuta
dohot ale-ale.
b. Semua
tamu yang akan memberi ucapan selamat atau yang akan memberi tumpak , sama sama
berdiri dan yang memberi kata sambutan tentang tumpak dari punguan marga / Parsahutaon , Ale ale , cukup diwakili
oleh Ketua Umum punguan marga yang berpesta .
c. Suhut agar menyampaikan daftar nama undangan
dari Punguan / Perkumpulan / ale ale /
dongan sahuta , ke Protokol / kordinator acara untuk dibacakan oleh ketua umum
punguan punguan marga ni suhut paranak .
d. Saat Ketua umum Punguan marga (Pengurus yang
ditunjuk) memberikan kata sambutan agar dibacakan nama nama punguan /
perkumpulan yang akan memberikan tumpak / kado . Pada saat penyerahan tumpak /
kado , seluruh hadirin sekaligus
berbaris menyampaikan dalam satu barisan
dan satu musik
e. Punguan marga / punguan parsadaan marga , dohot sude undangan na naeng pasahat tumpak,
ndang pola adong na marende
manang markoor, langsung pasahat tumpak sauduran dohot sude rombongan napasahat
tumpak .
f. Suhut paranak pasahaton hata hamauliateon
g. Suhut paranak pasigathon tumpak tu parumaen.
7. Masisiean
a. Mardalanma pinggan panukkunan .
b. Parboru dan paranak masisisean .
c. Pihak parboru manise paranak tentang makanan
dan lain lainnya
d. Raja Parhata paranak memberi penjelasan
terkait pembicaraan sebelumnya bahwa
pada saat Ulaon Marhata Sinamot, telah disampaikan Bohini sinamot / Patujolo ni Sinamot.
e. Acara
berikutnya akan di pandu
oleh raja parhata kedua belah
pihak hasuhuton.
8. Paranak Pasahat Panggohi ni Sinamot
a. Suhut Paranak pasahathon Panggohi ni Sinamot
tu suhut parboru, sebagai kelanjutan dari pemberian Patujolo ni Sinamot pada saat acara Marhata Sinamot.
b. Sebelum
panggohi ni sinamot sampai di suhut parboru, akan diperiksa oleh raja parhata paranak dan raja parhata
parboru, selanjutnya diserahkan kepada suhut
parboru.
9. Paranak Pasahat Todoan tu Suhi Ni Ampang Naopat dohot Panandaion
a. Paranak pasahat todoan tu suhi ni Ampang :
1) Sijalo bara. 2) Simolohon.
3) Upa Pariban.
4) Tulang ni boru muli (upa tulang).
b. Paranak pasahat
Panandaion dan pinggan panganan
1) Penyerahan
kelompok kelompok panandaion
disesuaikan atau sama dengan jumlah ulos namarhadohoan maksimal 17 hali panjouon.
2) Jumlah
dan detail penerima panandaion ditentukan oleh suhut parboru (untuk penghematan waktu, dibatasi jumlahnya).
Catatan :
a) Suhut Parboru memberikan upa tulang bersama dengan suhut paranak.
b) Pada
saat memberikan upa tulang, parboru sekalian menyampaikan pinggan panganan kepada hulahula
/ tulang dan rombongannya.
10. Parboru Pasahat Pinggan Panganan tu uduranna
a. Pinggan panganan disampaikan paranak ke dongan tubu berupa uang di dalam amplop.
b. Penyiapannya
sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton
“masinakkohi tangga ni balatukna be”,
artinya paranak dan parboru menyiapkan sesuai undangan
masing-masing.
11. Parboru Pasahat Tintin Marangkup dohot Pinggan Panganan
Pada saat memberikan tintin marangkup, paranak
sekalian menyampaikan pinggan panganan kepada hulahula / tulang dan rombongannya.
12.
Parboru Pasahat Ulos na Marhadohoan Si
jalo ulos herbang na marhadohoan dibatasi maksimal 17 (sampulu pitu) bulung, ima :
a.Ulos pansamot
kepada orang tua pengantin lakilaki.
b.Ulos hela kepada pengantin.
c. Pamarai kepada bapatua/bapauda
pengantin.
d.Simanggokhon kepada abang/adiknya.
e.Sihunti ampang kepada Ibotona.
f. Ulos selebihnya diserahkan
kepada suhut paranak untuk
pengaturannya.
g.Parsadaan Marga.
Catatan :
Pengantin tidak menyerahkan parcel
buah atau bunga tangan ke hulahula ni paranak dan atau ke hulahula ni parboru.
13. Parboru Pasahat Ulos Holong tu Pengantin
a. Ulos holong sipasahaton ni parboru tu
pengantin maksimum 17 bulung.
b. Molo tung
pe sitorop partubu namarsiulaon i diaturhon ma di tingki tonggo raja, angka ise
ma napasahathon ulos holong.
c. Napasahat ulos naparjolo ima hasuhuton, laos
ihutma paiduana, dungi angka dongan tubu
napasahat sikkat ni ulos, jala naparpudi
ma ulos sian punguan na niuluhon ni Ketua Umum.
14. Parboru Pasahat Ulos
Tinonun Sadari
a. Ulos tinonun sadari disampaikan paranak ke dongan tubu berupa uang di dalam amplop.
b. Penyiapannya
sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton
“masinakkohi tangga ni balatukna be”,
artinya paranak dan parboru menyiapkan ke undangan
masing-masing.
Catatan :
Molo
adong kelompok sihalsihal (dongan sahuta / ale ale) naeng pasahathon ulos holong,
diganti ma dohot ulos tinonun sadari, jala dipasahat ma di tingki acara manjalo
tumpak.
15. Hulahula dohot Tulang ni Parboru Pasahat Ulos Holong
a. Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5
bulung.
b. Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao
dohot bona tulang masing-masing maksimum
3 bulung.
c. Hulahula na marhahamaranggi masing-masing 1
bulung;
d. Hulahula anak manjae (hulahula naposo)
masingmasing 1 bulung;
e. Angka uduran ni hulahula dohot tulang
pasahathon singkat ni ulos (amplop).
16. Hulahula dohot Tulang ni Paranak Pasahat Ulos Holong
a. Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5 bulung.
b. Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao
dohot bona tulang masing-masing maksimum 3 bulung.
c. Hulahula na marhahamaranggi masing-masing 1 bulung.
d. Hulahula anak manjae (hulahula naposo) masingmasing 1 bulung.
e. Angka uduran ni hula-hula dohot tulang
pasahathon singkat ni ulos (uang dalam amplop).
Catatan :
1. Sude rombongan Hula hula anak manjae , asa
rap maju , masing masing mandok
hata jala si sada gondang
2. Sude rombongan Hulahula na marhahamaranggi ,
asa rap maju , masing masing mandok hata
jala si sada gondang
3. Di ulaon ditaruhon jual dohot dialap jual
ndang di pamasa manogu / panangkokhon pengantin tu panggung.
17. Parboru Manauri
a. Hata Sigabegabe, nasehat, ucapan terima
kasih disampaikan oleh orang tua
(natoras) ni parboru.
b. Manauri bisa diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton, bila orangtua (natoras) ni pengantin perempuan
berhalangan (hurang malo marhata Batak).
18. Paranak Mangampu
a.Mangampu (ucapan terimakasih) dari suhut paranak hanya 1 orang saja, dapat diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton kalau hasuhuton berhalangan (hurang malo marhata Batak).
b.Pengantin mangampu
c. Ulaon sadari (paulak une dan maningkir
tangga) tidak dilaksanakan bersamaan dengan
pesta unjuk, tetapi dilakukan kedua hasuhuton sesudah selesai pesta
unjuk yang waktunya sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
19. Patupa Olopolop
a. Olopolop adalah acara terakhir pada
acara pesta pernikahan adat Batak.
b. Acara
ini menunjukkan kepada khalayak, bahwa pesta pernikahan (ulaon unjuk) berjalan dengan
baik, tidak kurang sesuatu apa (hot
diparadaton na/adat gok).
c.Kedua
hasuhuton masing-masing meyiapkan
piring berisi beras (boras na pir),
uang (ringgit) ditambahkan 1 induk.
d. Sebelum
dibagikan, raja parhata menjelaskan pinggan olopolop dan seluruh hadirin meneriak-kan olopolop 3 kali.
20.
Marende / Tangiang Panutup Sian
parboru ma tangiang panutup.
BAB IV
ADAT PERNIKAHAN CAMPURAN
Pernikahan campuran adalah
pernikahan suku Batak dengan suku lain non Batak bermarga antara lain suku
Manado, Ambon, Toraja, Cina dan suku yang tidak bermarga antara lain suku Jawa,
Sunda, Padang.
Sesuai
perkembangan jaman, tidak dapat dipungkiri bahwa di kalangan masyarakat Batak
akan terjadi pernikahan campuran atau pernikahan antar suku bermarga atau tidak
bermarga.
Dalam situasi yang
demikian adat Batak sudah mempunyai perangkat aturan adat yang dapat memfasilitasi
pernikahan campuran tersebut, sehingga
dapat terlaksana sesuai dengan adat Batak Toba sebagaimana laiknya pernikahan
di antara sesama suku Batak Toba.
Tata cara pelaksanaan pernikahan
campuran
A. Perempuan
Batak menikah dengan laki-laki Suku Non Batak
1. Sebelum
menikah secara adat dengan perempuan Batak, calon menantu laki-laki bila
berkenan dapat diberikan marga disebut mangampu marga.
Catatan :
Namboru
pengantin perempuan hanya mangampu.
2. Namun
bila yang bersangkutan tidak berkenan, acara pernikahan secara adat Batak tetap dapat dilakukan, yaitu melalui keluarga
pendamping keluarga iboto dari ayah
perempuan (namboru) calon pengantin
perempuan.
3. Calon
menantu dalam menentukan pilihan mangampu
marga atau tidak mangampu marga,
sangat tergantung kepada kemampuan dan kesadarannya untuk menyelenggarakan
acara adat tersebut.
4. Pelaksanaan
acara mangampu marga tidak terlalu
mudah dan gampang dilaksanakan (apalagi
ada pilihan berkenan atau tidak berkenan), karena yang bersangkutan akan
punya nomor di marganya dan masuk dalam silsilah/tarombo marga.
B. Laki-laki
Batak Menikah dengan Perempuan Suku Non
Batak
1. Calon pengantin perempuan suku
non Batak yang akan melakukan pernikahan secara adat Batak, harus terlebih
dahulu dilakukan acara mangain.
Calon pengantin perempuan tidak boleh menggunakan
keluarga pendamping, dengan alasan calon pengantin laki-laki sudah mempunyai tulang/paman.
Mangain
mempunyai 2 makna filosofis yang harus dianut, yaitu :
a. Mangain seperti manghadang ulos,
dimana selesai acara, ulos dilepas. Artinya dengan selesainya
acara pesta pernikahan, marga tidak dipakai terus dan tidak terlalu di
perhatikan hubungan kekerabatan.
b. Mangain seperti ulos na so ra buruk yaitu setelah diain dia seterusnya memakai marga dan terikat hubungan kekerabatan
antara anak dan orang tua/antara yang diain
dan yang mangain.
c. Tata
cara dohot natalup mangulahon Mangampu marga.
1) Ia ulaon mangampu marga ima ulaon
internal marga yang bersangkutan. Tata cara pelaksanaannya sesuai ketentuan
marga.
2) Natalup mangulahon ima :
a) Ingkon lengkap ma ama dohot ina (dang
nababalu / janda/ duda).
b) Naung marumah tangga dibagasan adat na gok.
c) Unang ma naung manjalo sulang sulang
hariapan / surungsurung.
BAB V
ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN)
Pada dasarnya tidak semua acara
yang dilakukan dengan ulaon partangiangan
menjadi acara adat Batak (Dalihan na Tolu), walaupun acara itu dihadiri hulahula. Sering terjadi pada acara
partangiangan diselipkan acara adat,hulahula
mangulosi misalnya.
A. Jenis Ulaon Partangiangan
1. Tuju bulanan (pasahat ulos mula gabe/mangirdak/ pabosurhon).
2. Anak
lahir (pasahat ulos parompa).
3. Anak
tardidi (Baptis).
4. Manghatindangkon haporseaon/Sidi.
5. Ulang
tahun.
6. Mangupaupa.
7. Memasuki
rumah baru (mamongoti jabu naimbaru).
B. Pelaksanaan (Partording) ni Ulaon.
1. Tujuh bulanan (pasahat ulos mula gabe/angirdak/ pabosurhon).
a. Ulaon pasahat ulos mula gabe sering juga disebut ulaon mangirdak atau ulaon
pabosurhon boru yang sedang hamil 7 bulan.
b. Pihak parboru/mertua beserta keluarga
dekat termasuk boru, berangkat ke
rumah hela/boru, boras na pir, dengke,
membawa ulos, serta makanan kesukaan
(hasoloman) ni boruna.
c. Pihak paranak manjalo haroro ni hulahula
dohot tulang.
d. Andorang so marsipanganon, hulahula mambahen
tangiang marsipanganon, diuduti manulangi boru dohot hela, mangalehon dengke,
minum aek sitiotio dungi pasahat ulos
mula gabe, naparpudi manjomput boras na pir tu simanujung ni boru/hela
e. Tangiang/Marsipanganon.
f. Dung sidung marsipanganon, andorang so
mangampu, borhat hela pasahat pasi tuak
na tonggi tu hulahula dohot tulang.
g. Ulaon Pasahat Mula Gabe/Mangirdak/
Pabosurhon, hanya dilaksanakan untuk anak pertama(buha baju), sedangkan anak berikut-nya tidak perlu dilakukan.
Catatan :
1) Di pigapiga luat/marga ndang pola dipatupa/ dipasahat ulos, dengke dohot
tudutudu ni sipanganon.
2) Cukup ma diboan/dipasahat Parbue na pir dohot
sipanganon kesukaan (hasoloman) ni
boru na managam haroan, jala holan rombongan ni ina do na ro tu ulaon i.
2. Anak Lahir (Pasahat Parompa)
Pasahat
parompa hanya dilaksanakan kepada anak sulung (buha baju, dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Dung marumur pahompu 2 (dua) manang 3 (tolu)
bulan, borhat ma parboru manopot hela
na, diboan ma boras na pir, dengke dohot parompa.
1) Paranak,
keluarga dekat dohot dongan
sahuta manjalo haroro ni parboru jala paradehon tudutudu ni sipanganon.
2) Andorang so marsipanganon, hula-hula parboru
pasahathon parompa.
3) Parompa holan sada ma, molo tung adong angka
tulang na asing dipasahat ma hepeng singkat ni parompa.Parompa I ulos mangiring
ma unang ulos bintang maratur.
4) Dung sae marsipanganon dohot marhata
horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.
b. Keluarga hela datang (mebatebat) ke rumah
mertua, membawa anak pertama (buha baju).
1) Molo dung marumur pahompu 2 (dua) tu 3
(tolu) bulan, keluarga hela datang ke rumah mertua, mebatebat membawa anaknya yang baru
lahir.
2) Hela dan dongan tubu keluarga dekat
termasuk
boru, datang ke rumah mertua membawa makanan tudu-tudu sipanganon (namargoar).
3) Mertua dan dongan tubu keluarga
dekat, boru
dan dongan sahuta menerima kedatangan pihak menantu/hela dengan menyiapkan ikan (dengke).
4) Andorang
so marsipanganon, hulahula pasahat parompa bintang maratur unang
ulos mangiring.
5) Holan sada
ma parompa sipasahaton, molo
adong nanaeng pasahathon
marhite hite hepeng ma (ganti ni
parompa).
6) Dung sidung marsipanganon dohot marhata
horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.
7) Sebelum
pulang, pihak hulahula memberikan boras na pir kepada hela/ boru.
Catatan :
Sebelum
acara pasahat parompa,
dilaksanakan acara Kebaktian diuluhon ni
Pangula ni Huria.
3.
Anak Tardidi (Anak Dibaptis)
a. Acara
partangiangan anak dibaptis (tardidi) pada
prinsipnya adalah acara gerejawi (ulaon huria), sakramen.
b. Paranak menyiapkan namargoar hanya untuk anak pertama/ buha baju (mangangkat goar,
ama ni aha), untuk anak kedua, ketiga
dan seterusnya aturan tersebut di atas tidak diterapkan. Namargoar tidak diserahkan secara
langsung kepada parboru (hulahula), tapi
hanya disajikan di meja.
c. Setelah
selesai makan, pihak parboru (hulahula) menyampaikan pasupasu,
nasehat dan ucapan selamat kepada pahompu
dan kepada orang tuanya (hela dan boru).
d. Semua hadirin dapat menyampaikan uang/ amplop
kepada pahompu yang tardidi.
e. Setelah
acara selesai, paranak menyerahkan namargoar kepada pihak
hulahula, pariban, dongan sahuta dan rombongannya, sesuai adat yang berlaku
di lingkungan tersebut.
4. Manghatindangkon Haporseaon/Sidi
a. Acara
partangiangan untuk anak yang baru manghatindangkon haporseaon/sidi sepenuh-nya adalah acara gerejawi/ulaon huria.
b. Dalam
acara ini, paranak (orang tua dari
yang sidi) tidak menyiapkan makanan namargoar.
c. Setelah
selesai makan, parboru (hulahula) menyampaikan hata pasupasu, petuah, nasehat dan ucapan
selamat khususnya kepada yang baru lepas sidi.
d. Semua
yang hadir dapat memberikan uang kepada anak yang sidi (manghatindangkon haporseaon),
untuk keperluan pendidikannya.
5. Ulang Tahun
a. Acara partangiangan ulang tahun,
perkembangan sosial dalam interaksi dengan suku bangsa lainnya.
b. Acara
kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.
c. Dalam acara ini, keluarga yang berulang tahun tidak menyiapkan namargoar.
d. Marsipanganon, diawali dengan tangiang
makan.
e. Setelah
selesai makan,
parboru
(hulahula)
menyampaikan hata pasupasu dan ucapan
selamat kepada yang berulang tahun.
f. Semua
yang hadir dapat menyampaikan uang atau
kado kepada yang berulang tahun.
6. Mangupaupa
a. Acara
partangiangan mangupa adalah ungkapan
syukur dari seseorang yang baru terkena
musibah.
b. Pihak
hulahula dan rombongan datang dengan membawa boras na pir, ikan (dengke)
sibahut panampar dan lauk lainnya.
c. Acara
kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.
d. Makan
bersama, diawali dengan hulahula menyampaikan
ikan (dengke) sibahut panampar dan nasi kepada yang diupa.
e. Hulahula menyampaikan hata pasupasu dan rasa syukur atas
terlepasnya yang diupa dari musibah serta memohon kepada Tuhan
diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala cobaan.
f. Acara
ditutup dengan doa dari pihak hulahula.
Catatan :
Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila hulahula
berkehendak pasahat ulos, diberi
kesempatan (hanya 1 bulung), yang
lainnya memberikan uang pangurupion.
7. Memasuki Rumah Baru
Partangiangan
dalam rangka memasuki rumah baru tidak identik dengan mangompoi jabu di bona pasogit. Mangompoi
Jabu hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup dan rumah tersebut tidak
boleh diperjualbelikan.
Di parserahan
on, acara memasuki rumah baru bisa dilakukan berkali-kali dan rumah tersebut
dapat diperjualbelikan. Keluarga yang baru menikah dan baru memiliki rumah baru tipe-21 misalnya, memasuki rumah
baru. Keluarga ini mengadakan acara partangiangan. Selanjutnya sesudah
ekonomi keluarga tersebut berkembang, dibangun rumah tipe60 dan rumah yang
pertama dijual, tetap dilakukan partangiangan.
Dan seterusnya apabila yang bersangkutan
bertambah kaya dan berhasil
mendirikan rumah baru di daerah elit, tetap
dilakukan partangiangan.
a. Hulahula beserta keluarga dekat dan boru, datang membawa beras (parbue na pir).
b. Acara
kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.
c. Makan
bersama.
d. Bila
disediakan sipanganon namargoar, hanya
diletakkan di atas meja sebagai tanda bukan daging rambingan dan tidak diserahkan kepada hulahula.
e. Setelah
selesai makan dilanjutkan dengan hata
sigabegabe dari hulahula dan tulang.
f. Mangampu dari kelompok boru/hela.
g. Sebelum
hulahula dan tulang kembali, hasuhut-on
mambagi panjambaron sesuai dengan adat yang berlaku di lingkungannya.
h. Tangiang penutup.
Catatan :
Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila ada isyarat dari hulahula diberi kesempatan (hanya 1 bulung), yang lainnya memberikan uang pangurupion.
BAB VI
ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU)
A. Jenis Kematian pada Adat Batak
1. Pelaksanaan
adat kematian Suku Batak, disesuaikan dengan usia dan status seseorang pada
saat yang bersangkutan meninggal
dunia.
2. Jenis
kematian dikelompokkan menjadi :
1. Meninggal (Mate) Tilaha.
2. Meninggal (Mate) Mangkar.
3. Meninggal
(Monding) Sari Matua.
4. Meninggal
(Monding) Saur Matua.
5. Meninggal
(Monding) Saur Matua Mauli Bulung.
B. Pelaksanaan (Partording) dari Acara/Ulaon
1.
Meninggal
(Mate) Tilaha
Mate tilaha dikelompokkan menjadi :
a. Meninggal dunia di kandungan
ibu dan atau anak yang baru lahir tapi
belum tardidi.
1) Anak
yang meninggal, langsung dimakamkan oleh
keluarga, tidak perlu menunggu dan
me-libatkan unsur Dalihan Na Tolu.
2) Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang
tuanya.
b. Meninggal anak-anak sudah tardidi sampai dengan usia sudah
dewasa, akan tetapi belum menikah.
2. Termasuk
disini Mate Posoposo (0-1,5 tahun), Mate Dakdanak (1,5-12 tahun), Mate Bulung 12-17 tahun).
3. Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang
tuanya, tanpa acara Dalihan Na Tolu.
4. Acara
pemakaman oleh Gereja (Pangula ni Huria).
Catatan :
Dibeberapa luat/marga, masa do tulang
pasahathon ulos saput (Sidapot solup do na ro).
2. Meninggal (Mate) Mangkar
a. Disebut
Mate Mangkar apabila seseorang meninggal
berstatus sudah menikah, akan tetapi belum mempunyai anak/keturunan (Mate Pupur).
b. Seseorang sudah menikah dan mempunyai
anak, akan tetapi anak
keturunannya belum ada yang menkah.
c. Atau
seseorang sudah menikah dan anak keturunannya sudah ada yang menikah, akan
tetapi belum punya cucu dari anak tersebut.
d. Pemberian ulos saput
dan ulos tujung,
sesuai dengan adat yang berlaku di luat/marga setempat
(Sidapot solup do na ro).
Catatan :
1) Acara
mangungkap tujung dilakukan setelah
peti mati dimasukkan ke dalam ambulans.
2) Setelah
ungkap tujung, dilanjutkan dengan acara mangupa (marsuap, minum aek
sitiotio, mangan indahan dan ikan, manjomput boras na pir tu simanjujung ni namabalu).
3.
Meninggal (Monding) Sari Matua
a. Disebut
Monding Sari Matua, apabila seseorang yang meninggal belum mendapat
berkat duniawi secara lengkap salah satu
atau keseluruhan dari hagabeon
(keturunan).
b. Seseorang
yang meninggal sudah mempunyai anak yang kawin dan punya cucu, akan tetapi
masih ada anaknya yang belum kawin.
c. Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).
d. Pemberian
Ulos Saput dan Ulos Tujung Sari Matua (Jenis ulos
dan siapa yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro).
e. Pemberian
Ulos Holong dari horong ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
f. Pisopiso diserahkan
dengan tangan tertutup atau
dalam amplop dan diberikan hanya kepada hulahula
tangkas, tidak termasuk kepada rombongan/ uduranna.
g. Pelaksanaan
Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).
h. Boanna Pinahan Lobu dan atau
setinggi-tingginya Lombu na Tinutungan.
Catatan
:
Di beberapa luat/marga
ada yang melaksanakan dondon tua pada
ulaon sari matua, akan tetapi
dibanyak marga tidak melaksanakan, mengingat yang meninggal belum mendapat
berkat duniawi hagabeon.
4.
Meninggal (Monding) Saur
Matua
a. Seseorang disebut Monding
Saur Matua apabila yang meninggal
sudah menerima berkat duniawi dari Tuhan secara lengkap pada akhir
hayatnya seperti hagabeon.
b. Semua
anaknya sudah kawin dan sudah mempunyai cucu baik dari anak perempuan maupun
dari anak lakilaki.
c. Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).
d. Pemberian
Ulos Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro).
e. Pemberian
Ulos Holong dari horong
ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
f. Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan pisopiso tanpa
amplop (tangan terbuka).
g. Pelaksanaan
Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).
h. Pelaksanaan
Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).
i. Boanna Sigagat Duhut, serendah-rendahnya
Lombu
Sitio.
5.
Meninggal (Monding) Saur Matua Mauli Bulung
a. Seseorang
disebut Monding Saur Matua Mauli Bulung
apabila meninggal dunia dalam
kesempurnaan duniawi dan akhir hayatnya telah mendapat berkat dari
Tuhan
seperti hagabeon, hamoraon dan hasangapon.
b. Semua
anaknya sudah kawin, punya cucu, nini
dan nono, serta tidak ada anak,
boru dan cucu panggoaran yang
meninggal mendahuluinya.
c. Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot
solup do na ro).
d. Pemberian Ulos
Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan Sidapot solup do na ro).
e. Pemberian
Ulos Holong dari horong
ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
f. Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan tanpa amplop (tangan
terbuka).
g. Pelaksanaan
Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).
h. Pelaksanaan
Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).
i. Boanna serendah-rendahnya Horbo (Gaja Toba).
Catatan :
1) Sanggul Marata (Sijagaron) adalah suatu simbol yang menunjukkan hagabeon
dohot hajolmaon ni na mondingi (sudah punya cucu), tu sude si tuan natorop (Lampiran-6 : Gambar Sanggul
Marata/Sijagaron).
2) Di
beberapa luat/marga sijagaron tidak dipatupa lagi, akan tetapi
di luat/marga lainnya masih tetap dipertahankan.
C. Martonggo Raja (Mate
Mangkar, Ulaon Sari Matua, Saur Matua dan
Saur Matua Mauli Bulung)
1.
Pasada Tahi.
Setelah orang tua meninggal dunia, keluarga hasuhuton mengadakan ulaon pasada tahi, untuk membicarakan
berbagai hal terkait dengan : a. Rumah
Duka.
b. Tempat
Pemakaman.
c. Peti
Mati.
d. Ambulans.
e. Boan na.
f. Katering.
g. Daftar
ni hulahula dan tulang.
h. Waktu martonggo raja.
i. Waktu
pemakaman.
j. Konsep
riwayat hidup singkat.
Catatan :
1). Acara pasada tahi sangat penting dilakukan oleh hasuhuton (keluarga dekat), apalagi bila anak keturunan almarhum kurang mengerti
masalah adat kematian Batak.
2). Percakapan harus
terbuka dan transparan, khususnya menyangkut biaya (sibaenon, boanna dan lain-lain).
2. Marria Raja
Untuk memantapkan ulaon
pasada tahi, dilanjutkan dengan
acara marria raja dengan dongan tubu, boru dan dongan sahuta untuk
menyempurnakan hasil pembicaraan sebelumnya.
3. Martonggo Raja
Ulaon
martonggo raja dihadiri oleh dongan
tubu, boru, dongan sahuta dan
hulahula/tulang.
Kegiatan pada acara martonggo raja, meliputi :
a. Kata
pembukaan (hata huhuasi) dan
pembacaan riwayat hidup singkat.
1) Penyampaian
kata pembukaan (hata huhuasi) dari paidua ni suhut, sekaligus mengecek kehadiran dari hulahula dan tulang.
2) Apabila hulahula
dan tulang sudah hadir di
tempat, acara dapat dimulai.
3) Raja parhata diserahkan kepada yang telah disepakati
sebelumnya.
4) Pembacaan
jujur ngolu (riwayat hidup singkat)
diserahkan kepada paidua ni hasuhuton.
b. Pasahathon Konsep Acara.
Raja parhata
menyampaikan konsep acara yang akan dilakukan pada acara partuatna esok harinya.
c. Tanggapan,
saran dan masukan dari hulahula dan tulang.
Semua kelompok hulahula dan tulang memberikan
panuturion khususnya menyangkut goar ni ulaon, ulos saput, ulos tujung, ulos holong, parjambaran dan
waktu dimulainya acara manjalo haroro ni
hulahula dan tulang besok
paginya.
4.
Memasukkan Jenazah ke Peti Mati (Mompo)
a. Setelah
ada kesepakatan hasuhuthon dengan horong ni hulahula, tulang dan dongan
sahuta, dilanjutkan dengan memasukkan jenazah ke dalam peti jenazah manang tu jabu naso pinungka ni
tanganna (mompo).
b. Hulahula dohot tulang menyampaikan hata
sigabegabe dan mengakhiri acara mompo
dengan doa.
5. Doa (Tangiang) Marsipanganon
Doa makan malam, dipimpin oleh hasuhuton.
6. Acara Penghiburan.
a. Setiap
kelompok Dalihan Na Tolu paopat
Sihalsihal yang mengadakan acara
penghiburan, diatur oleh Protokol secara bergiliran.
b. Perlu
pengaturan dan pembatasan acara penghiburan malam hari, agar tidak mengganggu
lingkungan/tetangga.
D.
Acara Partuatna (Ulaon Manogot)
1. Acara Keluarga
a. Paidua ni suhut ma na manguluhon acara
on, unang
nian marganjangganjang jala ndang manimbil sian maksudna (contoh songon na
mangkatai mangido maaf tu na monding).
b. Inti
ni acara on ima asa “ma si aminaminan songon lampak ni gaol, marsitungkoltungkolan songon suhat di robean”
sude keluarga, di parborhat ni natuatua na mondingi.
2. Menerima Hula-Hula
dan Tulang (Pasahat Ulos Saput dan Ulos Tujung)
a. Pemberian
ulos saput (jenis ulos dan
siapa yang menyerahkan, sidapot solup do na ro).
b. Pemberian
ulos tujung sarimatua dan atau ulos
sampe tua (jenis ulos dan siapa
yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro).
c. Pemberian
ulos holong dari horong
ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
d. Hasuhuton memberikan pisopiso di dalam amplop,
diserahkan dengan tangan terbuka,
termasuk kepada rombongan/uduranna.
e. Acara
Menerima Tulang dan Hulahula lainnya, di pandu oleh Protokol dan urutannya sesuai
dengan kesepakatan pada acara martonggo
raja.
Catatan :
1) Di
beberapa luat/marga ada yang menerima
ulos holong dan di luat/marga
lain tidak menerima (Sidapot solup do na
ro).
2) Dalam
hal diterima ulos holong, dibatasi
sebanyakbanyaknya sama dengan yang diberikan oleh hulahula.
3. Doa
(Martangiang) Marsipanganon Tangiang mangan sian paidua ni hasuhuton.
4. Mambagi Jambar
a. Parjambaran di ulaon sari matua, ima jambar
mangihut tu horong ni hulahula dohot tulang, jala dipasahat mai dung sidung
manjalo/mangadopi horong ni hulahula dohot tulang di ulaon manogot.
b. Parjambaran di ulaon saur matua dohot saur
Matua mauli bulung, digorahonma i dung sidung marsipanganon.
c. Di na marbagi jambar, berpedoman pada
prinsip sidapot solup do na ro.
5. Manjalo
Tumpak
a. Manjalo tumpak pangurupion sian boru, bere,
dongan tubu, dongan sahuta dohot
aleale.
b. Punguan
marga merupakan kelompok terakhir yang memberikan tumpak dan
sebelum tumpak diserahkan lebih dahulu
menyampaikan sambutan, diwakili oleh Ketua Umum punguan marga.
6. Acara
Pangarapoton
a. Kalau
meninggal orang tua yang sudah punya cucu (marpahompu)
dilakukanlah acara pangarapoton.
b. Natalup mangulahon pangarapoton ima :
1) Orang tua yang sudah punya pahompu (cucu).
2) Tarombo/nomor diatas yang meninggal.
3) Unang ma namabalu.
4) Unang natuatua nanung manjalo sulangsulang
hariapan.
Catatan :
Di beberapa luat/marga
acara ini sudah tidak dilaksanakan lagi (sama
dengan patupahon sijagaron), akan
tetapi dibanyak luat/marga acara ini
masih tetap dipertahankan (Sidapot solup
do na ro).
E. Acara Maralaman
1. Marende/Tangiang.
Marende
dohot tangiang pamuhai sian suhut paranak
2. Kata
Pembukaan (Hata Huhuasi) dan Pembacaan Riwayat Hidup (Jujur Ngolu).
Kata pembukaan (hata huhuasi) dohot manjaha riwayat hidup
(jujur ngolu) dipasahat paidua ni hasuhuton, rap jongjong ma nasida.
3. Mandok Hata
a.Dongan tubu.
b.Simatua ni boru muli.
c.Raja ni dongan sahuta.
d.Aleale/rekan
sekerja.
e.Pemerintah setempat (RT/RW).
4. Marende
5. Mandok Hata Hulahula dohot Tulang :
a. Hulahula
anak manjae.
b. Hulahula
namarhahamaranggi.
c. Bona
tulang.
d. Tulang
rorobot.
e. Tulang.
f. Hulahula.
Catatan :
1) Di tingki acara on ma simatua boru muli pasahat tumpak ni nasida.
2) Somalna sesuai pangkataion di na martonggo raja, dipasada ma na mandok hata sian
horong ni hulahula dohot tulang ima hulahula.
6. Mangampu Hasuhuton
Hasuhuton
pasahat hata pangampuon (ucapan terima kasih) kepada hadirin (situan natorop), diawali oleh boru.
7. Mardondon Tua (Sidapot solup do na ro)
a. Mardondon tua adalah simbol yang
menunjukkan berkat Tuhan melalui hata ni
raja natorop tu bona jabu ni hasuhuton.
b. Pangitua marga/paidua ni hasuhuton meletakkan ampang yang berisi sijagaron
ke simanjujung ni parumaen siangkangan.
c. Di
barisan paling depan cucu laki-laki membawa foto yang meninggal.
d. Barisan
mengelilingi jasad minimal 3 (tiga) kali, sambil menyanyikan Buku Ende No. 119 Buku Logu No. 9 “Martua
do Dohonon” berirama semakin cepat, selanjutnya ampang namarisi sijagaron dibawa ke dalam rumah.
Catatan :
1) Di
beberapa luat/marga acara mardondon tua sudah tidak dilaksanakan
lagi, akan tetapi di luat/marga
lainnya masih tetap dipertahankan (Sidapot
solup do na ro).
2) Acara mardondon tua umumnya dilaksanakan
pada ulaon monding saur matua dan saur matua mauli bulung, sedang pada ulaon monding sari matua masih banyak
perdebatan.
3) Di
beberapa luat/marga ada marga yang melaksanakan dondon tua pada ulaon sari matua, akan tetapi dibanyak marga tidak melaksanakan,
mengingat yang meninggal belum mendapat berkat duniawi secara lengkap hagabeon,
hamoraon dan hasangapon.
8. Acara Gereja (Pangula ni Huria)
9. Pemberangkatan ke Pemakaman (Parbandaan)
F. Acara di Tempat Pemakaman
1. Acara
Gereja (Pangula ni Huria).
2. Manuan raja ni duhutduhut.
Manuan
raja ni duhutduhut ima ulaon ni keluarga, jala dipatupa langsung
disadari i di acara partuatna.
Catatan :
a. Di
beberapa luat/marga acara ini sudah
tidak dilaksanakan lagi (terkait dengan sijagaron),
akan tetapi di luat/marga lain masih
tetap dipertahankan.
b. Acara
ini dilaksanakan oleh luat/marga yang
menyiapkan sijagaron, walaupun
bersifat simbolik, mengingat aturan Dinas Pertamanan dan pemakaman setempat.
3. Ungkap Hombung/Daon Sihol
a. Ungkap Hombung adalah manigati (membuka)
harta peninggalan yang meninggal, biasanya diserahkan kepada paraman yang meninggal.
b. Acara
ini diselenggarakan di rumah, setelah acara penguburan dan menanam ompuompu, sebelum acara dimulai, hulahula dipersilahkan masuk (dipanakkok) ke rumah.
Catatan :
Di beberapa luat/marga di perantauan mengingat waktu
dan hasil
pembicaraan suhut dan hulahula/tulang,
acara ungkap hombung dilaksanakan
pada acara manogot (manjalo haroro ni
hulahula dohot tulang).
4. Hata Pasu Gabe sian Hulahula dohot Tulang.
5. Kata Penutup (Hata Mauliate).
Kata Penutup (hata hamauliatean) disampaikan oleh paidua ni hasuhuton
RUHUT
RUHUT ADAT BATAK TOBA
DI
JABODETABEK
PENYUSUN
Ketua
F. Jadisman
Hutapea
Wakil Ketua
R.
Hutagalung
Sekretaris
St. Abidan
Simanjuntak, S.E
Narasumber
Prof. DR. Payaman Simanjunak, APU
Anggota
Hotman Marojahan Lumban Gaol
Sarman
Simanjuntak
Maringan
Baringbing
Penerbit :
Lokus Adat Budaya Batak
Jakarta, November 2019
RUHUTRUHUT
ADAT BATAK TOBA
DI
JABODETABEK
Penyelaras
Ketua
F.
Jadisman Hutapea
Wakil Ketua
Hasan
Batubara
Sekretaris
St.
Lentang B. Sibarani
Narasumber
Drs.
Bangarna Sianipar
Anggota
St. Timbul Siahaan.
Maringan
Baringbing
Ramli Hutajulu, S.E
St.
Abidan Simajuntak, S.E
Penerbit :
Lokus Adat Budaya Batak
Jakarta, November 2019
RUHUTRUHUT ADAT BATAK TOBA DI JABODETAK
Penyusun : F. Jadisman Hutapea dkk
Penerbit :
Lokus Adat Budaya Batak (LABB)
Bekerjasama :
Universitas Mpu Tantular
© Hak cipta yang dilindungi
undang-undang
All rights reserved
Pengolah sampul : Brigjen TNI (Purn) Berlin Hutajulu
Penata letak : Ir. Santiamer Haloho
Pencetak :
Rembo Printing
Editor : Prof. Dr. Payaman Simanjuntak, APU
Drs. Jerry
Rudolf Sirait
Drs. Beatus
Sinaga, MBA.,M.M Asdon
Hutajulu, S.H.
Edisi Pertama. Cetakan pertama,
Nopember 2019 ISBN
Sanksi Pelanggaran Pasal 44
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak
Cipta.
1.
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan
atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
2.
Barangsiapa
dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling -(lima puluh juta rupiah).
DEWAN PENGURUS NASIONAL BATAK CENTER
SAMBUTAN
KETUA UMUM
Horas,
Mejuah-juah, Njuah-juah
BATAK CENTER sebagai organisasi masyarakat (Ormas)
yang didirikan pada tanggal 18 Agustus
2018 di Jakarta oleh 138 orang
tokoh-tokoh masyarakat Batak dari semua puak, bertujuan antara lain agar Budaya
Batak dapat berkonstribusi
mengaktualisasikan nilainilai habatakon dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Adat adalah salah satu unsur dari kebudayaan
(sistem kemasyarakatan/sistem kekerabatan, sistem hukum, mata pencaharian dan
sistem ekonomi, perlengkapan dan peralatan hidup manusia mencakup pakaian,
perumahan, dan alat produksi, religi,
ilmu, bahasa dan seni budaya).
Adat
Batak Toba tersebut sudah tertata baik melalui
“Dalihan
Na Tolu Paopathon Sihalsihal” dengan uraian sebagai berikut :
1. Manat Mardongan Tubu (mawas diri
terhadap saudara satu marga/sesama marga yang sama).
2. Elek Marboru (bermurah hati kepada anak
perempuan/menantu).
3. Somba Marhulahula (hormat kepada
kelompok mertua dan tulang).
4. Denggan Mardongan Sahuta (rukun dan
damai dengan tetangga).
Tidak kalah penting haruslah setia
kepada Negara/ Pemerintah RI dan taat
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Terkait dengan
hal tersebut, kami menyambut baik diterbitkannya buku Ruhutruhut Adat Batak
Toba se- Jabodetabek dan mengapresiasi kesungguhan Lokus Adat Budaya Batak
(LABB) menerbitkannya.
Dengan hadirnya buku
ini di tengah-tengah kita, kami berharap semua
masyaraka Batak Toba di Jabodetabek dapat
menerimanya dan kemudian menerapkan isinya secara sukarela (volunteer) dalam setiap perhelatan pesta maupun acara
dukacita.
Sejalan dengan
tujuan BATAK CENTER untuk melestarikan budaya Batak di seluruh kalangan
masyarakat Batak lintas generasi, diharapkan pula buku Ruhutruhut Adat Batak
Toba akan memberi perspektif baru di kalangan milenial, bahwa maradat itu tidak identik dengan pesta
besar, berbiaya mahal, rumit, dan
berlama-lama.
Akhir
kata, kami menyampaikan selamat membaca dan mempraktekkan isi buku Ruhutruhut
Adat Batak Toba dengan penuh kegembiraan.
Jakarta,
7 Oktober 2019
Ir.
Sintong M.Tampubolon DEWAN PENGURUS PUSAT
LOKUS
ADAT BUDAYA BATAK (DPP LABB)
SAMBUTAN
KETUA UMUM DEWAN PENGURUS PUSAT
Marilah
kita sampaikan puji syukur kepada
Tuhan
Yang Maha Kuasa, atas kuasa pengasihanNya
Tim Penyusun dan Penyelaras berhasil merampungkan dan menerbitkan Buku Ruhutruhut
Adat Batak Toba ini.
Buku ini berisikan tata cara pelaksanaan adat
Batak Toba yang esensial, efektif dan efisien. Pada tahap permulaan, ia
dikhususkan bagi masyarakat Batak yang bermukim di wilayah Jabodetabek.
Kemudian diharapkan dapat dipakai
sebagai referensi oleh masyarakat Batak Toba di manapun mereka berdomisili.
Kehadiran Lokus
Adat Budaya Batak (LABB) sebagai wadah perjuangan semua ketua punguan marga/ketua punguan parsadaan marga dan aktivis sosial budaya Batak guna
mewujudkan Batak yang
Bersatu, Beriman, Cerdas,
Sejahtera, Beradat, Beradab dan Beridentitas mengamanatkan agar Dewan Pengurus
Pusat LABB mampu menghadirkan buku penuntun tata laksana adat Batak Toba yang
esensial, efektif dan efisien. Setelah itu, disusul menghadirkan buku Pranata Hukum Adat Batak Toba.
Amanat tersebut
dilatarbelakangi kenyataan, bahwa
akhir-akhir ini kecenderungan pelaksanaan adat Batak Toba sudah berkembang
menjauh dari nilai-nilai adat Batak yang sesungguhnya : Berbiaya mahal, rumit,
dan berlama-lama. Jika keadaan ini
dibiarkan terus berlangsung, maka sangat berpotensi memunculkan keacuhan
generasi milenial terhadap adat Batak. Bukan tidak mungkin suatu saat kelak,
adat Batak akan menjadi cerita pajangan di museum sejarah.
Dalam suasana batin yang merisaukan itulah,
saya sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat Lokus Adat Budaya Batak (DPP LABB)
mendukung sepenuhnya upaya-upaya ketua
DPP LABB Bidang Kebudayaan untuk menyusun dan menerbitkan suatu buku
penuntun tatalaksana adat Batak Toba yang esensial, efektif dan efisien.
Saya menyadari sepenuhnya, bahwa pekerjaan ini
bukanlah pekerjaan yang mudah dan cepat saji. Mengapa? Karena seperti kita
ketahui dan bukan rahasia umum lagi, bahwa pepatah yang mengatakan : “Lain
lubuk lain ikannya, lain luat lain adatnya”
berlaku juga bagi masyarakat Batak. Pelaksanaan adat di Silindung
pastilah berbeda dengan pelaksanaan adat di Sigumpar, berlainan pula dengan di
Samosir. Oleh karena itu, untuk berhasil menyusun suatu buku Ruhutruhut adat
Batak Toba yang dapat diterima oleh semua masyarakat Batak di Jabodetabek tidak
boleh tidak haruslah menerapkan prinsip “sidapot solup do na ro” Kemudian
meletakkan landasannya pada aspek yang berlaku universal, yaitu pelaksanaan
adat tersebut haruslah esensial, efektif dan efisien. Jika tidak demikian
pastilah penyusunan buku ini gagal.
Terminologi Esensial, Efektif, dan Efisien
perlu juga diperkenalkan untuk disepakati di awal penyusunan dan
penyelarasannya. Esensial artinya hakikat atau makna asali adat itu tidak boleh
hilang walaupun wujud pelaksanaannya kelihatan dan atau memang berbeda.
Efektif, artinya bahwa pelaksanaan
adat itu hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang selektif seturut esensinya. Dan
akhirnya Efisien artinya, pelaksanaan adat tersebut betul-betul berfokus pada
esensinya dan efektif sehingga tidak harus mahal, runit, dan berlamalama.
Pelaksanaan adat
yang mahal akan membuat orang apriori terhadap adat itu sendiri. Pelaksanaan
yang berlama-lama akan membuat orang
bosan dan merasa membuang-buang waktu yang seharusnya tidak perlu. Pelaksanaan
adat yang esensial, efektif, dan efisien haruslah bermuara pada kebahagiaan dan
kedamaian semua pihak yang terlibat dalam acara adat, karena dilaksanakan dalam
suasana kegembiraan dan kewajaran (proporsional).
Walaupun di
sepanjang isi buku ini banyak ditemukan istilah-istilah bahkan kalimat-kalimat
dalam bahasa Batak, namun secara keseluruhannya masih dapat diterima, utamanya
untuk mempertajam pengertian yang dimaksud oleh penyusun, editor dan
penyelaras.
Akhir kata saya
mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini dan selamat membaca sekaligus Horas
menerapkannya.
Jakarta,
15 Oktober 2019
Ketua Umum
Budi P. Sinambela, BBA
DEWAN MANGARAJA
LOKUS ADAT BUDAYA BATAK (DM LABB)
KATA SAMBUTAN
KETUA UMUM DEWAN MANGARAJA
Horas,
Dewan Mangaraja
sebagai lembaga tertinggi dalam
ketatalembagaan Lokus Adat Budaya Batak (LABB) yang didirikan pada tanggal 5
Desember 2018, telah diakui oleh
Negara/Pemerintah RI melalui Surat
Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : AHU-
384.0004692.AH.01.07.THN 2019
tanggal 24 April 2019. Dalam Sidang
Umum Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya
Batak yang diikuti oleh hampir dua ratusan Ketua Punguan Marga, Ketua Punguan
Parsadaan Marga dan Aktivis Sosial Budaya Batak, Dewan mendapat amanat “Tri
Embanan” untuk direalisasikan. Pertama,
menghadirkan Buku Ruhutruhut Adat Batak di Jabodetabek. Kedua, menghadirkan Buku Pranata Hukum Adat Batak. Ketiga, memelihara dan
mengembangkan Seni Budaya Batak.
Pada kesempatan
ini saya atas nama Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak, menyambut baik dan
gembira hadirnya Buku Ruhutruhut Adat
Batak Toba di Jabodetabek.
Menurut saya
buku ini layak dijadikan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan Adat Batak Toba di Jabodetabek, karena isinya bernas, ringkas
dan mudah dimengerti. Dalam penerapannya akan tercapai dasar pelaksanaan adat
Batak Toba yang esensial, efektif, efisien, menarik, tertib, lancar, damai, dan
penuh kegembiraan.
Dewan Mangaraja
memiliki tanggungjawab moril agar isi buku ini tersosialisasikan dan terlaksana
sesuai maksud dan tujuannya, yaitu dapat diterima dan diterapkan oleh seluruh punguan Batak Toba di Jabodetabek. Untuk
itu Dewan Mangaraja memberi tugas khusus kepada Ketua dewan Mangaraja bidang
Adat dan
Seni Budaya, bapak Ir. Nikolas
Sinar Naibaho, MBA sebagai ketua tim sosialisasi, monitoring dan evaluasi penerapannya.
Secara khusus, saya mengharapkan
agar kita senantiasa mengingat dan mengamini pesan bijak nenek moyang (Sijolojolo Tubu), yaitu :
1.
Aek
godang tu aek laut, dos ni roha do sibahen na saut.
2.
Sidapot
solup do na ro.
3.
Aek
Siurukuruk tu Silanlan aek Toba, na metmet ndang marungut-ungut na mangodang
luhut marlas ni roha.
Kita berharap
dengan ketiga prinsip tersebut di atas, segala perbedaan yang timbul di
internal maupun eksternal marga dapat diselesaikan dengan
baik dan pada akhirnya seluruh
Batak merasa gembira dan sejahtera dalam melaksanakan adatnya.
Terima Kasih.
PENGANTAR
Tim Penyelaras dibentuk oleh
Dewan Pengurus Pusat Lokus Adat Budaya Batak (DPP LABB) yang bertugas
menyelaraskan isi buku Ruhutruhut Ni Paradaton Masyarakat Dalihan Na Tolu yang
dihasilkan oleh Komisi Adat Panitia Seminar Perhelatan Budaya Dalihan Na Tolu
di Universitas Mpu Tantular pada tanggal 5 Desember 2018.
Tujuan penyelarasan bukanlah untuk memaksakan
keseragaman tatalaksana adat Batak Toba
atau menihilkan adat yang telah diterima dan biasa diterapkan di satu luat. Penyelarasan dilakukan
berlandaskan pada aspek esensi, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan adat itu
sendiri. Oleh karena itu, di dalam buku
ini sering dijumpai istilah “sidapot
solup do na ro.” Artinya, ada fleksibilitas dalam pelaksanaan adat Batak
Toba tanpa harus meninggalkan makna filosofis adat itu sendiri.
Tanpa harus menimbulkan
benturan-benturan adat kebiasaan dari luat
yang berbeda.
Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba
se-Jabodetabek ini semula berjudul
Ruhutruhut Ni Paradaton Masyarakat Dalihan Na Tolu yang telah diseleraskan.
Buku ini menggunakan bahasa campuran. Bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba.
Hal tersebut terjadi karena Komisi Adat, Editor dan Penyelaras kesulitan menemukan katakata yang pas untuk
menerjemahkan bahasa Batak ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia ke
dalam bahasa Batak.
Tim Penyelaras
bekerja sejak Agustus hingga minggu kedua Oktober tahun 2019. Selama proses
penyelarasan berlangsung, tidak jarang anggota tim terlibat dalam perdebatan
seru karena mempertahankan pendapatnya
masing-masing. Sungguhpun perdebatan diwarnai suara keras dan bersitegang urat
leher, kenyataannya tidak seorangpun dari anggota tim menyimpan amarah dan
sakit hati, sehingga penyelarasan dapat diselesaikan pada waktunya.
Oleh karena itu
patutlah kita panjatkan pujian syukur dan hormat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena kemujaraban doa permohonan yang disampaikan oleh tim penyelaras setiap
sesi diskusi akan dimulai dan berakhir sungguh-sungguh dapat dirasakan.
Penyelarasan ini
dimungkinkan berjalan lancar berkat membaranya semangat kebersamaan dan tekad
tim, agar masyarakat Batak lintas generasi di perantauan atau bahkan di bona pasogit tidak terperangkap dalam
pemikiran yang salah, yaitu bahwa pelaksanaan adat yang beradat haruslah berbiaya mahal, rumit, dan berlama-lama.
Penyajian dalam buku ini ternyata telah mampu menepis pemikiran salah
tersebut.
Dalam hubungan
itulah, kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas semangat dan
tekad yang luar biasa dari tim penyelaras menyelesaikan buku ini.
Apresiasi yang
sama dan rasa terimakasih sebesarbesarnya juga disampaikan kepada :
1. Ketua
Yayasan Budi Murni Jakarta sekaligus sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat
LABB, Bapak Budi P. Sinambela, BBA yang telah menyediakan tempat dan fasilitas pendukung lainnya
sehingga tim penyelaras dapat bekerja
dengan baik.
2. Ketua
Umum Dewan Mangaraja LABB, Bapak
Brigjen TNI (Purn) Berlin Hutajulu
yang senantiasa memberi dorongan dan semangat kepada tim penyelaras agar jangan
kendor dan tetap bekerja sebaik-baiknya.
3. Sekretaris
Jenderal Dewan Pengurus Pusat LABB, Bapak Ir. Santiamer Haloho yang rajin
menghubungi setiap anggota tim untuk menghadiri rapat dan setia mencatat setiap
kesepakatan tim penyelaras.
4. Bapak
Drs. Bangarna Sianipar yang senantiasa bersemangat dibarengi sikap seorang ayah
mengarahkan dan menengahi setiap perdebatanperdebatan di antara anggota tim,
sehingga tidak kehilangan arah dan fokus diskusi.
5. Editor
yang dipimpin oleh Bapak. Prof. Dr. Payaman Simanjuntak, APU beserta anggota :
Drs. Jerry Rudolf Sirait; Drs. Beatus Sinaga, MBA.,M.M; Asdon Hutajulu, yang
telah bekerja keras melakukan pengeditan atas buku ini sehingga enak dibaca.
6. Tim
Penyusun yang tergabung dalam Komisi Adat Panitia Seminar Adat Dalihan Natolu
yang telah menyusun buku Ruhutruhut Ni Paradaton
Masyarakat Dalihan Na Tolu. Isi buku
inilah yang menjadi bahan utama dari buku Ruhutruhut Adat Batak Toba di
Jabodetabek.
7. Semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu, namun telah memberi
dukungan baik langsung maupun tidak
langsung sehingga tim penyelaras senantiasa dapat bekerja dalam suasana
kebersamaan dan kedamaian.
Pembaca yang
budiman mungkin bertanya, mengapa sistematika buku ini tidak selaras dengan
siklus kehidupan manusia : lahir-dewasa-menikahmeninggal?
Memang kami
sebagai penyusun dan penyelaras memulainya dari Penikahan. Kami berpendapat,
pada masa pernikahanlah puncak peralihan status kehidupan seseorang dari kanak-kanak yang kurang dibebani
tanggungjawab kepada status kehidupan yang penuh tanggungjawab, kehidupan yang
matang (mature). Itulah sebabnya kami
menempatkannya sebelum pelaksanaan acara doa (tangiang) ketika akan dan sudah lahir dan sebelum acara adat
kematian (marujung ngolu)
Kami menyadari
sepenuhnya, bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna dan memenuhi keinginan
semua pihak. Walaupun demikian, menurut hemat kami, buku ini sudah cukup
memadai dan layak dipergunakan sebagai buku penuntun tatalaksana Adat Batak
Toba yang esensial, efektif dan efisien.
Mengingat adat
itu sendiri tidaklah statis, ia berkembang seiring dengan kemajuan peradaban bangso Batak, maka Dewan Mangaraja Lokus
Adat Budaya Batak akan membentuk tim sosialisasi dan pemantau pelaksanaannya di
setiap pesta pernikahan dan acara kedukaan masyarakat Batak di Jabodetabek. Tim
Sosialisasi dan Pemantau dipimpin oleh Ketua
Dewan Mangaraja LABB Bidang Adat dan Seni Budaya
Batak, yaitu Bapak Ir. Nikolas
Sinar Naibaho, MBA. Hasil sosialisasi
dan pantauan tersebut akan didiskusikan dan dipergunakan sebagai bahan
penyempurnaan buku ini pada edisi berikutnya.
Harapan dan doa
kami, kiranya buku ini dapat bermanfaat bagi semua bangso Batak lintas generasi dan lintas luat. Horas dan selamat membaca serta menerapkannya.
Jakarta, 30 Oktober 2019
Ketua Tim
Penyusun/
Penyelaras
F. Jadisman Hutapea
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN
Ketua Umum Pengurus Nasional Batak
Center ................. i
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat
LABB ................... iv
Ketua Umum Dewan Mangaraja LABB
............................ ix
KATA PENGANTAR...............................................................................................
xiii
DAFTAR ISI……………………………………………….…….
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ................................................................. 5
1. Diaspora
Masyarakat Batak Toba ............................... 5
2. Pengaruh
Ekonomi ..................................................... 6
3. Pengaruh
Agama ........................................................ 7
4. Pengaruh
Komunikasi dan Transportasi
................................... 9
5. DM LABB
.................................................................... 9
B. Maksud dan
Tujuan ......................................................
10
C. Ruang
Lingkup .............................................................. 12
BAB II
SAPAAN UMPAMA DAN UMPASA BATAK
A. Sapaan
Kekerabatan ..................................................... 13
1. Tutur Sapa
(Partuturon) na Mardongan Tubu
........... 14
2. Tutur Sapa
(Partuturon) kepada Boru ........................ 15
3. Tutur Sapa
(Partuturon) kepada Hulahula ................. 16
B. Peristilahan,
Ungkapan (Umpama) dan Peribahasa
(Umpasa) ....................................................................
18
1. Peristilahan
................................................................ 18
2. Ungkapan
(Umpama) ................................................. 31
3. Peribahasa
(Umpasa) ................................................ 32
BAB III ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)
A. Acara Patua
Hata, dan Marhusip .................................. 37
1.
Patua Hata
................................................................ 37
2.
Marhusip ...................................................................
39
B. Acara
Martumpol, Marhata Sinamot dohot
Marria Raja
.................................................................... 41
1.
Martumpol
.................................................................. 41
2.
Marhata Sinamot
........................................................ 42
3.
Marria Raja
................................................................. 43
C. Acara Pada
Hari Pernikahan. ....................................... 44
1.
Sibuhabuhai/Mambuhai Ulaon
.................................. 44
2.
Acara Pemberkatan (Pamasumasuon) .....................
46
D. Acara di
Gedung ............................................................ 46
1.
ProsesiParmasuk ni Pengantin ................................ 46
2.
Paranak Parjolo Manjalo Horong ni Hulahula dohot
Tulang (di Taruhon Jual)
.......................................... 47
3.
Parboru Parjolo Manjalo Horong ni Hulahula dohot
Tulang
(Dialap Jual) .................................................. 48
4.
Pasahat Tudutudu ni
Sipanganon/Pasahat
Dengke ................................... 49
5.
Tangiang/Marsipanganon
......................................... 50
6.
Marbagi Jambar (Sidapot Solup do na ro)
................ 50
7.
Manjalo Tumpak
....................................................... 51
8.
Masisisean ................................................................
52
9.
Paranak Pasahat Panggohi ni Sinamot
.................... 52
10. Paranak
Pasahat Todoan tu Suhi ni Ampang Na Opat
dohot Panandaion
.............................................. 53
11. Parboru
Pasahat Pinggan Panganan ....................... 54
12. Parboru
Pasahat Tintin Marangkup dohot
Pinggan
Panganan ................................................ 54
13. Parboru
Pasahat Ulos na Marhadohoan
............... 55
14. Parboru
Pasahat Ulos Holong ............................... 56
15. Parboru
Pasahat Ulos na Tinonun Sadari
............ 56
16. Hulahula
dohot Tulang ni Parboru Pasahat
Ulos Holong
........................................................... 57
17. Hulahula
dohot Tulang ni Paranak Pasahat Ulos
Holong
.................................................................... 58
18. Parboru
Manauri .................................................... 58
19. Paranak
Mangampu
.............................................. 59
20. Patupa
Olop-olop ................................................... 60
21. Marende/Tangiang
Panutup .................................. 60
BAB IV PERNIKAHAN CAMPURAN
A. Perempuan
Batak Menikah dengan Laki-laki
Non-Batak.
................................................................... 62
B. Laki-laki
Batak Menikah dengan Perempuan
Non-Batak.
................................................................... 63
BAB V ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN)
A. Jenis Ulaon
Partangiangan ........................................... 65
B. Pelaksanaan
(Partording) ni Ulaon
.............................. 66
1. Tuju
Bulanan (Pasahat Ulos Mula Gabe/ Mangirdak/
Pabosurhon)……..
.................................................... 66
2. Anak Lahir
(Pasahat Ulos Parompa) ........................ 67 3. Anak Dibaptis (Anak
Tardidi) .................................... 70 4. Manghatindanghon
Haporseaon/Sidi ........................ 71
5. Ulang Tahun
............................................................. 72
6. Mangupaupa
............................................................. 72
7. Memasuki
Rumah Baru .......................................................................
74
BAB VI ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU)
A. Jenis
Kematian .............................................................. 76
B. Pelaksanaan
(Partording) ni Ulaon
............................... 76
1. Meninggal
(Mate) Tilaha .......................................... 76
2. Meninggal
(Mate) Mangkar ....................................... 78
3. Monding
Sari Matua
..................................................................................
79
4. Monding
Saur Matua ................................................. 80
5. Monding
Saur Matua Mauli Bulung ........................... 81
C. Martonggo
Raja
............................................................ 83
1. Pasada
Tahi. ............................................................
83 2. Marria Raja. .............................................................
84
3. Martonggo
Raja. ......................................................
85
4. Memasukkan
Jasad ke Peti Jenazah (Mompo). ............. 86
5. Tangiang/Marsipanganon. ....................................... 86
6. Acara
Penghiburan ................................................... 87
D. Acara
Partuatna (Acara Manogot).
............................... 87
1. Acara
Keluarga ......................................................... 87
2. Menerima
Hulahula dan Tulang (Pasahat Ulos
Saput dan
Ulos Tujung)
......................................................................... 88
3. Doa
(Martangiang) Marsipanganon
............................................ 89 4. Mambagi Jambar ......................................................
89
5. Manjalo
Tumpak……………………………………….. 89
6. Acara
Pangarapoton ................................................. 90
E. Acara
Maralaman ..............................................................................................
91
1. Marende/Tangiang
..................................................... 91
2. Kata
Pembukaan (Huhuasi) dan
Pembacaan
Riwayat Hidup Singkat(Jujur Ngolu) .........
91
3. Mandok Hata
(Dongan Tubu, Simatua ni Boru
Muli,Dongan
Sahuta, Aleale/Rekan Sekerja,
Pemerintah
Setempat) .............................................. 91
4. Marende
.................................................................... 92
5. Mandok Hata
Hulahula dohot Tulang ....................... 92
6. Mangampu
Hasuhuton .............................................. 92
7. Mardondon
Tua ......................................................... 93
8. Acara
Gereja (Pangula ni Huria) ............................... 94
9. Pemberangkatan
ke Pemakaman (Parbandaan) ...... 94
F. Acara di
Tempat Pemakaman ...................................... 94
1. Acara
Gereja (Huria) ................................................. 94
2. Manuan Raja
Ni Duhut-duhut.................................... 94
3. Ungkap
Hombung/Daon Sihol .................................. 95
4. Hata Pasu
Gabe sian Hulahula dohot
Tulang…………..96
5. Kata
Penutup/Hata Mauliate ..................................... 96
BAB VII
PENUTUP………………………………….………...….97 LAMPIRAN
:………………………………………………….…..99
Lampiran-1 |
: Peta
Kawasan Danau Toba. ............. 101 |
Lampiran-2 |
: Pohon
Keluarga Bangso Batak .......... 102 |
Lampiran-3 |
: Gambar
Parpeak ni Namonding. ...... 103 |
Lampiran-4 |
: Gambar Parjambaran
Pinahanlobu (Na Marmiakmiak) ....... 104 |
Lampiran-5 |
: Gambar Parjambaran
Sigagat Duhut (Gaja Toba) ........................ 105 |
Lampiran-6 |
: Gambar ni Sijagaron
(Sanggul Marata)
.............................. 106 |
Lampiran-7 |
: Susunan Dewan Mangaraja LABB Periode 2019-2022.
.......................... 107 |
Lampiran-8 |
: Susunan Dewan Pengurus Pusat LABB Periode 2019-2022 .................. 109 |
Lampiran-9 |
: Gambar Martonggo
Raja ................... 111 |
DAFTAR BACAAN …………………………………………...
.113
BAB I
PENDAHULUAN
Adat Batak
sebagai bagian integral dari budaya nasional memiliki ciri-ciri khas yang membuatnya unik dan menonjol, bila
dibandingkan dengan adat suku-suku lainnya. Bagi sebagian orang, adat Batak itu
sering dipandang sebagai sesuatu yang ritual, budaya yang sulit berubah,
terlalu mahal, memakan waktu dan rumit. Akan tetapi falsafah Batak yang
menyebutkan ”rundut ni eme do mambaen tu
gabena”, kerumitan dan keruwetan itu dapat membawa kedamaian dan
kesejahteraan bagi warga Batak yang melaksanakan adatnya.
Sudah pada
waktunya pemuka adat Batak dan para orangtua mencermati sikap sebagian kaum
milenial yang kurang berkenan dengan kemahalan, kerumitan, dan panjangnya waktu
praktik adat Batak. Selanjutnya, pada yang waktu bersamaan membuka hati
mendengar dan mengakomodir aspirasi
mereka yang mendambakan adanya penyesuaian.
Beranjak dari
pencermatan tata laksana adat Batak selama ini yang cenderung mahal, rumit, dan
berlamalama, maka Lokus Adat Budaya Batak (LABB) mencoba menata ulang tata laksana adat Batak yang esensial,
efektif dan efisien melalui penerbitan
Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba
se Jabodetabek.
Esensial, artinya hakikat atau makna asali
adat itu tidak boleh hilang walaupun wujud pelaksanaannya kelihatan dan atau
memang berbeda. Efektif, artinya bahwa pelaksanaan adat itu hanya melakukan
ritualritual yang selektif seturut esensinya. Dan akhirnya efisien artinya,
pelaksanaan adat tersebut betul-betul berfokus pada esensinya dan efektif
sehingga tidak harus mahal, rumit dan berlama-lama.
Buku ini terdiri
dari tujuh bab. Bab Pertama, menjelaskan
secara ringkas latar belakang perubahan tata laksana praktik adat Batak
dikaitkan dengan kemajuan ekonomi, keagamaan dan kelancaran transportasi
masyarakat Batak di perantauan. Selanjutnya dijelaskan pula maksud dan tujuan
pengadaan buku ini serta ruang lingkup penerapannya.
Bab Kedua,
menjelaskan tentang sapaan, umpama
dan umpasa Batak. Sapaan adalah
panggilan kepada seseorang dalam sistem kekerabatan Batak. Umpama atau ungkapan adalah nasihat (poda) atau aturan. Berbeda dengan umpama, umpasa selain
mengandung arti sebagai poda na tur
dan aturan juga merupakan doa (tangiang).
Baik umpama maupun umpasa
biasa disampaikan ketika acara adat Batak berlangsung.
Bab Ketiga,
mengulas tentang Acara Pesta Pernikahan (Unjuk).
Tahapan dimulai dari acara patua hata
dohot marhusip, ulaon martumpol, marhata sinamot hingga acara di gedung.
Acara di gedung meliputi prosesi parmasuk
ni Pengantin hingga bernyanyi/doa
penutup (marende/tangiang panutup).
a.
Sian
hulahula manang parboru do tangiang panutup.
b.
Dipasahat
ma tu Sintua manang Pangula ni Huria
mambaen ende dohot tangiang/pasupasu.
Bab Keempat,
membahas tentang adat pernikahan campuran. Pernikahan campuran adalah
pernikahan suku Batak dengan suku non
Batak baik yang bermarga maupun tidak bermarga. Bagian ini memberi bimbingan
bagaimana menyelenggarakan adat Batak Toba terkait dengan pernikahan
campuran.
Bab Kelima, mengulas tentang acara doa (ulaon partangiangan). Bagi masyarakat
Batak Toba, ada tujuh jenis partangiangan.
Bagaimana pelaksanaan
(partording ni) ketujuh partangiangan
tersebut dibahas tuntas pada bagian ini.
Bab Keenam, mengulas tentang acara adat yang
berhubungan dengan kematian (marujung ngolu). Pada bagian ini
dijelaskan jenis-jenis marujung ngolu.
Pelaksanaan adat marujung ngolu mulai
dari tonggo raja hingga acara di
tempat pemakaman dibahas tuntas pada bagian ini.
Kemudian
Bab Ketujuh, adalah sebagai Bab
Penutup yang berisi harapan dari
penulis buku ini bagi seluruh masyarakat Batak Toba di Jabodetabek dan dimana saja berada.
Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah,
bahwa isi buku ini tidak dimaksudkan untuk menyeragamkan pelaksanaan adat Batak
Toba. Tidak juga bermaksud menihilkan adat
yang sudah biasa dilaksanakan oleh masyarakat Batak Toba menurut
masing-masing luat.
Walaupun
Ruhutruhut adat Batak Toba ini bersifat volunteer,
namun sangatlah bermanfaat apabila diterapkan dalam setiap acara adat Batak
Toba. Karena selain esensial, efektif dan efisien juga memberi daya tarik
tersendiri bagi generasi milenial Bangso
Batak. Kiranya buku ini menjadi kemuliaan dan kebesaran nama Tuhan Yang Maha
Kuasa.
A. Latar Belakang.
1. Diaspora Masyarakat Batak Toba.
Masyarakat Batak
Toba (Par-Silindung, ParHumbang, Par-Samosir, Par-Toba, Par-Uluan) sudah bermigrasi dan bermukim di Ibukota
Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pada umumnya
mereka bergabung dalam kelompok/paguyuban (punguan
marga dan /atau punguan parsadaan
marga) dan melaksanakan adat Batak Toba. Bagi warga Batak yang berumur
lebih dari 40 tahun, lahir dan merasakan
hidup di kampung halaman (Bona Pasogit)
pelaksanaan adat tampaknya masih monoton dan berperilaku petani/agraris.
Warga Batak yang
berumur kurang dari 40 tahun dan
lahir di Jabodetabek, sudah
sangat berbeda sifat dan perilakunya.
Mereka sangat dinamis dan tidak
menyukai acara adat yang mahal, rumit dan berlama-lama.
Tata
Laksana paradaton Batak Toba di
Jabodetabek sangat dipengaruhi oleh
sifat, perilaku, mental dan latar belakang sebelumnya.
2. Pengaruh
Ekonomi.
Masyarakat Batak Toba yang bermukim di Jabodetabek mempunyai mata pencaharian yang beragam,
seperti Aparatur Negara Sipil (ANS), anggota TNI dan Polri, pegawai swasta, pengusaha/ wiraswasta, buruh dan lain-lain.
Kita tidak memungkiri bahwa banyak dari para perantau Batak yang berhasil dan
sukses dalam karirnya.
Kehidupan
perkotaan dan keberhasilannya dalam karir, sangat berpengaruh kepada kebiasaan
sehari-hari, termasuk dalam praktek paradaton.
Banyak tata laksana adat yang dipaksakan dan dibuat-buat seperti uang rongit,
pemberian krans bunga/buah dari pengantin kepada tulang, diadakan rombongan penari (penyambutan), kedua hasuhuton menyiapkan dengke, pemberian tumpak dibarengi hata
pasupasu, ulaon sadari dan sebagainya.
3. Pengaruh
Agama
Masyarakat Batak Toba Jabodetabek
yang pada umumnya menganut agama Kristinani ( Katolik dan Protestan ) dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian : a. Beragama dan Beradat
Kelompok ini berupaya agar semua yang dilakukan berkenan
di hadapan Tuhan dan menerapkan adat Batak yang tidak bertentangan dengan
ajaran agama. Bagi mereka, ulos misalnya tidak berkekuatan magis, hanya instrumen dan simbol yang perlu
dilestarikan. Kelompok ini merupakan
mayoritas Batak yang pemahaman
agamanya sudah benar.
b. Beradat dan Beragama
Kelompok ini lebih takut disebut
orang yang tidak beradat dari pada orang
yang tidak beragama. Bagi mereka ulos dari
hulahula dan tulang misalnya mempunyai kekuatan magis dan dapat mendatangkan
berkat bagi penerimanya, sehingga mereka selalu
mendambakan ulos pada acara
adat. Kelompok ini jumlahnya tidak terlalu banyak dan pemahaman ajaran agamanya
terasakan “masih dangkal”
c. Beragama dan Fanatik
Kelompok ini pada umumnya penganut
agama Kristen yang sangat liberal dan fanatik. Mereka beranggapan praktek paradaton Batak adalah ajaran animisme
yang sangat berlawanan dengan ajaran agama Kristiani. Pada dasarnya mereka
tidak menyukai adat Batak. Mereka menganggap
perlengkapan yang berkaitan dengan adat Batak seperti ulos adalah berhala, karena itu harus
dimusnahkan.
4. Pengaruh Komunikasi dan Transportasi Sarana
dan prasarana komunikasi dan transportasi
yang tersedia di Jabodetabek saat ini,
semakin memudahkan interaksi di
antara sesama warga Batak yang berdomisili di Jabodetabek. Kondisi ini
memberikan akses dan kemudahan bagi warga Batak untuk melaksanakan adat Batak,
baik sebagai pemangku adat maupun sebagai pengikut (undangan).
5. Dewan Mangaraja Lokus Adat Budaya Batak (DM LABB)
Sidang Umum DM LABB yang
dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2018, diikuti oleh seluruh Ketua Punguan Marga, Ketua Punguan Parsadaan Marga dan Aktifis Seni
Budaya Batak se Jabodetabek.
Mereka sepakat dan telah berhasil mendeklarasikan salah satu Tri
Embanan Lokus Adat Budaya Batak adalah penyederhanaan tata laksana paradaton
Batak Toba (esensial, efektif dan efisien (3E) di Wilayah Jabodetabek.
B. Maksud dan Tujuan
Buku Ruhutruhut Adat Batak Toba se-Jabodetabek Edisi pertama, cetakan
pertama, diterbitkan dengan maksud memperbaiki dan menambah
(menyelaraskan) substansi Buku
Ruhutruhut Ni Paradaton Masyarakat Dalihan Natolu (Buku Warna Kuning), agar pelaksanaan adat Batak Toba di
Jabodetabek lebih baik dan tetap mempertahankan prinsip 3E, yaitu esensial,
efektif dan efisien dari segi esensi dan implementasi. hakikat, biaya, waktu,
dan tenaga.
Tujuannya adalah :
1. Generasi
muda/milenial Batak di Jabodetabek lebih memahami, mencintai dan dan merasa
memiliki adat Batak Toba.
2. Pengeluaran
biaya tidak harus mahal tetapi proporsional dan perlu.
3. Pelaksanaan
ruhutruhut paradaton Batak Toba tidak rumit dan berlama-lama.
4. Pelaksanaan
acara adat Batak Toba dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat
(selesai pada pukul 17.00 Wib).
5. Pada
akhir pesta semua orang merasa bahagia dan sejahtera sesuai hata
ni na tuatua namandok :
a. Asa marsinemnem urukuruk, marsilanlan aek
toba,
dakdanak
dang marungutungut, namagodang dohot natuatua sude marlas ni roha.
b. Si rambe na bolak, si rambe anakanak, na
magodang marolopolop, marsuraksurak nang dakdanak.
C. Ruang
Lingkup.
Buku ini meliputi Ulaon adat
pernikahan (unjuk), acara partangiangan dan acara adat meninggal
dunia. Ruhutruhut Adat Batak Toba mengenai yang lainnya akan diterbitkan pada edisi berikutnya.
BAB II
SAPAAN
UMPAMA DAN UMPASA BATAK
A. Sapaan Kekerabatan.
Dalam sistem
masyarakat Dalihan Na Tolu, sapaan dalam
hubungan kekerabatan (partuturon) yang menggambarkan relasi antar pribadi suku bangso
Batak, cukup kaya dan beragam.
Kepada saudara yang lebih tua
dipanggil dengan angkang/haha doli
(kepada isterinya dipanggil angkang boru),
sedangkan kepada yang lebih muda
dipanggil anggi doli (kepada
isterinya dipanggil anggi boru).
Disamping panggilan (panjouon),
setiap marga Batak juga mempunyai nomor marga yang disusun berdasarkan silsilah masing-masing marga.
Seseorang yang mempunyai nomor lebih tinggi
(No.13), akan dipanggil bapak oleh yang nomornya lebih rendah (No.14), sebaliknya nomor yang
lebih rendah (No.14) akan
dipanggil anak oleh yang nomornya lebih
tinggi (No.13).
Sapaan dalam hubungan kekerabatan yang digunakan di
lingkungan masyarakat Batak Dalihan Na Tolu, meliputi :
1. Tutur Sapa (Partuturon) kepada Namardongan Tubu
a. Ompung mangulahi = Ompung dari ompung.
b. Amang mangulahi = Ompung dari ayah.
c. Ompung doli (ompung suhut) = Orangtua
laki-laki dari ayah.
d. Ompung boru (ompung suhut) = Orangtua
perempuan dari ayah.
e. Ompung suhut = Orangtua dari ayah.
f. Amang/Among = Orangtua laki-laki.
g. Amang tua = Abang dari ayah.
h. Amang uda = Adik laki-laki dari ayah.
i. Inang/Inong = Orang tua perempuan.
j. Inang tua = Isteri dari abangnya ayah.
k. Inang uda = Isteri dari adik laki-laki
ayah.
l. Haha/Angkang = Abang kandung atau anak
dari amang tua.
m. Angkang
boru = Isteri dari haha/angkang.
n. Anggi = Adik kandung atau anak dari amanguda.
o. Anggi boru = Isteri dari adik laki-laki.
p. Amang = Isteri kita memanggil mertua laki-laki dan kepada hahadoli dari suami.
q. Inang parumaen = Sapaan terhadap menantu
perempuan.
r. Pahompu = Anak dari anak laki-laki atau
perempuan kita.
s. Nini = Anak dari cucu laki-laki.
t. Nono = Anak dari cucu boru.
u. Ontokontok = Cucunya cucu laki-laki.
v. Ondokondok = Cucunya cucu perempuan.
2. Tutur Sapa (Partuturon) kepada Boru
a. Boru = Anak perempuan.
b. Hela = Suami dari putri/boru kita.
c. Iboto = Sapaan antara laki-laki dan
perempuan satu marga dan puteri dari namboru.
d. Lae = Sapaan terhadap sesama laki-laki
beda marga, anak laki-laki namboru,
suami dari ito, ayah dari hela.
e. Namboru = Saudara perempuan ayah.
f. Amangboru = Suami dari namboru.
g. Ito mangulahi = Namboru dari ayah.
h. Lae mangulahi = Suami dari ito mangulahi.
i. Boru tangkas = Boru dari haha anggi.
j. Boru suhut = Boru kandung.
k. Bere = Semua anak
laki-laki dari saudara kita
perempuan (ito).
l. Ibebere = Semua anak perempuan dan hela dari saudara kita.
m. Boru naposo = Bere yang menikah
tidak semarga dengan ibu.
n. Boru natuatua = Bere yang menikah tidak
semarga dengan nenek.
3. Tutur Sapa (Partuturon) kepada Hulahula
a. Horong ni hulahula/tulang = Saudara
laki-laki semarga dari isteri, ibu dan saudara semarga dari nenek dan saudara
semarga dengan isteri dari abang/adik (haha/anggi)
kita.
b. Hulahula = Saudara semarga dari isteri
atau isteri dari abang/adik kita.
c. Hulahula naposo = Mertua dari anak
sendiri.
d. Amang simatua = Ayah dari isteri.
e. Inang simatua = Ibu dari isteri.
f. Ompung Bao = Orang tuanya ibu.
g. Tunggane = Saudara laki-laki dari
isteri.
h. Lae = Suami dari ito kita.
i. Inang bao = Isteri dari lae/tunggane kita.
j. Paraman = Anak laki-laki dari tunggane kita.
k. Maen = Anak perempuan dari tunggane.
l. Tulang = Saudara laki-laki dari ibu.
m. Tulang naposo = Sebutan untuk paraman yang sudah menikah.
n. Eda = Isteri dari ito.
o. Tulang bao/Tulang rorobot = Tulang dari isteri atau saudara
laki-laki ibu dari isteri kita.
p. Bona tulang = Saudara laki-laki dari ompung suhut boru.
q. Tulang rorobot = Saudara laki-laki dari
nenek (ompung suhut).
r. Bona ni ari = Saudara laki-laki dari inang mangulahi dan hulahula ni ompung suhut boru mangulahi.
s. Pariban = Boru ni tulang dan kakak/adik perempuan dari isteri kita.
t. Amangtua/uda = Suami dari kakak/adik.
B. Peristilahan, Ungkapan (Umpama) dan Peribahasa
(Umpasa)
1. Peristilahan.
a. Marsolup
di Hundulan
Kedudukan sebagai hulahula, boru dan dongan
tubu, bergantung pada acara adat yang
sedang dilaksanakan.
b. Sidapot Solup Do Na Ro
Orang
yang datang haruslah menggunakan liter
(solup) setempat,
jelasnya orang yang datang dari kampung
(luat), seharusnya menyesuaikan
dengan adat setempat (yang didatangi).
c. Raja Parhata
Raja
Parhata adalah juru bicara yang mewakili kelompok marga.
d. Tudutudu
ni Sipanganon
Hidangan lauk (ternak yang
disembelih), disajikan secara khusus. Lauk yang disajikan tdak dibeli secara
kiloan (rambingan), akan tetapi
seekor ternak yang utuh (dapat dilihat wujud dan besarnya).
e. Horihori
Dinding
Mengadakan penjajakan dengan calon besan.
f. Patua Hata
Acara menjadikan hubungan cinta
muda-mudi ke orang tua (kurang lebih proses melamar).
g. Marhusip
Suatu
acara dalam
adat Batak
untuk
membicarakan mas kawin pihak
pengantin lakilaki yang diserahkan kepada pihak pengantin perempuan, juga
membahas prosesi adat yang akan dilakukan (ditaruhon
atau dialap jual). Acara ini tidak
diikuti oleh pihak tulang dari kedua belah pihak hasuhuton.
h. Marhata
Sinamot
Acara untuk membicarakan mas kawin
yang akan diserahkan pihak pengantin laki-laki kepada pihak pengantin
perempuan. Acara ini diikuti oleh Dalihan Na Tolu (sekurang-kurangnya tulang dari pihak calon pengantin laki-laki dan pengantin
perempuan).
i. Sitombol/Rambu
Pinudun
Sitombol/rambu
pinudun adalah sinamot untuk ulaon
dialap jual yang artinya bahwa besaran sinamot yang diserahkan ke parboru
sudah mencakup suhi ni ampang na opat
dan seluruh biaya yang berkaitan dengan pesta perkawinan (unjuk).
j. Tonggo
Raja
Mengundang raja atau pemuka adat
perwakilan marga sesuai dengan unsur Dalihan Na Tolu yang bersangkutan (hulahula, boru, dongan tubu) bermusyawarah menghadapi ulaon adat.
k. Ria
Raja
Keluarga semarga pihak paranak dan boru
berkumpul untuk menyiapkan segala sesuatu dalam menghadapi suatu pesta
adat.
l. Pisopiso
Pemberian pihak boru kepada hulahula
berupa uang, ketika hulahula
memberikan ulos pada acara saurmatua dan lain-lain.
m. Pasi
tuak Natonggi
Uang yang diberikan sebagai
ungkapan/ucapan terima kasih kepada kelompok hulahula/tulang.
n. Sibuhabuhai
Acara pembukaan pada pesta
pernikahan (acara dialap jual) yang
dihadiri kerabat dekat dari kedua belah pihak yang dilakukan di rumah orang tua
pengantin perempuan. Pihak pengantin laki-laki datang membawa makanan namargoar dan keluarga pengantin
perempuan menyediakan dengke. Setelah
selesai makan, dilanjutkan berdoa dan kedua hasuhuton
berangkat ke gereja untuk menghadiri acara gerejawi pemberkatan nikah.
o. Sarapan/Mambuhai
Ulaon
Acara pembukaan pesta pernikahan
(untuk dialap jual dan ditaruhon jual) yang dihadiri dari kedua
belah pihak di gedung pertemuan untuk
makan bersama sebelum pemberkatan. Makanan disediakan oleh pihak laki-laki (paranak) dan pada acara ini tidak
disediakan tudutudu ni sipanganon dari
pihak paranak dan dengke dari pihak parboru. Setelah selesai
makan, dilanjutkan dengan berdoa dan kedua hasuhuton
berangkat ke gereja untuk menghadiri acara gerejawi pemberkatan nikah.
p. Paulak
Une (Mebat)
Acara kunjungan pertama ke rumah
orang tua pengantin perempuan setelah pesta perkawinan (ditaruhon jual), biasanya dilakukan satu atau dua minggu setelah pesta pernikahan. Pihak keluarga
laki-laki membawa sulangsulang na tabo
(lomoklomok namargota lengkap dengan namargoar).
q. Maningkir
Tangga
Acara yang dilakukan oleh keluarga
pengantin perempuan bersama keluarga
dekat berkunjung ke rumah menantu. Acara ini dilakukan satu atau dua minggu setelah acara
pesta pernikahan (dialap jual).
Tujuannya untuk melihat tempat tinggal menantu/puterinya, sekaligus untuk
mempererat hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak keluarga paranak/parboru.
Orang tua perempuan membawa dengke, sedangkan keluarga laki-laki
menyiapkan namarmiak-miak dan pasi tuak na tonggi kepada hulahula dan rombongan.
r. Pansamot
Pihak yang memberikan sinamot, sekaligus penerima ulos
pansamot (orang tua pengantin laki-laki) dari orang tua pengantin
perempuan.
s. Pamarai/Sijalobara
Abang atau adiknya orang tua perempuan.
t. Simanggokkon
Abang atau amang
uda pengantin perempuan.
u. Simolohon
Abang atau amang
uda pengantin laki-laki.
v. Pamarai
Abang atau adik orang tua pengantin laki-laki.
w. Upa
Pariban
Untuk kakak atau namboru
pengantin perempuan.
x. Parorot
Namboru
dari pengantin perempuan.
y. Suhi ni Ampang Naopat
Lambang empat fungsional penerima
mas kawin pada acara menikahkan puteri atau menikahkan (pangolihon)
anak.
z. Pahuta
Boru
1) Sijalobara = Bapatua/uda
kandung dari dari pengantin wanita).
2) Simolohon = Saudara laki-laki yang sudah
menikah dari pengantin perempuan.
3) Upa parorot = Namboru dari pengantin perempuan.
4) Upa tulang = Tulang dari pengantin perempuan.
aa. Pangolihon Anak
Sijalo
Ulos tu Suhi Ni Ampang Na Opat :
a) Pansamot = Orang tua pengantin
laki-laki
b) Pamarai = Bapa tua/uda dari pengantin
lakilaki.
c) Simanggokkon = Abang/adik dari pengantin
laki-laki yang sudah menikah secara
adat.
d) Sihunti Ampang = Iboto ni pengantin laki-laki, sudah menikah secara adat.
bb. Ulos
Hela
Ulos
yang diberikan orang tua perempuan
kepada kedua pengantin (menantu atau helanya
dan puterinya).
Catatan :
Orang tua yang belum diadati (belum
menerima ulos hela), tidak berhak manguloshon ulos hela.
cc. Ulos
Herbang
Ulos yang diberikan secara langsung
dengan digelar untuk diuloskan kepada
yang menerimanya.
Catatan :
Tidak perlu ada ulos na lompit karena pihak yang menerimanya tidak hadir.
dd. Ulos
Tinonun Sadari
Ulos
yang diganti berupa uang yang dimasukkan kedalam amplop.
ee. Ulos
“Mula Gabe”
Ulos
yang diberikan seorang orang tua kepada borunya
yang sedang hamil tua (hanya untuk anak pertama).
Pemberian ulos ini, adalah sebagai lambang dan harapan, agar anak
perempuannya/borunya yang sedang
mengandung dan bayi yang dikandungnya sehat walafiat.
ff. Ulos
Parompa
Ulos
yang diberikan orang tua perempuan kepada borunya
sebagai penggendong cucunya. Pemberian ulos
parompa ini adalah lambang harapan agar cucu yang baru lahir hangat tubuh
dan jiwanya , horas turkis (hanya diberikan kepada cucu pertama).
gg.
Paebathon Buhabaju tu Ompungna
Acara kunjungan pertama pihak
menantu/isteri, keluarga dekat dan cucu
pertama yang baru lahir (berumur 2 atau
3 bulan) dan keluarga dekat ke rumah ompungnya
(ompung bao).
hh. Ulos
Saput
Ulos
parsirangan yang digunakan untuk menutup jenazah dan ikut dibawa ke dalam
liang lahat. Ulos ini diberikan oleh
yang berhak sesuai adat yang bersangkutan (sidapot
solup do na ro).
Catatan :
1) Di
beberapa luat/marga, bila suami
meninggal dunia, pemberi ulos saput
adalah tulang (tulang suhut).
2) Di
beberapa luat/marga, bila suami
meninggal dunia, pemberi ulos saput
adalah hulahula (marga dari hulahula).
ii. Ulos
Tujung
Ulos
yang diberikan (diuloshon) kepada seorang yang isteri atau suaminya meninggal. Ulos diberikan oleh yang berhak sesuai adat yang bersangkutan (sidapot solup do na ro).
Catatan :
1) Di
beberapa luat/marga bila isteri
meninggal, ulos tujung diberikan oleh
tulang (tulang suhut).
2) Di
beberapa luat/marga lain, ulos
tujung diberikan oleh hulahula (dari pihak isteri)/parboru.
jj. Jambar
Juhut
Bagian/jatah yang diterima seorang/uduran, berupa daging dari namargoar yang disediakan. Pem-bagiannya
sesuai dengan adat dari marga yang bersangkutan (Sidapot solup do na ro).
Catatan :
1) Di
beberapa luat/marga, osang (dagu) utuh diserahkan kepada hulahula (parboru).
2) Di
beberapa luat/marga, osang (dagu) utuh diserahkan kepada boru)
3) Di
beberapa luat/marga lain, osang dibagi 2 (dua), sebelah kanan
untuk boruna parboru/ hulahula dan sebelah kiri untuk boruna paranak.
Tambahan : Jambar ni hulahula
adalah namarngingi (kepala) sebelah
kanan.
kk. Adat
Na Gok
Adat Dalihan Na
Tolu pa opat sihalsihal dilakukan
secara lengkap dan penuh di depan si tuan na
torop.
Jambar hata, jambar juhut, jambar uang
dan ulos diberikan kepada yang
berhak, sesuai sifat dan atau nama pestanya (umumnya untuk acara ulaon unjuk, ulaon saur matua).
Pesta adat bukan
diukur dari banyaknya undangan/peserta dan atau besarnya gedung/areal tempat
dilaksanakannya pesta.
2. Ungkapan
(Umpama)
a. Sebagai Petuah (poda na tur)
1)
Manat
mardongan tubu, elek marboru, somba
marhulahula.
2)
Pantun
hangoluan, tois hamagoan.
3)
Tampakna
do rantosna, rim ni tahi do gogona.
4)
Sala
mandasor, sega luhutan.
5)
Marsimu songon
unte, martangga songon balatuk.
6)
Gagak do
eme na lambang, unduk eme
na porngis.
7)
Tampulon
aek do na mardongan sabutuha/ namardongan tubu.
8)
Unang
manortori na so gondangna.
9)
Nai
humalaput tata indahanna, nai humarojor mabola hudonna.
10) Manat unang
tartuktuk, dadap unang tarrobung.
b. Sebagai Aturan
a)
Sidapot
solup do na ro.
b)
Sisoli-soli
do uhum, siadapari do gogo.
c)
Ingkon dos
do nangkokna dohot tuatna.
d)
Sitiop
dasing na so ra teleng.
e)
Unang
siida bohi.
f)
Di jolo
raja si pareahan, di tonga-tonga si haliangan,
di pudi si paimaon.
g)
Molo litok
aek di toruan, tingkiron ma tu julu.
h)
Marbingkas
do na uli, marbonsir do na roa.
3.
Peribahasa (Umpasa).
a. Sebagai Poda
1)
Sihikkit
sinalenggam, tapilit ma na dumenggan.
2)
Tuat si
puti, nangkok si deak, Ia i na umuli, ima tapareak.
3)
Metmet
bulung ni jior metmetan bulung ni banebane, Lehet pe hata tigor, lehetan do
hata dame.
4)
Paukpauk
hudali, pagopago tarugi.
Natading
ni ulahan, nasega ni pauli.
5)
Sibigo/Sipigo
ambaroba, rara hulinghulingna.
Na
uli do na roa molo denggan pangalahona.
6)
Molo loja
ho nangkok tu dolok, maradian ma di robean.
Molo marungkil roham jala ponjot, lului ma Debata Pangunsandean.
7)
Bangunbangun
sinuan, bangunbangun salongon.
Molo
na uli ni ulahon, na uli do jalo on.
8)
Habang
ambaroba paihutihut rura,
Hata naung nidok, tongka do mubamuba.
9)
Asing asar
ni lali, asing asar ni leangleang.
Asing
do na sinali, asing do na nilean.
10) Unang jolo siburinsak asa pora-pora,
Unang
jolo hona insak asa pauba roha.
11) Horbo ni Padangbolak manjampal di balian,
Molo so disi roha, godang ma sidalian.
b. Sebagai Aturan
1)
Tuat ma na
dolok, martungkot siala gundi.
Pinungka ni na parjolo, siihuthonon ni na
parpudi.
2)
Nunga mumpat taluktuk, sega gadu-gadu. Nunga tinggal na buruk, dung ro uhum na
imbaru.
3)
Togu urat
ni bulu, toguan urat ni padang.
Togu hata ni uhum, toguan do hata ni padan.
4)
Habang
leangleang tu dolok tu toruan,
Molo
ugasan hatopan ndang jadi hapunjungan.
5)
Denggan ma
bulu godang, denggan bahen hitehite. Molo anak magodang, denggan ma hot ripe.
6)
Jabu sopo margalapang, jabu ruma
margalanggalang.
Tung
ise pe di alap bere i, natong do i boru ni
tulang.
c. Sebagai Doa (Tangiang)
1)
Bintang na
rumiris, ombun na sumorop.
Anak pe antong riris, boru pe antong torop.
2)
Andor hadumpang ma togu-togu ni lombu, Andor
hatiti ma togu-togu ni horbo.
Nangnang
ma hamu
matua pairingiring
pahompu,
Sahat
ma tu na marnini, sahat tu na marnono.
3)
Dangka
ni arirang,
Peak di tonga ni onan.
Parsaripeon muna ma so jadi sirang, Tondi
muna ma masigomgoman.
4)
Sahatsahat
ni solu, sai sahat ma tu bontean.
Sai leleng ma hita mangolu, sahat tu panggabean.
5)
Habang
ambaroba, songgop tu hau si torop.
Amanta Debata do si lehon tua, horas-horas ma
hita saluhutna diparorot.
6)
Disi si rungguk, disi si tata,
Disi
hita juguk disi do Amanta Debata.
BAB III
ACARA PESTA PERNIKAHAN (ULAON UNJUK)
A. Acara Patua Hata dohot Marhusip.
Pelaksanaan Ulaon Patua Hata biasanya dilanjutkan dengan
Ulaon Marhusip di tempat yang sama, di rumah parboru.
1. Patua Hata
a. Sebelum
dilaksanakan ulaon patua hata,
terlebih dahulu dilaksanakan horihori
dinding, oleh boru dari kedua hasuhuton
yang bertindak sebagai domudomu. Akan
tetapi apabila kedua hasuhuton sudah
saling mengenal, ditambah dengan canggihnya komunikasi, pembicaraan dapat
dilakukan secara langsung tanpa melalui domudomu.
b. Patua Hata dalam adat Batak artinya
meningkatkan hata ni naposo menjadi hata
ni natuatua, dimana pihak paranak berangkat ke rumah parboru untuk meminang boru menjadi parumaen.
c. Kedua
hasuhuton paranak dan parboru masing-masing didampingi oleh
beberapa keluarga dekat dan boru.
d. Paranak pasahat tudutudu ni sipanganon, parboru
pasahathon dengke.
e. Setelah
selesai makan bersama, pihak keluarga parboru
melalui Raja Parhata masisisean, menanyakan
tujuan kedatangan dari pihak paranak
ke rumah parboru.
Catatan :
1) Apabila
calon pengantin perempuan dari suku non
Batak, dapat terlebih dahulu dilakukan ulaon
mangain.
2) Apabila
calon pengantin laki-laki berasal dari
suku non Batak, dapat dilakukan ulaon
mangampu atau pamampe marga.
Catatan :
Di beberapa luat/marga yang dapat dilakukan adalah “mangamai” karena tidak dibenarkan mangampu atau mangampehon
marga.
2. Marhusip
a. Setelah
ulaon patua hata, dimana lamaran paranak diterima oleh parboru, dilanjutkan dengan Ulaon Marhusip.
b. Pihak
paranak dan parboru mendiskusikan berbagai hal
menyangkut tanggungjawab adat masing-masing seperti :
1)
Ise do
bolahan amak (dialap/taruhon jual).
2)
Balga ni
sinamot (rambu pinudun/sitombol).
3)
Godang ni
ulos.
4)
Parjuhutna.
5) Parjambaron.
6)
Inganan
dohot tingki di na marhata sinamot.
7)
Martumpol.
8) Pesta unjuk.
9) Godang ni undangan 10) Dohot
na asing.
c.
Pasahat Ingotingot
1) Pasahat Ingotingot adalah acara terakhir
pada ulaon marhusip.
2) Ingotingot adalah sarana untuk mengingatkan seluruh hadirin (situan natorop) terhadap hasil
pembicaraan yang sudah disetujui ke-dua hasuhuton.
3) Kedua
hasuhuton masing-masing menyiapkan
piring berisi beras (boras na pir),
uang kecil sesuai jumlah yang hadir
dengan ditam-bahkan 1 uang induk.
4) Raja Parhata menjelaskan arti dari Ingotingot,
selanjutnya bertukar ganti uang, kemudian seluruh hadirin meneriakkan Ingotingot 3 kali sebelum uang dibagikan.
B. Ulaon Martumpol, Marhata
Sinamot dan Marria Raja
Pelaksanaan ketiga ulaon ini praktisnya dirangkaikan dengan
ulaon mangain (kalau ada), patua hata dan marhusip. Dengan demikian kita mengenal istilah 5M (mangain,
patua hata/marhusip, martumpol, marhata sinamot dan marria raja) dalam satu hari.
1. Martumpol
a. Ulaon
martumpol adalah acara gerejawi, bukan bagian dari acara adat, dilaksanakan di
gereja ni parboru atau di gereja lain
yang lebih dekat ke tempat ulaon marhata sinamot.
b. Tata
Laksana Martumpol, adalah :
1) Paranak dan parboru mengundang
kehadir-an hulahula, tulang, dongan tubu,
boru/bere, raja parhata, dongan sahuta dohot aleale.
2) Persiapan
saksi dari pihak paranak dan parboru.
3) Perlengkapan
untuk acara tukar cincin.
4) Acara
Gereja (Pangula ni Huria).
5) Diakhir
acara martumpol, mandok hata paidua ni
suhut pihak paranak dan parboru (hata mauliateon dan mengundang
acara berikut-nya).
6) Parboru paradehon makanan ringan dohot
minuman (lampet, snack).
7) Ulaon martumpol dohot ulaon marhata sinamot
dipatupa di bagasan sadari na i.
2. Marhata
Sinamot
a. Ulaon marhata sinamot di gelar di dekat
gereja tempat martumpol, di gedung
pertemuan atau di ruang serbaguna gereja
ni parboru atau paranak.
b. Pahantushon inganan dohot tingki
pamasumasu-on dohot pesta unjuk.
c. Tata
Laksana Marhata Sinamot :
a) Paranak
dohot parboru mengundang beberapa keluarga dekat mewakili dongan tubu, boru/bere, hulahula, tulang,
raja parhata dohot dongan sahuta.
b) Paranak
pasahat tudutudu ni
sipanganon, parboru pasahathon dengke.
c) Pasahat pinggan panungkunan.
d) Masisisean.
e) Pasahat patujolo ni sinamot tu suhut
parboru. Catatan :
1) Marhata sinamot dapat dilakukan setelah
ataupun sebelum martumpol.
2) Sebelum
acara dimulai, dipastikan kehadiran hulahula
dohot tulang.
3) Di tingki masisisean di pesta unjuk, ndang mardalan be pinggan
panungkunan.
3. Marria Raja
a. Ulaon marria raja dilakukan sebagai
persiapan dalam melaksanakan pemberkatan pernikahan dan pesta unjuk.
b. Tata
Laksana Marria Raja adalah :
1) Dikuti
oleh perwakilan dongan tubu, boru,
pengurus punguan dan dongan sahuta.
2) Penunjukan
Protokol.
3) Penunjukan
Raja Parhata.
4) Pendistribusian
undangan.
5) Hasuhuton mempersiapkan sipanganon tanpa namargoar (tudutudu ni sipanganon).
C.
Acara Pada Hari Pernikahan
1. Sibuhabuhai/Mambuhai Ulaon (Sarapan
Pagi).
Pada dasarnya ulaon sibuhabuhai pada acara
di alap jual,
dilaksanakan di rumah suhut parboru, akan tetapi apabila acara
dilaksanakan di tempat lain (di gedung pertemuan atau aula gereja),
acara tersebut disebut mambuhai
ulaon (sarapan pagi). Tujuannya adalah agar hasuhuton paranak dan parboru,
berdoa dan makan bersama sebelum dimulainya acara pemberkatan pernikahan dan pesta unjuk.
a. Suhut paranak dan parboru,
didampingi dongan tubu/keluarga dekat dengan boru.
b. Di ulaon sibuhabuhai paranak membawa
makanan namargoar (tudutudu ni sipanganon).
c. Di na mambuhai ulaon (sarapan pagi), suhut paranak tidak menyiapkan namargoar (tudutudu ni sipanganon), demikian juga parboru tidak menyiapkan dengke.
d. Di
pintu masuk, calon pengantin perempuan menyambut kedatangan calon pengantin
lakilaki dan menyematkan bunga dada (Corsage).
Selanjutnya calon pengantin laki-laki menyerahkan bunga tangan (hand
bouqet) kepada calon pengantin perempuan.
e. Setelah
doa makan oleh pihak paranak, parboru
mangupaupa boru/calon pengantin perempuan.
f. Pihak
parboru menutup doa makan,
selanjutnya rombongan kedua hasuhuton
berangkat ke gereja.
2. Acara Pemberkatan Pernikahan
(Pamasumasuon).
Acara pemberkatan pernikahan
dapat dilaksanakan di gereja ni parboru untuk dialap jual, di gereja ni paranak untuk di taruhon jual atau meminjam gereja lain yang lebih dekat ke gedung
pesta.
a. Setelah
acara pemberkatan, suhut paranak mandok
hata/ucapan terimakasih kepada
majelis jemaat dan mengundang hadirin ke gedung pesta.
b. Demikian
juga suhut parboru, mandok hata/ ucapan terima kasih kepada Majelis Jemaat dan
mengundang hadirin ke gedung pesta.
c. Catatan
Sipil dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan gereja yang bersangkutan.
D.
Acara di Gedung
1. Prosesi Parmasuk ni Pengantin
a. Ditaruhon
Jual
1) Dongan tubu, boru/bere, dongan sahuta dohot aleale ni parboru/paranak, masuk
tu bagas gedung jala hundul di inganan
naung ditontuhon.
2) Pengantin
dan orang tua kedua hasuhuton masuk
ke gedung.
3) Suhut parboru kembali ke harbangan.
4) Suhut parboru dohot angka rombongan
masuk tu bagas gedung, mamboan jualna.
b. Dialap Jual
1) Dongan tubu, boru/bere, dongan sahuta dohot
aleale ni parboru, masuk tu bagas gedung,
di inganan naung ditontuhon.
2) Dongan tubu sian paranak masuk tu gedung.
3) Suhut paranak dohot suhut parboru rap masuk tu
gedung mangiringi pengantin.
2. Paranak Parjolo Manjalo Horong ni Hulahula
dohot Tulang (Taruhon Jual)
a. Sisahali manjalo ma suhut paranak diharoro ni uduran ni hulahula dohot tulang.
b. Di tingki na manjalo uduran ni hulahula dohot tulang, hot ma paranak di
Pogu ni Alaman, unang pola ditomutomu
tu harbangan, jala ndang mamangke angka panortor
sebagai penyambut.
c. Holan hulahula dohot tulang manghunti tandok boras na pir ni dohot mamboan dengke, horong ni hulahula
dohot tulang na asingi, unang mamboan dengke (cukup ma mamboan boras na piri).
3. Parboru Parjolo Manjalo
Horong ni Hulahula dohot Tulang (Dialap Jual)
a. Sisahali manjalo ma suhut parboru diharoro ni uduran ni hulahula dohot tulang.
b. Di tingki na manjalo uduran ni hulahula
dohot tulang, hot ma nasida (parboru) di pogu ni alaman, unang pola ditomutomu
tu harbangan, jala ndang mamangke panortor sebagai penyambut.
c. Holan hulahula dohot tulang ni parboru ma manghunti boras si pir ni tondi
dohot mamboan dengke, horong ni hulahula dohot tulang na asing i, unang pola
mamboan dengke (holan boras na pir).
Catatan :
1) Andorang so masuk hulahula/tulang tu bagas gedung, jolo dipatangkas protokol ma urutan ni panjouonna, ima : f. Hulahula.
g.
Tulang
Suhut.
h.
Tulang
bao/Tulang rorobot.
i.
Bona
tulang.
j.
Hulahula
naposo/hulahula anak manjae
2) Disamping
dengke Jual dari suhut parboru, dengke siuk yang disiapkan
jumlahnya hanya 2 nampan (1 nampan dengke
dari hulahula dan 1 nampan dengke dari tulang suhut).
4. Pasahat Tudutudu ni
Sipanganon/Pasahat Dengke
Dung
sude raja na niontang tipak di hundulanna be, andorang so marsipanganon :
a. Paranak didampingi sisolhot pasahat
namargoar (tudutudu ni sipanganon).
b. Parboru pasahat dengke.
5.
Tangiang/Marsipanganon
a. Tangiang mangan sian paranak.
b. Paranak pasahat sulangsulang na tabo tu
horong ni suhut parboru dohot hulahula/tulang.
c. Kedua
hasuhuton borhat patamahon na ni ontang
songon na pasangaphon.
6. Marbagi
Jambar (Sidapot solup do na ro)
a. Dung hirahira satonga manang tolu paropat
marsipanganon, di ulahonma na marbagi
jambar.
b. Parboru manise paranak taringot tu partording ni tudutudu sipanganon.
c. Di na marbagi jambar, berpedoman pada prinsip sidapot solup do na ro.
7. Manjalo
Tumpak
a. Dung hirahira sidung marsipanganon, ditutup
ma na marsipanganon dohot tangiang sian
Pangula ni Huria.
b. Dung taripar parjambaron, paranak mangido
tingki manjalo tumpak pangurupion sian boru/ bere, dongan tubu, dongan sahuta
dohot aleale.
c. Jika
rombongan kelompok sihalsihal yang
datang dari pihak pengantin perempuan, maka mereka memberikan ulos tinonun sadari (uang dalam bentuk amplop), kalau dari pihak
pengantin pria memberikan tumpak
(uang). Protokol mengatur urutan kelompok sihalsihal
(huria, pemerintah setempat, rekan
sekerja;
dongan
sahuta; aleale) bergerak seperti air
mengalir tanpa memberikan sepatah dua
patah kata (sambutan).
d. Kelompok
dari Punguan Marga
saat memberikan tumpak, memberikan sepatah dua patah kata dan hanya diwakili
oleh Ketua Umum punguan.
e. Punguan marga/punguan parsadaan marga na naeng pasahat tumpak, ndang pola adong
na marende manang markoor,
langsung ma mandok hata jala pasahat
tumpak.
f. Suhut paranak pasahaton hata hamauliateon
jala pasigathon tumpak tu parumaen.
8. Masisiean
a. Pada
saat patua
hata/marhusip dan marhata sinamot, sudah ditentukan siapa yang menjadi Raja Parhata, sebaiknya tidak berubah
pada saat masisisean.
b. Raja Parhata memberi penjelasan singkat
terkait pembicaraan sebelumnya bahwa
pada saat Ulaon Marhata Sinamot,
telah disampaikan Pinggan Panungkunan dan
Patujolo ni Sinamot.
c. Acara berikutnya
akan di pandu oleh raja
parhata kedua belah pihak hasuhuton.
9. Paranak Pasahat Panggohi ni Sinamot
a. Suhut Paranak pasahathon Panggohi ni Sinamot
tu suhut parboru, sebagai kelanjutan dari pemberian Patujolo ni Sinamot pada saat acara Marhata Sinamot.
b. Sebelum
panggohi ni sinamot sampai di suhut parboru, akan diperiksa oleh raja parhata paranak dan raja parhata
parboru, selanjutnya diserahkan kepada suhut
parboru.
10. Paranak Pasahat Todoan tu Suhi Ni Ampang
Naopat dohot Panandaion
a. Paranak pasahat todoan tu suhi ni Ampang :
1)
Pamarai/Sijalo
bara.
2)
Simolohon.
3) Upa Pariban.
4)
Tulang
ni boru muli (upa tulang).
b. Paranak pasahat angka Panandaion.
1) Penyerahan
kelompok-kelompok panandaion
disesuaikan atau sama dengan jumlah ulos namarhadohoan maksimal 17 hali panjouon.
2) Jumlah
dan detail penerima panandaion ditentukan oleh suhut parboru
(untuk penghematan waktu, dibatasi
jumlahnya).
Catatan :
a) Suhut Parboru memberikan upa tulang bersama dengan suhut paranak.
b) Pada saat
memberikan upa tulang, parboru sekalian menyampaikan pinggan panganan kepada hulahula/tulang
dan rombongannya.
11. Parboru Pasahat Pinggan Panganan
a. Pinggan panganan disampaikan paranak ke dongan tubu berupa uang di dalam amplop.
b. Penyiapannya
sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton
“masinakkohi tangga ni balatukna be”,
artinya paranak dan parboru menyiapkan sesuai undangan
masing-masing.
c. Pada
waktu memberikan pinggan panganan, raja
parhata tidak usah manortor atau marmonsak.
12. Parboru
Pasahat Tintin Marangkup dohot Pinggan
Panganan
Pada saat memberikan tintin marangkup, paranak sekalian
menyampaikan pinggan panganan kepada
hulahula/tulang dan rombongannya.
13.
Parboru Pasahat Ulos na Marhadohoan Si
jalo ulos herbang na marhadohoan dibatasi maksimal 17 (sampulu pitu) bulung, ima :
a. Ulos pansamot
kepada orang tua pengantin laki-laki.
b. Ulos hela kepada pengantin.
c. Pamarai kepada bapatua/bapauda
pengantin.
d. Simanggokhon kepada abang/adiknya.
e. Sihunti ampang kepada Ibotona.
f. Ulos selebihnya diserahkan
kepada suhut paranak untuk
pengaturannya.
g. Parsadaan Marga.
Catatan :
Pengantin tidak menyerahkan parcel
buah atau bunga tangan ke hulahula ni paranak dan atau ke hulahula ni parboru.
14. Parboru Pasahat Ulos Holong tu Pengantin
a. Ulos holong sipasahaton ni parboru tu
pengantin maksimum 17 bulung.
b. Molo tung
pe sitorop partubu namarsiulaon i diaturhon ma di tingki tonggo raja, angka ise
ma napasahathon ulos holong.
c. Napasahat ulos naparjolo ima hasuhuton, laos
ihutma paiduana, dungi angka dongan tubu
napasahat sikkat ni ulos, jala naparpudi
ma ulos sian punguan na niuluhon ni Ketua Umum.
15.
Parboru Pasahat Ulos Tinonun Sadari
a. Ulos tinonun sadari disampaikan paranak ke dongan tubu berupa uang di dalam amplop.
b. Penyiapannya
sesuai dengan kesepakatan kedua hasuhuton
“masinakkohi tangga ni balatukna be”,
artinya paranak dan parboru menyiapkan ke undangan
masing-masing.
c. Pada
waktu memberikan ulos tinonun sadari, protokol tidak usah manortor atau marmonsak.
Catatan :
Molo
adong kelompok sihalsihal naeng pasahathon ulos holong, diganti ma dohot ulos
tinonun sadari, jala dipasahat ma di tingki acara manjalo tumpak.
16. Hulahula dohot Tulang ni Parboru Pasahat
Ulos Holong
a. Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5
bulung.
b. Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao
dohot bona tulang masing-masing maksimum
3 bulung.
c. Hulahula na marhahamaranggi masing-masing
1
bulung;
d. Hulahula anak manjae (hulahula naposo)
masing-masing 1 bulung;
e. Angka uduran ni hulahula dohot tulang
pasahathon singkat ni ulos (amplop).
17. Hulahula dohot Tulang ni Paranak Pasahat
Ulos Holong
a. Ulos sipasahaton ni hulahula maksimum 5 bulung.
b. Tulang suhut, tulang rorobot/tulang bao
dohot bona tulang masing-masing maksimum 3 bulung.
c. Hulahula na marhahamaranggi masing-masing 1 bulung.
d. Hulahula anak manjae (hulahula naposo) masing-masing 1 bulung.
e. Angka uduran ni hula-hula dohot tulang
pasahathon singkat ni ulos (uang dalam amplop). Catatan :
Di
ulaon ditaruhon jual dohot dialap jual ndang di pamasa manogu/panangkokhon
pengantin tu panggung.
18. Parboru Manauri
a. Hata Sigabegabe, nasehat, ucapan terima
kasih disampaikan oleh orang tua
(natoras) ni parboru.
b. Manauri bisa diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton, bila orangtua (natoras) ni pengantin perempuan
berhalangan (hurang malo marhata Batak).
19. Paranak Mangampu
a. Mangampu (ucapan terimakasih) dari suhut paranak hanya 1 orang saja, dapat diwakilkan kepada paidua ni hasuhuton kalau hasuhuton berhalangan (hurang malo marhata Batak).
b. Pengantin tidak perlu mengucapkan terima
kasih (mangampu), karena orang
tuanyalah yang berpesta, masih ada acara
berikutnya yang dilaksanakan di rumah paranak
yaitu mangupa parumaen.
Catatan :
Ulaon
sadari (paulak une dan maningkir tangga) tidak dilaksanakan bersamaan
dengan pesta unjuk, tetapi dilakukan kedua hasuhuton sesudah selesai pesta unjuk yang waktunya sesuai kesepakatan
kedua belah pihak.
20. Patupa Olopolop
a. Olopolop adalah acara terakhir pada
acara pesta pernikahan adat Batak.
b. Acara
ini menunjukkan kepada khalayak, bahwa pesta pernikahan (ulaon unjuk) berjalan dengan
baik, tidak kurang sesuatu apa (hot
diparadaton na/adat gok).
c. Kedua
hasuhuton masing-masing meyiapkan
piring berisi beras (boras na pir),
uang (ringgit) ditambahkan 1 induk.
d. Sebelum
dibagikan, raja parhata menjelaskan pinggan olopolop dan seluruh hadirin meneriakkan olopolop 3 kali.
21. Marende/Tangiang Panutup
c. Sian hulahula manang parboru do tangiang
panutup.
d. Dipasahat ma tu sintua manang pangula ni
huria mambaen ende dohot tangiang/pasupasu.
BAB IV
ADAT PERNIKAHAN CAMPURAN
Pernikahan
campuran adalah pernikahan suku Batak dengan suku lain non Batak bermarga
antara lain suku Manado, Ambon, Toraja, Cina dan suku yang tidak bermarga
antara lain suku Jawa, Sunda, Padang. Sesuai perkembangan jaman, tidak dapat
dipungkiri bahwa di kalangan masyarakat Batak akan terjadi pernikahan campuran
atau pernikahan antar suku bermarga atau tidak bermarga.
Dalam situasi yang
demikian adat Batak sudah mempunyai perangkat
aturan adat yang dapat memfasilitasi pernikahan campuran tersebut, sehingga dapat terlaksana
sesuai dengan adat Batak Toba sebagaimana laiknya pernikahan di antara sesama
suku Batak Toba.
Tata cara pelaksanaan pernikahan
campuran
A. Perempuan
Batak menikah dengan laki-laki Suku Non Batak
1. Sebelum
menikah secara adat dengan perempuan Batak, calon menantu laki-laki bila
berkenan dapat diberikan marga disebut mangampu marga.
Catatan :
Namboru pengantin perempuan hanya mangampu.
2. Namun
bila yang bersangkutan tidak berkenan, acara pernikahan secara adat Batak tetap dapat dilakukan, yaitu melalui keluarga
pendamping keluarga iboto dari ayah
perempuan (namboru) calon pengantin
perempuan.
3. Calon
menantu dalam menentukan pilihan mangampu
marga atau tidak mangampu marga,
sangat tergantung kepada kemampuan dan kesadarannya untuk menyelenggarakan
acara adat tersebut.
4. Pelaksanaan
acara mangampu marga tidak terlalu
mudah dan gampang dilaksanakan (apalagi
ada pilihan berkenan atau tidak berkenan), karena yang bersangkutan akan
punya nomor di marganya dan masuk dalam silsilah/tarombo marga.
B. Laki-laki
Batak Menikah dengan Perempuan Suku Non Batak
1. Calon
pengantin perempuan suku non Batak yang akan melakukan pernikahan secara adat
Batak, harus terlebih dahulu dilakukan acara mangain.
Calon pengantin perempuan tidak
boleh menggunakan keluarga pendamping, dengan alasan calon pengantin laki-laki
sudah mempunyai tulang/paman.
Mangain
mempunyai 2 makna filosofis yang harus dianut, yaitu :
a. Mangain seperti manghadang ulos,
dimana selesai acara, ulos dilepas. Artinya dengan selesainya
acara pesta pernikahan, marga tidak dipakai terus dan tidak terlalu di
perhatikan hubungan kekerabatan.
b. Mangain seperti ulos na so ra buruk yaitu setelah diain dia seterusnya memakai marga dan terikat hubungan kekerabatan
antara anak dan orang tua/antara yang diain
dan yang mangain.
c. Tata
cara dohot natalup mangulahon Mangampu marga.
1) Ia ulaon mangampu marga ima ulaon
internal marga yang bersangkutan. Tata cara pelaksanaannya sesuai ketentuan
marga.
2) Natalup mangulahon ima :
a) Ingkon lengkap ma ama dohot ina (dang
nababalu/janda/duda).
b) Naung marumah tangga dibagasan adat na gok.
c) Unang ma naung manjalo sulang sulang
hariapan/surungsurung.
BAB V
ACARA DOA (ULAON PARTANGIANGAN)
Pada dasarnya
tidak semua acara yang dilakukan dengan ulaon
partangiangan menjadi acara adat Batak (Dalihan na Tolu), walaupun acara
itu dihadiri hulahula. Sering terjadi
pada acara partangiangan diselipkan acara adat,hulahula mangulosi misalnya.
A. Jenis Ulaon
Partangiangan
1. Tuju bulanan (pasahat ulos mula gabe/mangirdak/ pabosurhon).
2. Anak
lahir (pasahat ulos parompa).
3. Anak
tardidi (Baptis).
4. Manghatindangkon haporseaon/Sidi.
5. Ulang
tahun.
6. Mangupaupa.
7. Memasuki
rumah baru
(mamongoti
jabu naimbaru).
B. Pelaksanaan (Partording) ni Ulaon.
1. Tuju bulanan (pasahat ulos mula gabe/angirdak/ pabosurhon).
a. Ulaon pasahat ulos mula gabe sering juga disebut ulaon mangirdak atau ulaon
pabosurhon boru yang sedang hamil 7 bulan.
b. Pihak parboru/mertua beserta keluarga
dekat termasuk boru, berangkat ke
rumah hela/boru, boras na pir, dengke,
membawa ulos, serta makanan kesukaan
(hasoloman) ni boruna.
c. Pihak paranak manjalo haroro ni hulahula
dohot tulang.
d. Andorang so marsipanganon, hulahula mambahen
tangiang marsipanganon, diuduti manulangi boru dohot hela, mangalehon dengke,
minum aek sitiotio dungi pasahat ulos
mula gabe, naparpudi manjomput boras na pir tu simanujung ni boru/hela
e. Tangiang/Marsipanganon.
f. Dung sidung marsipanganon, andorang so
mangampu, borhat hela pasahat pasi tuak
na tonggi tu hulahula dohot tulang.
g. Ulaon Pasahat Mula Gabe/Mangirdak/
Pabosurhon, hanya dilaksanakan untuk anak pertama(buha baju), sedangkan anak berikutnya tidak perlu dilakukan.
Catatan :
1) Di pigapiga luat/marga ndang pola dipatupa/ dipasahat ulos, dengke dohot
tudutudu ni sipanganon.
2) Cukup ma diboan/dipasahat Parbue na pir dohot
sipanganon kesukaan (hasoloman) ni
boru na managam haroan, jala holan rombongan ni ina do na ro tu ulaon i.
2. Anak Lahir (Pasahat
Parompa)
Pasahat
parompa hanya dilaksanakan kepada anak sulung (buha baju, dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Dung marumur pahompu 2 (dua) manang 3 (tolu)
bulan, borhat ma parboru manopot hela
na, diboan ma boras na pir, dengke dohot parompa.
1) Paranak,
keluarga dekat dohot dongan
sahuta manjalo haroro ni parboru jala paradehon tudutudu ni sipanganon.
2) Andorang so marsipanganon, hula-hula parboru
pasahathon parompa.
3) Parompa holan sada ma, molo tung adong angka
tulang na asing dipasahat ma hepeng singkat ni parompa.Parompa I ulos mangiring
ma unang ulos bintang maratur.
4) Dung sae marsipanganon dohot marhata
horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.
b. Keluarga hela datang (mebatebat) ke rumah
mertua, membawa anak pertama (buha baju).
1) Molo dung marumur pahompu 2 (dua)
tu 3 (tolu) bulan, keluarga hela datang ke rumah mertua, mebatebat membawa anaknya yang baru
lahir.
2) Hela dan dongan tubu keluarga dekat
termasuk
boru, datang ke rumah mertua membawa makanan tudu-tudu sipanganon (namargoar).
3) Mertua dan dongan tubu keluarga
dekat, boru
dan dongan sahuta menerima kedatangan pihak menantu/hela dengan menyiapkan ikan (dengke).
4) Andorang
so marsipanganon, hulahula pasahat parompa bintang maratur unang
ulos mangiring.
5) Holan sada
ma parompa sipasahaton, molo
adong nanaeng pasahathon
marhite hite hepeng ma (ganti ni
parompa).
6) Dung sidung marsipanganon dohot marhata
horashoras, hela manjalangkon pasi tuak na tonggi.
7) Sebelum
pulang, pihak hulahula memberikan boras na pir kepada hela/ boru.
Catatan :
Sebelum
acara pasahat parompa, dilaksanakan
acara Kebaktian diuluhon ni Pangula
ni Huria.
3.
Anak Tardidi (Anak Dibaptis)
a. Acara
partangiangan anak dibaptis (tardidi) pada
prinsipnya adalah acara gerejawi (ulaon huria), sakramen.
b. Paranak menyiapkan namargoar hanya untuk anak pertama/ buha baju (mangangkat goar,
ama ni aha), untuk anak kedua, ketiga
dan seterusnya aturan tersebut di atas tidak diterapkan. Namargoar tidak diserahkan secara
langsung kepada parboru (hulahula), tapi
hanya disajikan di meja.
c. Setelah
selesai makan, pihak parboru (hulahula) menyampaikan pasupasu,
nasehat dan ucapan selamat kepada pahompu
dan kepada orang tuanya (hela dan boru).
d. Semua hadirin dapat menyampaikan uang/ amplop
kepada pahompu yang tardidi.
e. Setelah
acara selesai, paranak menyerahkan namargoar kepada pihak
hulahula, pariban, dongan sahuta dan rombongannya, sesuai adat yang berlaku
di lingkungan tersebut.
4. Manghatindangkon
Haporseaon/Sidi
a. Acara
partangiangan untuk anak yang baru manghatindangkon haporseaon/sidi sepenuhnya adalah acara gerejawi/ulaon huria.
b. Dalam
acara ini, paranak (orang tua dari
yang sidi) tidak menyiapkan makanan namargoar.
c. Setelah
selesai makan, parboru (hulahula) menyampaikan hata pasupasu, petuah, nasehat dan ucapan
selamat khususnya kepada yang baru lepas sidi.
d. Semua
yang hadir dapat memberikan uang kepada anak yang sidi (manghatindangkon haporseaon),
untuk keperluan pendidikannya.
5. Ulang Tahun
a. Acara partangiangan ulang tahun,
perkembangan sosial dalam interaksi dengan suku bangsa lainnya.
b. Acara
kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.
b. Dalam acara ini, keluarga yang berulang tahun tidak menyiapkan namargoar.
c. Marsipanganon, diawali dengan tangiang
makan.
d. Setelah
selesai makan, parboru (hulahula)
menyampaikan hata pasupasu dan ucapan
selamat kepada yang berulang tahun.
e. Semua
yang hadir dapat menyampaikan uang
atau kado kepada yang berulang tahun.
6.
Mangupaupa
a. Acara
partangiangan
mangupa adalah ungkapan syukur dari
seseorang yang baru terkena musibah.
b. Pihak
hulahula dan rombongan datang dengan membawa boras na pir, ikan (dengke)
sibahut panampar dan lauk lainnya.
c. Acara
kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.
d. Makan
bersama, diawali dengan hulahula menyampaikan
ikan (dengke) sibahut panampar dan nasi kepada yang diupa.
e. Hulahula menyampaikan hata pasupasu dan rasa syukur atas terlepasnya yang diupa dari musibah serta
memohon kepada Tuhan diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala cobaan.
e.
Acara ditutup dengan doa dari pihak hulahula.
Catatan :
Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila hulahula berkehendak pasahat ulos, diberi kesempatan (hanya 1
bulung), yang lainnya memberikan uang pangurupion.
7.
Memasuki Rumah Baru
Partangiangan
dalam rangka memasuki rumah baru tidak identik dengan mangompoi jabu di bona pasogit. Mangompoi
Jabu hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup dan rumah tersebut tidak
boleh diperjualbelikan.
Di parserahan on, acara memasuki rumah baru bisa dilakukan
berkali-kali dan rumah tersebut dapat diperjualbelikan. Keluarga yang baru
menikah dan baru memiliki rumah baru
tipe-21 misalnya, memasuki rumah baru. Keluarga ini mengadakan acara partangiangan.
Selanjutnya sesudah ekonomi keluarga tersebut berkembang, dibangun rumah
tipe-60 dan rumah yang pertama dijual, tetap dilakukan partangiangan. Dan seterusnya
apabila yang bersangkutan bertambah kaya dan berhasil mendirikan rumah baru di daerah elit, tetap
dilakukan partangiangan.
a. Hulahula beserta keluarga dekat dan boru, datang membawa beras (parbue na pir).
b. Acara
kebaktian dipimpin Parhalado ni Huria.
c. Makan
bersama.
d. Bila
disediakan sipanganon namargoar, hanya
diletakkan di atas meja sebagai tanda bukan daging rambingan dan tidak diserahkan kepada `hulahula.
d. Setelah
selesai makan dilanjutkan dengan hata
sigabegabe dari hulahula dan tulang.
e. Mangampu dari kelompok boru/hela.
f. Sebelum
hulahula dan tulang kembali, hasuhut-on
mambagi panjambaron sesuai dengan adat yang berlaku di lingkungannya.
g. Tangiang penutup.
Catatan :
Pada acara ini tidak ada mangulosi, akan tetapi apabila ada
isyarat dari hulahula diberi
kesempatan (hanya 1 bulung), yang
lainnya memberikan uang pangurupion.
BAB VI
ACARA ADAT KEMATIAN (MARUJUNG NGOLU)
A. Jenis Kematian pada Adat Batak
1. Pelaksanaan
adat kematian Suku Batak, disesuaikan dengan usia dan status seseorang pada
saat yang bersangkutan meninggal
dunia.
2. Jenis
kematian dikelompokkan menjadi :
1. Meninggal (Mate) Tilaha.
2. Meninggal (Mate) Mangkar.
3. Meninggal
(Monding) Sari Matua.
4. Meninggal
(Monding) Saur Matua.
5. Meninggal
(Monding) Saur Matua Mauli Bulung.
B. Pelaksanaan (Partording) dari Acara/Ulaon
1. Meninggal (Mate) Tilaha
Mate tilaha dikelompokkan menjadi :
a. Meninggal
dunia di kandungan ibu dan atau anak
yang baru lahir tapi belum
tardidi.
1) Anak
yang meninggal, langsung dimakamkan oleh
keluarga, tidak perlu menunggu dan
melibatkan unsur Dalihan Na Tolu.
2) Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang
tuanya.
b. Meninggal
anak-anak sudah tardidi sampai dengan
usia sudah dewasa, akan tetapi belum menikah.
1) Termasuk
disini Mate Posoposo (0-1,5 tahun), Mate Dakdanak (1,5-12 tahun), Mate Bulung 12-17 tahun).
2) Ulos Saput/Ulos Parsirangan dari orang
tuanya, tanpa acara Dalihan Na Tolu.
3) Acara
pemakaman oleh Gereja (Pangula ni
Huria).
Catatan :
Dibeberapa luat/marga, masa do tulang
pasahathon ulos saput (Sidapot solup do na ro).
2. Meninggal (Mate) Mangkar
a. Disebut
Mate Mangkar apabila seseorang
meninggal berstatus sudah menikah, akan tetapi belum mempunyai anak/keturunan (Mate Pupur).
b. Seseorang sudah menikah dan mempunyai
anak, akan tetapi anak
keturunannya belum ada yang menkah.
c. Atau
seseorang sudah menikah dan anak keturunannya sudah ada yang menikah, akan
tetapi belum punya cucu dari anak tersebut.
d. Pemberian ulos saput
dan ulos tujung,
sesuai dengan adat yang berlaku di luat/marga setempat
(Sidapot solup do na ro).
Catatan :
1) Acara
mangungkap tujung dilakukan setelah
peti mati dimasukkan ke dalam ambulans.
2) Setelah
ungkap tujung, dilanjutkan dengan acara mangupa (marsuap, minum aek
sitiotio, mangan indahan dan ikan, manjomput boras na pir tu simanjujung ni namabalu).
3. Meninggal (Monding) Sari Matua
a. Disebut
Monding Sari Matua, apabila seseorang yang meninggal belum mendapat
berkat duniawi secara lengkap salah satu
atau keseluruhan dari hagabeon
(keturunan).
b. Seseorang
yang meninggal sudah mempunyai anak yang kawin dan punya cucu, akan tetapi
masih ada anaknya yang belum kawin.
c. Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).
d. Pemberian
Ulos Saput dan Ulos Tujung Sari Matua (Jenis ulos
dan siapa yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro).
e. Pemberian
Ulos Holong dari horong ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
f. Pisopiso diserahkan
dengan tangan tertutup atau
dalam amplop dan diberikan hanya kepada hulahula
tangkas, tidak termasuk kepada rombongan/ uduranna.
g. Pelaksanaan
Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).
h. Boanna Pinahan Lobu dan atau
setinggi-tingginya Lombu na Tinutungan.
Catatan
:
Di beberapa luat/marga ada yang melaksanakan dondon tua pada ulaon sari
matua, akan tetapi dibanyak marga tidak melaksanakan, mengingat yang
meninggal belum mendapat berkat duniawi hagabeon.
4. Meninggal (Monding) Saur Matua
a. Seseorang disebut Monding
Saur Matua apabila yang meninggal
sudah menerima berkat duniawi dari Tuhan secara lengkap pada akhir
hayatnya seperti hagabeon.
b. Semua
anaknya sudah kawin dan sudah mempunyai cucu baik dari anak perempuan maupun
dari anak laki-laki.
c. Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot solup do na ro).
d. Pemberian
Ulos Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro).
e. Pemberian
Ulos Holong dari horong
ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
f. Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan pisopiso tanpa
amplop (tangan terbuka).
g. Pelaksanaan
Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).
h. Pelaksanaan
Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).
i. Boanna Sigagat Duhut, serendah-rendahnya
Lombu Sitio.
5. Meninggal (Monding) Saur Matua Mauli
Bulung
a. Seseorang
disebut Monding Saur Matua Mauli Bulung
apabila meninggal dunia dalam
kesempurnaan duniawi dan akhir hayatnya telah mendapat berkat dari Tuhan
seperti hagabeon, hamoraon dan hasangapon.
b. Semua
anaknya sudah kawin, punya cucu, nini
dan nono, serta tidak ada anak,
boru dan cucu panggoaran yang
meninggal mendahuluinya.
c. Patupahon Sanggul Marata/Sijagaron (Sidapot
solup do na ro).
d. Pemberian Ulos
Saput dan Ulos Sampe Tua (Jenis Ulos dan siapa yang menyerahkan Sidapot solup do na ro).
e. Pemberian
Ulos Holong dari horong
ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
f. Hasuhuton memberikan Pisopiso didalam amplop kepada hulahula tangkas, sedangkan kepada udurannya diberikan tanpa amplop (tangan
terbuka).
g. Pelaksanaan
Pangarapoton (Sidapot solup do na ro).
h. Pelaksanaan
Dondon Tua (Sidapot solup do na ro).
i. Boanna serendah-rendahnya Horbo (Gaja Toba).
Catatan :
1) Sanggul Marata (Sijagaron) adalah suatu simbol yang menunjukkan hagabeon
dohot hajolmaon ni na mondingi (sudah punya cucu), tu sude si tuan natorop ( Lampiran-6 : Gambar Sanggul
Marata/Sijagaron).
2) Di beberapa luat/marga sijagaron tidak dipatupa lagi, akan tetapi di luat/marga lainnya masih
tetap dipertahankan.
C. Martonggo Raja (Mate Mangkar, Ulaon Sari Matua, Saur Matua dan Saur Matua Mauli Bulung)
1.
Pasada Tahi.
Setelah
orang tua meninggal dunia, keluarga hasuhuton mengadakan ulaon pasada tahi, untuk membicarakan
berbagai hal terkait dengan : a. Rumah
Duka.
b. Tempat
Pemakaman.
c. Peti
Mati.
d. Ambulans.
e. Boan na.
f. Katering.
g. Daftar
ni hulahula dan tulang.
h. Waktu martonggo raja.
i. Waktu
pemakaman.
j. Konsep
riwayat hidup singkat.
Catatan :
1). Acara pasada tahi sangat penting dilakukan
oleh hasuhuton (keluarga dekat),
apalagi bila anak keturunan almarhum
kurang mengerti masalah adat kematian Batak.
2).
Percakapan harus terbuka
dan transparan, khususnya
menyangkut biaya (sibaenon, boanna dan
lain-lain).
2. Marria Raja
Untuk memantapkan ulaon pasada tahi, dilanjutkan dengan acara marria raja dengan dongan
tubu, boru dan dongan sahuta
untuk menyempurnakan hasil pembicaraan
sebelumnya.
3. Martonggo Raja
Ulaon
martonggo raja dihadiri oleh dongan
tubu, boru, dongan sahuta dan
hulahula/tulang.
Kegiatan pada acara martonggo raja, meliputi :
a. Kata
pembukaan (hata huhuasi) dan
pembacaan riwayat hidup singkat.
1) Penyampaian
kata pembukaan (hata huhuasi) dari paidua ni suhut, sekaligus mengecek kehadiran dari hulahula dan tulang.
2) Apabila hulahula
dan tulang sudah hadir di
tempat, acara dapat dimulai.
3) Raja parhata diserahkan kepada yang telah disepakati
sebelumnya.
4) Pembacaan
jujur ngolu (riwayat hidup singkat)
diserahkan kepada paidua ni hasuhuton.
b. Pasahathon Konsep Acara.
Raja
parhata menyampaikan konsep acara yang akan dilakukan pada acara partuatna esok harinya.
c. Tanggapan,
saran dan masukan dari hulahula dan tulang.
Semua kelompok hulahula dan tulang memberikan
panuturion khususnya menyangkut goar ni ulaon, ulos saput, ulos tujung, ulos holong, parjambaran dan
waktu dimulainya acara manjalo haroro ni
hulahula dan tulang besok
paginya.
4.
Memasukkan Jenazah ke Peti Mati (Mompo)
a. Setelah
ada kesepakatan hasuhuthon dengan horong ni hulahula, tulang dan dongan sahuta, dilanjutkan dengan
memasukkan jenazah ke dalam peti jenazah
manang tu jabu naso pinungka ni tanganna (mompo).
b. Hulahula dohot tulang menyampaikan hata
sigabegabe dan mengakhiri acara mompo
dengan doa.
5. Doa (Tangiang) Marsipanganon
Doa makan malam, dipimpin oleh hasuhuton.
6. Acara Penghiburan.
a. Setiap
kelompok Dalihan Na Tolu paopat
Sihalsihal yang mengadakan acara
penghiburan, diatur oleh Protokol secara bergiliran.
b. Perlu
pengaturan dan pembatasan acara penghiburan malam hari, agar tidak mengganggu
lingkungan/tetangga.
D.
Acara Partuatna (Ulaon Manogot)
1. Acara Keluarga
a. Paidua ni suhut ma na manguluhon acara
on, unang
nian marganjangganjang jala ndang manimbil sian maksudna (contoh songon na
mangkatai mangido maaf tu na monding).
b. Inti
ni acara on ima asa “ma si aminaminan songon lampak ni gaol, marsitungkoltungkolan songon suhat di robean”
sude keluarga, di parborhat ni natuatua na mondingi.
2. Menerima Hula-Hula
dan Tulang (Pasahat Ulos Saput dan Ulos Tujung)
a. Pemberian
ulos saput (jenis ulos dan
siapa yang menyerahkan, sidapot solup do na ro).
b. Pemberian
ulos tujung sarimatua dan atau ulos
sampe tua (jenis ulos dan siapa
yang menyerahkan, Sidapot solup do na ro).
c. Pemberian
ulos holong dari horong
ni hulahula dohot tulang (Sidapot solup do na ro).
d. Hasuhuton memberikan pisopiso di dalam amplop,
diserahkan dengan tangan terbuka, termasuk
kepada rombongan/uduranna.
e. Acara
Menerima Tulang dan Hulahula lainnya, di pandu oleh Protokol dan urutannya sesuai
dengan kesepakatan pada acara martonggo
raja.
Catatan :
1) Di
beberapa luat/marga ada yang menerima
ulos holong dan di luat/marga
lain tidak menerima (Sidapot solup do na
ro).
2) Dalam
hal diterima ulos holong, dibatasi
sebanyak-banyaknya sama dengan yang diberikan oleh hulahula.
3. Doa
(Martangiang) Marsipanganon
Tangiang
mangan sian paidua ni hasuhuton.
4. Mambagi Jambar
a. Parjambaran di ulaon sari matua, ima jambar
mangihut tu horong ni hulahula dohot tulang, jala dipasahat mai dung sidung
manjalo/mangadopi horong ni hulahula dohot tulang di ulaon manogot.
b. Parjambaran di ulaon saur matua dohot saur
Matua mauli bulung, digorahonma i dung sidung marsipanganon.
c. Di na marbagi jambar, berpedoman pada
prinsip sidapot solup do na ro.
5. Manjalo Tumpak
a. Manjalo tumpak pangurupion sian boru, bere,
dongan tubu, dongan sahuta dohot
aleale.
b. Punguan
marga merupakan kelompok terakhir yang memberikan tumpak dan
sebelum tumpak diserahkan lebih dahulu
menyampaikan sambutan, diwakili oleh Ketua Umum punguan marga.
6. Acara Pangarapoton
a. Kalau
meninggal orang tua yang sudah punya cucu (marpahompu)
dilakukanlah acara pangarapoton.
b. Natalup mangulahon pangarapoton ima :
1) Orang tua yang sudah punya pahompu (cucu).
2) Tarombo/nomor diatas yang meninggal.
3) Unang ma namabalu.
4) Unang natuatua nanung manjalo sulangsulang
hariapan. Catatan :
Di beberapa luat/marga acara ini sudah tidak dilaksanakan lagi (sama dengan patupahon sijagaron), akan tetapi dibanyak luat/marga acara ini masih tetap dipertahankan (Sidapot solup do na ro).
E. Acara Maralaman
1. Marende/Tangiang.
Marende
dohot tangiang pamuhai sian suhut paranak
2. Kata Pembukaan (Hata Huhuasi) dan Pembacaan Riwayat Hidup (Jujur Ngolu).
Kata pembukaan (hata huhuasi) dohot manjaha riwayat
hidup (jujur ngolu) dipasahat paidua ni
hasuhuton, rap jongjong ma nasida.
3. Mandok Hata
a.Dongan tubu.
b.Simatua ni boru muli.
c.Raja ni dongan sahuta.
d.Aleale/rekan
sekerja.
e.Pemerintah setempat (RT/RW).
4. Marende
5.
Mandok Hata Hulahula dohot Tulang :
a. Hulahula
anak manjae.
b. Hulahula
namarhahamaranggi.
c. Bona
tulang.
d. Tulang
rorobot.
e. Tulang.
f. Hulahula.
Catatan :
1) Di tingki acara on ma simatua boru muli pasahat tumpak ni nasida.
2) Somalna sesuai pangkataion di na martonggo raja, dipasada ma na mandok hata sian
horong ni hulahula dohot tulang ima hulahula.
6. Mangampu Hasuhuton
Hasuhuton pasahat hata pangampuon (ucapan
terima kasih) kepada hadirin (situan
natorop), diawali oleh boru.
7. Mardondon
Tua (Sidapot solup do na ro)
a. Mardondon tua adalah simbol yang
menunjukkan berkat Tuhan melalui hata ni
raja natorop tu bona jabu ni hasuhuton.
b. Pangitua marga/paidua ni hasuhuton meletakkan ampang yang berisi sijagaron
ke simanjujung ni parumaen siangkangan.
c. Di
barisan paling depan cucu laki-laki membawa foto yang meninggal.
d. Barisan
mengelilingi jasad minimal 3 (tiga) kali, sambil menyanyikan Buku Ende No. 119 Buku
Logu
No. 9 “Martua do Dohonon” berirama semakin cepat, selanjutnya ampang namarisi sijagaron dibawa ke dalam
rumah.
Catatan :
1) Di
beberapa luat/marga acara mardondon tua sudah tidak dilaksanakan
lagi, akan tetapi di luat/marga
lainnya masih tetap dipertahankan (Sidapot
solup do na ro).
2) Acara mardondon tua umumnya dilaksanakan
pada ulaon monding saur matua dan saur matua mauli bulung, sedang pada ulaon monding sari matua masih banyak
perdebatan.
3) Di
beberapa luat/marga ada marga yang melaksanakan dondon tua pada ulaon sari matua, akan tetapi dibanyak marga tidak melaksanakan,
mengingat yang meninggal belum mendapat berkat duniawi secara lengkap hagabeon,
hamoraon dan hasangapon.
8. Acara Gereja (Pangula ni Huria)
9. Pemberangkatan ke Pemakaman (Parbandaan)
F. Acara di Tempat Pemakaman
1. Acara
Gereja (Pangula ni Huria).
2. Manuan raja ni duhutduhut.
Manuan
raja ni duhutduhut ima ulaon ni keluarga, jala dipatupa langsung
disadari i di acara partuatna.
Catatan :
a. Di
beberapa luat/marga acara ini sudah
tidak dilaksanakan lagi (terkait dengan sijagaron), akan tetapi di luat/marga lain masih tetap
dipertahankan.
b. Acara
ini dilaksanakan oleh luat/marga yang menyiapkan sijagaron, walaupun bersifat simbolik, mengingat aturan Dinas
Pertamanan dan pemakaman setempat.
3. Ungkap
Hombung/Daon Sihol
a. Ungkap Hombung adalah manigati (membuka)
harta peninggalan yang meninggal, biasanya diserahkan kepada paraman yang meninggal.
b. Acara
ini diselenggarakan di rumah, setelah acara penguburan dan menanam ompuompu, sebelum acara dimulai, hulahula dipersilahkan masuk (dipanakkok)
ke rumah.
Catatan :
Di beberapa luat/marga di perantauan mengingat waktu dan hasil pembicaraan suhut dan hulahula/tulang, acara ungkap
hombung dilaksanakan pada acara manogot
(manjalo haroro ni hulahula dohot tulang).
4. Hata Pasu Gabe sian Hulahula dohot Tulang.
5. Kata
Penutup (Hata Mauliate).
Kata Penutup (hata hamauliatean) disampaikan oleh paidua ni hasuhuton.
BAB VII
PENUTUP
Ruhut-Ruhut
Paradaton Batak Toba se-Jabodetabek yang disusun dalam buku ini, bukanlah
dimaksudkan untuk merubah atau menyeragamkan pelaksanaan tata laksana paradaton yang sudah lazim dipraktikkan
oleh Punguan Marga Batak selama
ini.
Mengingat
perkembangan lingkungan dan kemajuan jaman yang sangat cepat mempengaruhi masyarakat Batak Toba, khususnya generasi
milenial, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Tata Laksana Paradaton yang disebut dengan 3E
(Esensial, Efektif dan Efisien).
Terbitnya buku
ini diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut diatas dengan harapan : Paradaton Batak Toba yang luhur itu
dapat dilestarikan sampai akhir jaman.
Taingot
ma hata ni Ompunta Sijolojolo Tubu, namandok
:
➢ Tuat ma na dolok, martungkot
sialagundi, Adat nauli na denggan
na pinungka ni Ompunta na parjolo, gabe
jala horas hita mangihuthon sian pudi.
➢ Marbunga ma lasiak, dompak mata ni ari,
Adat
na so ra mengge tu aek, na so mabiltak tu ari.
Disadari bahwa
isi, sistematika, cara penulisan bahasa Batak buku ini belum sempurna, masih
banyak kekurangan, oleh karena itu perlu
masukan dari seluruh Punguan Marga dan Siboto surat/adat batak Toba agar kelak buku ini lebih enak dibaca,
mudah dipahami dan dapat diterima oleh kalangan praktisi dan teoritisi Batak
toba yang lebih luas.
Kiranya, buku
ini dapat bermanfaat bagi semua Batak
Toba lintas generasi utamanya yang berdomisili di Jabodetabek.
Tuhan memberkati.
Horas.
L
A M P
I R A N
Lampiran-1 :
Peta Kawasan Danau Toba
Lampiran-2 :
Pohon Keluarga Bangso Batak
Lampiran-3
: Gambar Parpeak Ni Na Monding Lampiran-4
: Gambar Parjambaran Pinahanlobu
(Namarmiakmiak)
Lampiran-5 : Gambar Parjambaran Sigagat Duhut (Gaja
Toba).
Lampiran-6
: Gambar ni Sijagaron/Sanggul Marata.
Sijagaron/Sanggul
Marata ima sada ampang na marisi eme, jala
dipantikkon ma :
1. Hariara
2. Baringin
3. Sanggar
4. Silinjuang
5. Sihilap
6. Sipilit (Gandarusa)
7. Ompuompu (Raja ni duhutduhut).
Lampiran-7
: Susunan Dewan Mangaraja LABB Periode 2019-2022.
SUSUNAN
DEWAN MANGARAJA
LOKUS ADAT BUDAYA BATAK
Ketua Umum
Brigjen
TNI (Purn) Berlin Hutajulu.
Sekretaris Jenderal
Marsma
TNI (Purn) Darlis Pangaribuan, M.Sc.
Wakil Sekretaris Jenderal
Sepri
Situmeang, S.Pi, M.M.
Bendahara Umum
Pdt.
Dr. Marihot Siringoringo, S.H., S.E., M.H.
Wakil Bendahara Umum
St.
Ir. Fidel Hutahaean, M.M.
Ketua Bidang Hubungan Kelembagaan Marsda TNI (Purn)
JFP. Sitompul.
Ketua Bidang Adat dan
Seni Budaya Ir. Nikolas S. Naibaho, MBA.
Ketua Bidang Ekonomi
dan Pariwisata Drs. Martua Situngkir, Ak.
Ketua Bidang
Organisasi dan Pemberdayaan Punguan Marga
Dr.
Pontas Sinaga, M.Sc.
Ketua Bidang Pendidikan, SDM dan Pemuda Prof.
Dr. Laurence Manullang.
Ketua Bidang Ugari/Hukum Adat Batak Drs.
Jackson M. Turnip, M.H.
Lampiran-8 :
Susunan Dewan Pengurus Pusat LABB
Periode 2019-2022
SUSUNAN DEWAN PENGURUS
PUSAT LOKUS ADAT BUDAYA BATAK
(DPP LABB)
Ketua Umum
Budi
Sinambela, BBA
Sekretaris Jenderal
Ir.
Santiamer Sihaloho
Bendahara Umum
Ir.
Batara Tampubolon
Ketua Bidang Kebudayaan F. Jadisman
Hutapea.
Ketua Bidang Organisasi dan Kader
Drs.
Hotland Hutajulu, M.M Ketua Bidang
Pariwisata Ir. Monang Sirumapea.
Ketua Bidang Kesehatan
Bangso Batak Ir. Robert Anton Situmeang.
Ketua Bidang Pendidikan dan Sumber Daya
Manusia
Ir.
Restu Silitonga.
Ketua Bidang Sosial Hukum dan Pemerintahan
St. Raja Muda Sidabutar, S.H
Ketua Bidang Ekonomi
dan Industri St. Abidan Simanjuntak, S.E.
Ketua Bidang Sumber Daya Alam
Ir.
Mukhtar Panjaitan.
Ketua Bidang Lingkungan Hidup
St.
Paul F. Tampubolon, S.E.
Lampiran-9 :
Gambar Martonggo Raja
DAFTAR BACAAN
1. Sejarah
Kebudayaan Batak, N Siahaan, BA. 1964,
CV. Napitupulu & Sons.
2. Sejarah Batak,
Batara Sangti ( Ompu
Buntilan Simanjuntak ), 1977;
Karl Sianipar Company.
3. Jambar Hata,
Dongan Tu Ulaon
Adat, T.M. Sihombing ( Ompu Martulani ), 1989, CV. Tulus Jaya.
4. Adat
Dan Injil, Lothar Schreiner, 1996, PT. BPK Gunung Mulia.
5. Mangalap
Boru, St. R.H.P Sitompul, B.Sc (Ompu ni Si Octaviani), 1977.
6. Raja
Napogos, Jan Pieter Sitanggang, 2010, dicetak PT. Gramedia Jakarta, Penerbit :
Jala Permata Aksara.
7. Kamus
Batak Toba-Indonesia, Drs. Richard Sinaga, Cetakan ketujuh, 2016, Penerbit Dian
Utama.
8. Horas,
Dari Batak Untuk Indonesia, Drs. Bangarna Sianipar, 2012, Penerbit Rumah
Indonesia.